KETIK, MALANG – Empat organisasi profesi jurnalis di Malang Raya mengecam keras tindakan represif aparat kepolisian dan TNI yang menyebabkan beberapa jurnalis mengalami kekerasan fisik saat meliput aksi demonstrasi penolakan UU TNI di depan gedung DPRD Kota Malang pada Minggu, 23 Maret 2025.
Keempat organisasi yang menyatukan pendapatannya ialah Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen, Ikatan (AJI), Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), dan Pewarta Foto Indonesia (PFI).
"Mengingatkan aparat berhenti menggunakan tindak kekerasan terhadap jurnalis yang melakukan aktivitas kerja di lapangan. Kami telah menerima laporan adanya tindak kekerasan terhadap jurnalis saat meliput aksi demo menolak UU TNI di depan gedung DPRD Kota Malang," dalam keterangan tertulis diterima Ketik.co.id, Rabu, 26 Maret 2025.
Tindak represif aparat berupa pemukulan dilakukan terhadap jurnalis mahasiswa berinisial DN. Tak hanya dipukul, ia diseret dan diinjak oleh aparat berbaju preman.
Aparat mengabaikan identitas kartu pers, sebuah tindakan yang sangat disayangkan karena tidak mencerminkan sikap mengayomi dan melindungi.
Berdasarkan laporan Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Kota Malang, aksi kekerasan juga menyasar pada KI dari LPM Kavling10 Universitas Brawijaya (UB). Ia mendapat pemukulan oleh aparat saat hendak menjauh dari lokasi aksi. Bahkan aparat tak segan merampas ponsel miliknya.
Tak cukup sampai di situ, jurnalis perempuan dari UAPM Inivasi UIN Maliki juga tak luput dari pemukulan oleh Polisi.
"Polisi sempat meneriaki jurnalis tersebut untuk segera pergi sembari memukul tongkat kakinya. Ia juga mendapatkan pelecehan verbal berupa diskriminasi gender. Ia dipukul dua kali menggunakan tongkat di leher dan betis kanan hingga lebam," mengutip siaran pers.
Mengacu pada Pasal 4 Ayat 1, UU Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara. Dalam undang-undang tersebut juga menjamin kemerdekaan pers untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi yang diperoleh.
"Kami menilai tindakan kekerasan yang dilakukan aparat adalah bentuk kebrutalan menangani massa aksi. Aparat TNI/Polri bersama-sama melakukan kekerasan, baik terhadap jurnalis maupun demonstran lainnya," kecamnya.
Berdasarkan Perkap nomor 2 tahun 2019 tidak ada instruksi bagi aparat untuk melakukan kekerasan terhadap demonstran. Penindakan Huru Hara justru harus mengutamakan nilai-nilai yang humanis.
"TNI/Polri harus intropeksi karena seragam hingga pentungan yang mereka gunakan berasal dari uang pajak rakyat. Tindakan mementung rakyat yang menyatakan pendapat di muka umum adalah pengkhianatan serius oleh institusi TNI/Polri," tegasnya.
Adapun tuntutan yang diberikan oleh keempat organisasi profesi jurnalis di Malang Raya, yakni:
- Agar aparat bisa menjaga supremasi sipil demi tata negara yang demokratis.
- Tidak menggunakan tindak kekerasan terhadap jurnalis maupun demonstran
- Tidak melakukan pelecehan seksual terhadap massa aksi\
- Dibatalkannya UU TNI karena mencederai supremasi sipil
- Ditegakkannya UU RI Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers
- Mengutuk aksi kekerasan yang dilakukan oleh aparat terhadap wartawan
- Menuntut agar aparat harus bertanggung jawab atas aksi kekerasan tersebut dan mengambil tindakan yang tepat terhadap pelakunya.
- Menekankan pentingnya kebebasan pers dan hak-hak wartawan dalam melakukan tugas jurnalistik.
- Mengajak semua pihak untuk menghormati dan melindungi kebebasan pers dan hak-hak wartawan.(*)