253 ODGJ di Jatim Masih Terpasung, Ini 4 Daerah dengan Angka Pasung Tertinggi

Jurnalis: Moch Khaesar
Editor: M. Rifat

15 Januari 2025 12:01 15 Jan 2025 12:01

Thumbnail 253 ODGJ di Jatim Masih Terpasung, Ini 4 Daerah dengan Angka Pasung Tertinggi Watermark Ketik
Ilustrasi ODGJ terpasung (Ilustrasi: Rihard/Ketik.co.id)

KETIK, SURABAYA – Dinas Sosial Jatim mencatat ada 253 Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) atau difabel mental per Desember 2024 masih mengalami pemasungan oleh keluarganya.

Sebanyak 4 daerah yang memiliki angka korban pasung tertinggi seperti Kabupaten Sampang dengan 27 kasus, diikuti oleh Kabupaten Madiun 24 kasus, Probolinggo 19 kasus, dan Pamekasan 18 kasus.

"Dua kabupaten (Sampang dan Madiun) ini menjadi perhatian serius kami karena angkanya masih cukup tinggi," ujar Kepala Dinas Sosial Jatim, Restu Novi Widiani, Rabu, 15 Januari 2025.

Novi menjelaskan, pemasungan tersebut dilakukan oleh keluarganya sendiri. Kebanyakan dari mereka memilih langkah memasung anggota keluarganya yang difabel mental itu karena faktor ekonomi. "Kemiskinan menjadi akar masalah utama," katanya.

Novi juga menegaskan alasan lainnya memasung karena minim pengetahuan tentang kesehatan jiwa.

"Minimnya pengetahuan keluarga tentang kesehatan jiwa sering kali memicu tindakan pasung ulang meskipun sebelumnya korban telah dibebaskan," jelas Novi menambahkan.

Faktor lain yang menghambat adalah lingkungan masyarakat yang apatis terhadap program bebas pasung yang dicanangkan Dinsos Jatim. Keluarga merasa ketakutan terhadap ODGJ yang dianggap mengganggu keamanan.

"Banyak keluarga dan masyarakat merasa resah, sehingga mereka menolak program ini," ungkap Novi.

Sementara dalam program bebas pasung, Novi mengungkap bahwa program ini sudah ada sejak 2014. Selama 10 tahun berjalan ada sebanyak 1.594 difabel mental korban pasung yang dibebaskan.

Khusus tahun 2024 saja, tercatat sebanyak 33 korban pasung telah dibebaskan di tiga daerah. Antara lain, Kabupaten Blitar sebanyak delapan orang, Tulungagung sebanyak 19 orang dan Kota Kediri sebanyak enam orang.

"Proses pembebasan dilakukan melalui pendekatan terintegrasi yang melibatkan pendamping pasung, edukasi kepada keluarga korban, serta dukungan operator dari fasilitas kesehatan tingkat pertama," kata Novi.

Minimnya keterbatasan infratruktur yang memadai untuk penanganan ODGJ. "Selain itu, minimnya Posyandu Jiwa masih menjadi kendala serius," beber Novi.

Melalui program bebas Pasung ini, Novi menyebutkan bahwa Dinsos Jatim terus berupaya menciptakan sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan keluarga korban.

"Upayanya seperti edukasi, pelibatan keluarga, maupun tenaga pendamping, serta penyediaan layanan kesehatan yang lebih merata diharapkan dapat mempercepat pembebasan pasung di Jatim," paparnya.

Selain itu, menurut Novi, dukungan lintas sektor sangat diperlukan, mulai dari peningkatan ketersediaan obat ODGJ, penguatan Posyandu Jiwa, hingga keterlibatan aktif masyarakat dalam menjaga kesehatan jiwa di lingkungannya.

"Ini bukan hanya soal membebaskan ODGJ dari pasung, tapi juga memulihkan harkat dan martabat mereka sebagai manusia," pungkas Novi. (*)

Tombol Google News

Tags:

Orang terpasung dinas sosial jatim ODGJ gangguan kejiwaan