KETIK, YOGYAKARTA – Rujak merupakan makanan tradisional yang terkenal di seluruh Nusantara. Di balik cita rasanya yang segar dan unik, rujak menyimpan warisan budaya dan nilai historis yang tak ternilai.
Sejak zaman dahulu rujak telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia. Mengulik sejarahnya rujak sudah ada sejak zaman Majapahit. Hal ini tertulis dalam prasasti Taji. Prasasti yang ditemukan tahun 1868 dengan angka tahun 823 Saka atau 901 Masehi di Dukuh Taji, Desa Gelanglor, Sukorejo, Ponorogo Jawa Timur.
Dalam prasasti yang terdiri atas tujuh lempeng tembaga dengan aksara dan bahasa Jawa Kuno ini menyebut rujak sebagai rurujak dan disajikan di istana-istana Kerajaan.
Prasasti tersebut kini disimpan di Museum Nasional Indonesia. Dari sini terungkap bahwa sejak dahulu rujak juga menjadi bagian penting dalam upacara adat, perayaan, dan acara sosial masyarakat.
Nah, seiring berjalannya waktu, tradisi rujak menyebar ke berbagai daerah di Indonesia. Produk budaya ini mengalami perkembangan (variasi) baik bahan maupun cara penyajiannya.
Jika biasanya rujak berisikan aneka macam buah seperti mangga muda, bengkoang, nanas, jambu air, mentimun, pepaya muda dan kedondong. Buah-buahan ini di iris menggunakan pisau biasa atau pisau buah agar hasilnya bergelombang.
Kemudian dipadu sambal yang di uleg menggunakan cobek dengan bahan cabe, gula merah, asam jawa, terasi bakar, pisang batu, sedikit garam. Setelah halus, baru dimasukkan irisan buah yang disiapkan tadi.
Namun ada yang yang kemudian di tambahkan yakni sayur kuah pindang (kaldu ikan pindang). Maka jadilah rujak kuah pindang, salah satu jenis rujak yang populer di Bali. Rasanya tentu segar dan ada sensasi gurih khasnya karena kuah tadi. Meski begitu tidak ada aroma amis sama sekali.
Begitu yang Ketik.co.id rasakan saat mencicipi belum lama ini. Rujak kuah pindang mudah di jumpai di sejumlah warung yang ada di pantai Kelan, yang ada di wilayah Kalurahan Tuban, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung Bali.
Di tempat ini juga ada varian rujak yang jarang ditemui di tempat lainnya. Kuliner unik ini berupa rujak rumput laut (bulung). Namun rumput laut atau bahasa Bali-nya bulung yang digunakan tidak sembarangan. Yang dibuat rujak adalah berjenis boni.
Bentuknya saat disajikan sekilas menyerupai olahan daun pakis sayur atau ranting pohon cemara. Saat digigit ada sensansi tersendiri seperti telur ikan. Terasa sedikit asin dan gurih mak nyus karena paduan kuah pindang tadi.
Nah, jika penasaran bisa menyambangi pantai Kelan. Pantai ini segaris dengan pantai Jimbaran dan pantai Kedonganan.
Di tempat ini kita bisa menjumpai dua jenis rujak tadi. Harganya berkisar Rp 10 ribu per porsi. Serta dapat merasakan nikmatnya kesegaran rujak maupun berbagai jenis kuliner lainnya di tepi pantai. Sembari melihat hiruk pikuk pesawat naik turun di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai yang ada di sebelah utaranya. (*)