KETIK, SURABAYA – Kebijakan efisiensi anggaran dengan menekan biaya perjalanan dinas yang dikeluarkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (SMI), menuai kritik dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Jatim. Dalam surat edaran yang dikeluarkan 7 November 2024 lalu itu, seluruh pejabat negara diminta melakukan efisiensi belanja perjalanan dinas minimal sebesar 50 persen. Kebijakan efisiensi belanja perjalanan dinas itu merupakan tidak lanjut dari arahan Presiden Prabowo Subianto dalam sidang kabinet 23 Oktober dan 6 November 2024.
Menurut Ketua Umum Badan Koordinasi (Badko) HMI Jatim, Yusfan Firdaus, kebijakan yang dilakukan oleh Sri Mulyani itu dinilai akan mengurangi perputaran perekonomian di dalam negeri. Hal ini dikarenakan akan memberikan dampak negatif terhadap pendapatan UMKM, perhotelan, dan pelbagai usaha lainnya di dalam negeri.
“Kebijakan yang diteken oleh Menteri Keuangan saya rasa tidak solutif, karena berdampak terhadap pendapatan beberapa sektor UMKM, Perhotelan dan usaha lainnya” ungkapnya, Sabtu, 30 November 2024.
Yusfan menjelaskan seharusnya sebelum mengeluarkan kebijakan tersebut, pemerintah turun langsung ke bawah untuk menyerap aspirasi para pelaku UMKM, pengusaha perhotelan dan lain-lain.
Sehingga kebijakan tersebut tepat sasaran dan berdampak positif terhadap perputaran ekonomi.
"Tidak perlu belajar ilmu ekonomi kelas tinggi untuk melihat dampak dari kebijakan yang dikeluarkan oleh Sri Mulyani, cukup tahu tentang ilmu ekonomi dasar saja," terang Yusfan.
Yusfan menambahkan apabila anggaran perjalanan dinas dipotong 50% maka perputaran ekonomi untuk UMKM, perhotelan, dan usaha lainnya tentu juga terminimalisir pendapatannya.
“Kebijakan yang dikeluarkan oleh Sri Mulyani harus tepat sasaran, harus tahu kondisi real dilapangan dan jangan membunuh perlahan para pelaku UMKM di daerah-daerah” jelas pria kelahiran Kabupaten Situbondo tersebut.
Yusfan menegaskan bahwa Badko HMI Jatim akan selalu mendukungan kebijakan pemerintah yang dipimpin oleh Presiden Prabowo Subianto, namun akan selalu menjadi oposisi terhadap kebijakan yang tidak pro terhadap kepentingan rakyat.
"Badko HMI Jatim sangat mendukung arahan presiden memangkas perjalanan dinas kementerian atau lembaga tetapi perjalanan dinas ke luar negeri sebesar 70% agar anggaran tersebut sangat minim yang berputar di luar negeri," ucapnya.
Yusfan meminta kepada pemerintah untuk tidak mengurangi sama sekali perjalanan dinas kementerian dan lembaga di dalam negeri karena anggaran tersebut sangat bagus apabila diputar di dalam negeri dan hal tersebut sangat berdampak pada stabilitas ekonomi di daerah-daerah.
“Harusnya anggaran perjalanan dinas keluar negeri yang dipotong bahkan sebesar 70% agar anggarannya tidak banyak berputar diluar dan tetap berputar di dalam, makanya pemotongan anggaran perjalanan dinas di dalam negeri itu tidak tepat sasaran” tegas yusfan.
Meskipun begitu, Yusfan mengapresiasi keputusan pemerintah dalam menunda kenaikan Pajak 12%, karena kondisi ekonomi di Indonesia masih belum stabil pasca pandemi covid-19. Badko HMI Jatim menganalisa bahwa apabila Pemerintah nekat menaikkan Pajak 12% tanpa adanya kajian yang terukur serta berakibat fatal, misalnya akan banyak buruh pabrik, karyawan perusahaan di PHK karena perusahaannya tidak mampu lagi memberikan gaji yang disebabkan oleh kenaikan Pajak 12% maka kebijakan tersebut dapat dipastikan tidak pro terhadap rakyat dan Menteri Keuangan kurang paham ekonomi mikro di Indonesia.
“Penundaan Pajak 12% alhamdulillah sudah tepat, pemerintah harus mengkaji ulang dan jangan sampai kebijakan akan menaikan Pajak 12% memberikan dampak negatif, misalnya ada PHK besar-besaran oleh perusahaan kepada karyawan-katyawannya, tentu itu adalah bentuk kedholiman pemerintah” ungkapnya.
Terakhir, Yusfan menyampaikan kepada awak media, meminta kepada Sri Mulyani untuk mencabut dan mengkaji ulang pemangkasan anggaran perjalanan dinas Kementerian / Lembaga sebesar 50% tersebut.
Badko HMI Jatim akan mengintruksikan kader HMI se-Jawa Timur untuk menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah melalui Direktoral Jenderal Pajak di daerah masing-masing dalam bentuk aksi demonstrasi. (*)