KETIK, BOJONEGORO – Kegiatan Perkemahan Antar Satuan Karya (Peran Saka) Pramuka Kwartir Daerah Jawa Timur di bumi perkemahan Tirtawana Dander Bojonegoro, 11-16 September 2024, ternyata mempunyai cerita rakyat yang patut diteladani.
Ketua Kwarda Jatim Arum Sabil saat pembukaan menceritakan, peserta Peran Saka yang berada di area kolam renang Tirtawana didorong memberikan manfaat bagi masyarakat layaknya air kehidupan.
Sama halnya lokasi perkemahan ini yang berada di Desa Dander. Tempat ini memiliki sumber mata air yang selalu mengalir, sejak sebelum lahir desa Dander.
Lokasi Peran Saka Pramuka Jatim, di Dander Bojonegoro memiliki cerita yang patut diteladani. (foto : Sutejo / ketik.co.id)
Dijelaskan lebih lanjut, mata air yang terus mengalir menjadi sumber kehidupan sampai saat ini.
"Di sinilah adik-adik Pramuka harus bisa meneladani menjadi air kehidupan bagi masyarakat. Maksudnya menjadi sumber aliran kebijaksanaan di tengah masalah yang ada di masyarakat," pinta Arum Sabil di hadapan peserta Peran Saka.
Selayaknya air, adik-adik Pramuka harus menjadi bagian penting di tengah masyarakat. Bagian yang menyuburkan
bukan menghancurkan, bagian yang menyejukkan bukan merepotkan.
Lantas Arum Sabil menceritakan, dulu Kaki dan Nyai Rembi memilih hidup di bawah pohon besar. Salah satunya karena berdekatan dengan sumber air, karena air adalah bagian terpenting bagi kebutuhan manusia.
Sumber mata air di Dander yang tidak pernah habis, dan selalu dimanfaatkan masyarakat sebagai sumber kehidupan. (foto : Sutejo / ketik.co.id)
Dalam cerita rakyat Dander Bojonegoro, dikisahkan pada zaman Hindu datang pengembara yang bernama Kaki dan Nyai Rembi. Awalnya mereka berdua babat hutan pandan yang sangat luas atau dalam bahasa jawa disebut panDAN anDER.
Oleh karena Kaki dan Nyai Rembe berdomisili di Ringin Be, maka lambat laun dijuluki BeDander.
Pada zaman Majapahit terjadi perang Paregrek atau pemberontakan Semi dan Kuti sekitar abad VIII, lokasi
tersebut sudah bernama BeDander dan pernah digunakan singgah raja Majapahit Jayanegara bersama patih Gajah Mada.
Lama kelamaan sebutan BeDander menjadi Dander, disebabkan adanya istilah bahasa Jawa yang dicekak atau disingkat. (*)