KETIK, JEMBER – Politeknik Negeri Jember kembali meluncurkan inovasi sistem informasi yang dikembangkan mahasiswa. Yang terbaru adalah chatbot Pelayanan Konseling dan Konsultasi Mental Health.
Chatbot yang menggunakan teknologi Generative Artificial Inteligence difungsikan untuk mengatasi isu kesehatan mental. Terutama di kalangan mahasiswa.
Dewasa ini, kesehatan mental para mahasiswa menjadi sorotan setelah banyaknya kejadian yang tidak diinginkan. Kejiwaan mahasiswa menjadi rentan ketika menghadapi tuntutan akademik maupun sosial.
Mereka yang tergabung dalam Program Kreativitas Mahasiswa Karsa Cipta, adalah Kimi Dandy Yudanarko, Ariz Saputra, Rama Diputra, Lisa Novita Sari, serta Naela Zahwa Salsabila.
Dengan memanfaatkan teknologi AI, dirancanglah sebuah website dengan model chatbot yang dapat berpikir secara cepat dan menyerupai manusia.
“Model AI ini memiliki kemampuan untuk menganalisa dan memahami masukan dari pengguna, sehingga dapat memberikan respon yang akurat dan relevan,” urai Ketua tim, Kimi sapaan karibnya.
Menurutnya, model AI tersebut dilatih dan dikembangkan dengan dataset yang berisi informasi mengenai isu-isu kesehatan mental. Sehingga dapat memahami konteks cerita yang diberikan oleh pengguna.
“Jadi bisa menghasilkan percakapan yang memuat perasaan empati, memberikan dukungan, menyampaikan solusi yang tepat, dan mengajak agar pengguna bersikap optimis untuk menyembuhkan kesulitan dalam kesehatan mental,” sambung Kimi.
Untuk mempermudah penggunaan, chatbot mental health dikemas dalam bentuk website dan dapat diakses kapanpun dan dimanapun tanpa perlu mengunduh aplikasi. Website chatbot dapat diakses pada laman maucurhat.id atau ip address http://151.106.112.101.
Banyaknya kasus yang berkaitan dengan isu kesehatan mental yang berujung bunuh diri dan gangguan kesehatan jiwa menjadi latar belakang utama dibuatnya chatbot. Sedangkan kalangan pelajar dan mahasiswa yang mengalami depresi seringkali memendam perasaannya.
“Setelah dilakukan beberapa penelitian dan wawancara, ditemukan bahwa mahasiswa keberatan untuk berkonsultasi dengan psikolog dikarenakan beberapa hal. Seperti biaya yang cukup besar untuk setiap sesi, malu dan kurang percaya untuk bercerita masalah pribadi ke orang asing, dan harus bertemu langsung dengan psikolog,” lanjutnya.
Melalui chatbot, pelajar bisa mendapatkan dukungan emosional tanpa batasan waktu. Pengguna dapat dengan mudah mengakses website tanpa harus membuat janji atau meninggalkan rumah.
“Mahasiswa bisa mendapatkan bantuan tanpa takut stigma yang sering melekat pada masalah kesehatan mental,” tutur Kimi.
Diharapkan aplikasi chatbot ini dapat melayani curhat mahasiswa dengan bahasa dan cara merespon yang hampir mirip dengan manusia. Oleh karena itu, algoritma aplikasi chatbot dan teknologi kecerdasan buatan akan terus ditingkatkan.
“Selanjutnya, aplikasi ini diharapkan dapat diterapkan dan dikembangkan lebih lanjut untuk memberikan manfaat bagi masyarakat serta menjadi rintisan bagi perusahaan berbasis teknologi dan startup,” pungkasnya.(*)