KETIK, PALEMBANG – Tak dapat dipungkiri, Soekarno adalah salah satu pemuda, yang di masa kolonial, begitu harum namanya.
Menurut catatan sejarah, Soekarno pernah menjejakkan kaki di wilayah Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel), tepatnya di Bengkulu saat diasingkan dari Belanda pada tahun 1938 sampai tahun 1942.
Di sela-sela perjalanannya dalam pengasingan, Soekarno diketahui sempat mampir ke Kota Palembang untuk bertemu dengan para pejuang sekaligus mengamankan diri dari kejaran Belanda.
Ada dua versi cerita yang menjelaskan mengenai kunjungan Soekarno di Kota Palembang. Yang pertama, Sukarno datang saat dalam perjalanan dari Ende, Nusa Tenggara Timur ke Bengkulu melalui Kota Palembang. Kedua, Soekarno mampir ke Kota Palembang usai diasingkan dari Bengkulu ke Batavia.
Versi pertama datang dari Abdul Rahman alias Maman (69), seorang warga Palembang yang merupakan cucu dari H Anang, pejuang pada masa kolonial.
H Anang merupakan tokoh pejuang asal Bumi Sriwijaya yang dikenal memiliki hubungan dekat dengan para tokoh pejuang dan tokoh Muhammadiyah asal pulau Jawa.
Dia diketahui memiliki hubungan pertemanan yang baik dengan Raden Panani, sahabat karib Bung Karno yang jarang terekspos. Kedekatan itulah yang menuntun Soekarno untuk singgah sementara di Kota Pempek.
Saat itu, Raden Panani memberikan usulan kepada Soekarno untuk singgah sementara di Kota Palembang, tempat di mana sahabatnya berada.
“Kakek saya (H Anang) itu kenal baik dengan Raden Panani. Dia (Raden Panani) yang mengusulkan Soekarno singgah ke Palembang sebelum diasingkan ke Bengkulu,” tutur Maman pada Senin, 7 Oktober 2024 lalu.
Persinggahan Soekarno tersebut tidak berlangsung lama, hanya sekitar beberapa hari saja. Sebab, Soekarno harus cepat-cepat pergi ke Bengkulu untuk mengamankan dirinya dari kejaran Belanda.
Di saat itulah Soekarno memanfaatkan waktunya untuk menyapa para pejuang yang ada di Kota Palembang. Berbekal relasi yang dijalin dengan Raden Panani dan H Anang, Bung Karno melaksanakan sejumlah pertemuan dengan para pejuang.
Salah satu rumah yang menjadi saksi bisu pertemuan Soekarno dengan para pejuang di Kota Palembang adalah rumah depok yang terletak di Jl KH Azhari No 225 RT 14 RW. 05, Kecamatan Seberang Ulu 1, Kota Palembang.
Rumah itu—yang telah ditandai sebagai unit diduga cagar budaya (UDCB) Rumah Singgah Soekarno—menjadi tempat di mana Soekarno dan para pejuang menyantap hidangan malam dan mengobrol ria. Di saat itulah para pejuang memanfaatkan momen untuk berbagi cerita dan menggalang kekuatan untuk mengusir tentara Belanda dari Bumi Pertiwi.
“Mereka berkumpul di sini, di ruang tamu. Soekarno waktu itu duduk di kursi yang menghadap ke saya (membelakangi pintu keluar),” ungkap Maman.
Abdul Rahman alias Maman (69) duduk menghadap sebuah kursi yang pernah digunakan Soekarno saat berkumpul bersama para pejuang. (Foto: Wisnu Akbar Prabowo/Ketik.co.id)
Persinggahan kedua
Pada cerita versi kedua, Soekarno diketahui singgah di Kota Palembang saat dirinya hendak pulang ke Batavia pada tahun 1942. Cerita ini terdokumentasi dengan singkat di sebuah autobiografi berjudul “Sukarno My Friend” karangan Cindy Adams.
Dalam buku itu, Bung Karno menceritakan bahwa persinggahannya di Kota Palembang bukanlah kehendak pribadinya. Melainkan, dirinya harus bertahan di sana karena sejumlah alasan, salah satunya adalah untuk keamanan dirinya.
“Di Palembang, kita terlibat dalam sebuah insiden dengan tentara dan perwira Jepang. Sesuatu yang baru pertama kali kulihat dalam hidupku,” bunyi tulisan dalam buku itu.
Pada pelariannya itu, Soekarno bersama istrinya, Inggit Garnasih, sempat singgah sementara di Kota Palembang selama satu bulan. Dia sebenarnya ingin segera pulang ke Batavia, namun terhalang akses transportasi yang sulit kala itu. Sehingga Soekarno harus menunggu sementara.
