KETIK, SITUBONDO – Bisnis antara Indonesia dan Vietnam semakin bersaing ketat. Persaingan itu bukan hanya dalam hubungan dagang saja, tetapi persaingan tersebut juga terjadi dalam bidang bisnis raksasa yakni lobster dan batubara.
Kedua negara ini tengah berlomba atau bersaing menjadi penguasa di sektor-sektor kelautaan dan pertambangan yang semakin dilirik oleh negara-negara lain di dunia.
"Sektor yang bisa bikin air liur mengalir, yakni bisnis tentang lobster di Vietnam. Budidaya Udang Lobster yang sudah dirintis sejak tahun 1992, kini merajai dunia dengan hasil budidaya mencapai miliaran ekor per tahun di Vietnam," jelas HRM Khalilur R Abdullah Sahlawiy, Kreaotor E-BARA Grup.
Lebih lanjut, Warga asli Kabupaten Situbondo yang saat ini ada di Negara Vietnam mengatakan, Vietnam yang memanfaatkan hasil riset dari perguruan tinggi dan memanfaatkan alam dengan cara yang cerdik ini mampu merajai bisnis budidaya Udang Lobster dengan baik.
"Di tiga provinsi utama Phu Yen, Khanh Hoa, dan Ninh Thuan, Vietnam berhasil mengembangkan cara budidaya lobster yang sangat efektif, termasuk di teluk yang airnya tenang dan asin, jauh dari aliran air tawar yang bisa merusakmerusak," kata Jhi Lilur, panggilan akrab HRM Khalilur R Abdullah Sahlawiy.
Jhi Lilur menjelaskan, Indonesia, meskipun kaya akan benih lobster, namun masih tertinggal jika dibandingkan dengan Negara Vietnam. Budidaya terbesar di Indonesia hanya ada di Lombok Timur, dengan 200.000 ekor, jauh dari miliaran ekor yang dibudidayakan Vietnam.
"Namun, Vietnam sangat bergantung pada benih lobster dari Indonesia. Walaupun ada larangan ekspor benih lobster dari Indonesia, tapi Vietnam mendapatkan benih itu melalui penyelundupan. Meski demikian, kabar baiknya, mulai Bulan Januari 2024, kedua negara sepakat untuk kembali melegalkan perdagangan benih lonster ini," ujar Jhi Lilur.
Cerita lobster ini, kata Jhi Lilur, tak selalu mulus. Sejarah mencatat, Menteri KKP Indonesia Eddy Prabowo pernah tersandung kasus korupsi terkait ekspor benih lobster.
Lobster Indonesia, lanjut Jhi Lilur, siap melesat mengalahkan Vietnam dalam hal budidaya lobster. Dengan memanfaatkan 567 teluk di 27 provinsi Indonesia, optimis Indonesia akan menjadi raja lobster dunia.
"Salah satu langkah nyatanya yakni pengajuan proposal budidaya di Teluk Rote Ndao, NTT, dan Gugusan Teluk Kangean, Jawa Timur. Langkah ini diambil menjadikan Indonesia Raja Lobster Dunia," jelas Jhi Lilur.
Pasar Udang Lobster yang menggoda, sambung aktivis anti korupsi ini,
pasar terbesar lobster dunia yaitu, Negara China, terutama saat perayaan Tahun Baru China.
"Harga satu ekor lobster bisa mencapai Rp 1,8 juta hingga Rp 4 juta, tergantung beratnya. Bisnis ini jelas sangat menggiurkan," ujar Jhi Lilur.
Sementara itu, bisnis Batubara juga sangat menggiurkan. Kalau lobster adalah permata biru laut, maka batubara adalah emas hitam bumi. Vietnam, dengan populasi mencapai 100 juta jiwa, semakin bergantung pada pasokan batubara dari Indonesia.
"Kebutuhan batubara Vietnam mencapai 60 juta metrik ton per tahun, dan sejak 2015, Indonesia menjadi pemasok utama untuk Vietnam Selatan, menggantikan Rusia dan Australia," terang Anak Petani, asal Dusun Sokaan, Desa Trebungan, Kecamatan Mangaran, Kabupaten Situbondo ini.
Pengusaha Indonesia, Jhi Lilur, percaya jika diri mampu mengambil 25% dari pasar batubara Vietnam. Dirinya bertekad untuk menjual batubara Indonesia langsung di Vietnam.
"Pertarungan dominasi lobster dan batubara ini merupakan salah satu simbol ambisi kedua negara. Vietnam mungkin unggul dalam jumlah, tetapi Indonesia punya potensi besar yang belum sepenuhnya dimanfaatkan. Dan siapa yang akan keluar sebagai pemenang? Hanya waktu yang bisa menjawab," tutur Jhi Lilur.
Yang pasti, imbuh Haji Lilur, persaingan ini akan terus memanas, dan kita hanya bisa menyaksikan bagaimana strategi masing-masing negara berbuah hasil dan menguasainya. (*)