KETIK, BATU – Cuaca panas musim kemarau cocok rasanya menikmati semangkuk es campur legendaris di Kota Batu Jawa Timur. Betapa tidak, Muhammad Said, yang akrab disapa Mbah Said.menjual es campur tersebut sejak 70 tahun lalu. Kini penjualnya berumur 85 tahun.
Ia menjual es campur di gerobak kecil di Gang Kauman, Timur Masjid Agung Jami, Alun-alun Kota Batu.
Sosok Mbah Said masih segar bugar, meski berusia lanjut. Ia mulai berjualan tahun 1954. Dengan tangan yang mulai gemetaran, pria ramah ini melayani pelanggannya hingga sekarang.
"Bagaimana apa kurang manis atau kurang santan," begitu Mbah Said menyapa pelanggan, Sabtu, 31 Agustus 2024.
Semangkuk es campur Mbah Said sebenarnya sederhana saja, namun komplit dan segar. Isinya mulai agar-agar, tape, ketan hitam, kacang hijau, kolang-kaling, mutiara hingga roti. Es campur ini disajikan dengan es parut melimpah.
Mbah Said memang ramah kepada pelanggan. Tak heran, bila ia memiliki pelanggan setia sejak puluhan tahun lalu. "Saya jualan mulai umur 16 tahun, waktu itu masih berharga 60 sen satu mangkok," tambahnya.
Penampakan kios es Campur Mbah Said. (Foto: Sholeh/Ketik.co.id)
Mbah Said mengisahkan, ia berjualan es campur dengan meminta modal dari orang tua. Waktu itu, ia ingin menikah namun tidak memiliki pekerjaan.
Kebetulan rumahnya berdekatan dengan alun-alun yang waktu itu juga berfungsi sebagai pasar. Akhirnya ia nekat berjualan pecah belah sebelum jualan es campur.
Mbah Said sempat berdagang keliling sebelum menemukan tempat berjualan menetap di Gang Kauman, sebelah Masjid An Nuur Kota Batu.
”Pindah ke sini itu kira-kira tahun 1985. Dulu masih sepi. Tapi Alhamdulillah sejak Batu jadi Kota Wisata itu sekarang jadi ramai," ujar pria yang tinggal di Kampung Klebengan, Kelurahan Ngaglik itu.
Karena termasuk es campur legendaris, Mbah said memiliki pelanggan dari berbagai kalangan. Dari pegawai, pelajar hingga almarhum mantan Wali Kota Batu Eddy Rumpoko.
Menurutnya, kenangan dengan Eddy Rumpoko sangat membekas di ingatan Mbah Said. Kata dia, pria yang akrab disapa ER itu dulunya juga sering nongkrong minum es campur bikinannya.
"Kalau bulan puasa, pasti Pak Eddy nongkrong di sini setelah Salat Tarawih. Saya sering menolak uang yang diberikan, Tapi beliau pasti memaksa," jelasnya.
Mbah said memiliki 2 anak 5 cucu dan 6 buyut. Dari ketekunannya menjual es campur itu, ia berhasil bertahan hidup selama puluhan tahun. Bahkan ia bisa menyekolahkan anak-anaknya hingga ke perguruan tinggi.
"Sekarang satu mangkok seharga rp 6 Ribu. Saya akan terus berjualan hingga raga tidak kuat," ujarnya. (*)