Hal ini dibenarkan oleh ahli sejarah dari Kota Palembang, Idris. Dirinya menceritakan, satu-satunya kapal yang bisa membawa Soekarno adalah kapal milik tentara Jepang. Akan tetapi, Soekarno tidak percaya dengan kapal itu dan lebih memilih singgah sembari menantikan kapal lain yang lebih aman.
“Ketika pelarian, Soekarno saat itu terpaksa menunggu di Palembang karena tidak ada kapal yang bisa membawa dirinya pulang ke Batavia. Sebetulnya ada kapal milik tentara Jepang yang bisa dipakai, tetapi Soekarno sudah paham dengan sifat tentara Jepang yang penuh intrik,” kata Idris, Sabtu 26 Oktober 2024.
Dalam waktu satu bulan itu, Bung Karno benar-benar merasakan susahnya menjadi incaran musuh. Dia tidak membawa apa-apa selain satu tas kecil berisi pakaian akibat dari pengawasan Jepang di Indonesia.
“Pengawasannya begitu ketat. Beliau (Soekarno) tidak bisa membawa banyak barang selain satu tas kecil untuk pakaian. Soekarno harus bertahan sampai kapal yang akan membawa ke Batavia tiba,” terang Idris.
Meski tidak mempunyai apa-apa, Soekarno, dengan nama besarnya, bisa melewati rintangan-rintangan sulit dan bertahan hidup di Kota Palembang berkat jasa para pejuang di masa itu. Soekarno kerap berkunjung ke rumah-rumah para pejuang dan mengadakan perkumpulan kecil.
Menurut Idris, ada lima saudagar kaya Melayu yang mendapat izin konsesi dagang oleh pemerintah Kolonial, salah satunya adalah H Anang, pemilik Rumah Singgah Soekarno. Merekalah yang memberikan dukungan ekonomi dan finansial kepada Soekarno supaya bisa bertahan.
Dari dukungan para saudagar itulah, Bung Karno bisa berkumpul dan bertemu dengan para pejuang dari Kota Palembang untuk mengobarkan semangat kemerdekaan, sebelum akhirnya dia pulang ke Batavia bersama Inggit Garnasih.
Soekarno pun pulang ke Batavia naik kapal kayu sederhana berukuran 8x3 meter mengarungi Laut Jawa yang dinakhodai oleh tentara pribumi.
Efek pertemuan Soekarno dan pemuda di Palembang
Terlepas dari dua versi cerita yang ada, Idris menekankan bahwa kunjungan Sukarno pada masa kolonial mempunyai pengaruh yang luar biasa terhadap pejuang di Kota Pempek.
Singgahnnya Soekarno di Kota Palembang menghidupkan api perjuangan bagi para pejuang kemerdekaan yang tengah bertarung melawan pendudukan Jepang.
Hal ini diperkuat dengan cerita bahwa Soekarno sering mengunjungi dan mengadakan rapat kecil-kecilan bersama para pejuang untuk menyatukan pikiran dan menyusun strategi.
Kehadiran sosok Bung Karno di Kota Palembang juga berdampak positif pada peningkatan kekuatan pribumi. Menurut Idris, Soekarno menjadi salah satu alasan bersatunya para saudagar kaya Melayu agar menghibahkan dana untuk perjuangan.
Soekarno berhasil mengambil hati saudagar Melayu dan mengumpulkan pundi-pundi uang yang dipergunakan untuk melengkapi persenjataan serta logistik tentara pribumi.
Hal ini tak lepas dari kedekatan Soekarno dengan sejumlah tokoh Muhammadiyah dan tokoh pejuang kala itu, salah satunya adalah Adnan Kapau Gani (AK Gani)—tokoh dari organisasi pemuda Jong Sumatranen Bond yang dikenal menentang keras pendudukan Jepang di Indonesia.
“Soekarno tidak banyak bercerita waktu pelarian ke Bengkulu dan kembalinya dia dari Bengkulu ke Batavia. Akan tetapi, kita tidak bisa berpaling bahwa persinggahan Soekarno di Kota Palembang sangat penting terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia,” tutup Idris.
Memang tidak banyak cerita yang terdokumentasi pada masa itu tentang apa dan bagaimana Soekarno melakukan gerakannya sebagai tokoh ternama di Kota Palembang. Namun yang pasti, di manapun dia singgah, di sanalah para pemuda bersatu meneriakkan satu kata perjuangan, “Merdeka!” (*)