88 Persen Daging Sapi di Sidoarjo Terindikasi Gelonggongan, Berbahaya bagi Kesehatan

Editor: Fathur Roziq

5 Februari 2025 06:31 5 Feb 2025 06:31

Thumbnail 88 Persen Daging Sapi di Sidoarjo Terindikasi Gelonggongan, Berbahaya bagi Kesehatan Watermark Ketik
Hasil survei Dispaperta Sidoarjo yang menyebut sebagian besar daging sapi yang beredar di Kabupaten Sidoarjo terindikasi hasil gelonggongan. (Sumber: Dispaperta Sidoarjo)

KETIK, SIDOARJO – Sebagian besar daging sapi yang beredar di pasar-pasar Kabupaten Sidoarjo terindikasi kuat merupakan hasil gelonggongan. Padahal, daging sapi gelonggongan membahayakan kesehatan saat dikonsumsi. Mengandung mikroba dan bersifat racun. Menggelonggong hukumnya haram.  

Kepala Bidang Produksi Peternakan Dispaperta Sidoarjo drh Tony Hartono menyatakan, Dinas Pangan dan Pertanian (Dispaperta) Kabupaten Sidoarjo telah menyurvei 5 pasar besari di Sidoarjo. Masing-masing Pasar Sidoarjo, Pasar Taman, Pasar Krian, Pasar Gedangan, dan Pasar Porong. Apa hasilnya?

”Sekitar 88 persen daging sapi di lima pasar itu merupakan hasil gelonggongan. Lima pasar tersebut menjadi tolok ukur peredaran daging di Sidoarjo,” kata Tony Hartono pada Selasa (5 Februari 2025).

Padahal, lanjut Tony Hartono, daging gelonggongan berbahaya bagi kesehatan yang mengonsumsinya. Misalnya, mengandung mikroba yang bersifat racun. Berbahaya bagi tubuh manusia. Dagingnya pun lebih cepat membusuk. Tidak segar.

”MUI (Majelis Ulama Indonesia) tegas memfatwakan bahwa daging sapi hasil gelonggongan ini haram,” tegas Tony Hartono.

Dia menjelaskan, daging gelonggongan berasal dari sapi yang dipaksa meminum air sebanyak-banyaknya sebelum disembelih. Penggelonggong berniat meningkatkan berat badan sapi. Cari untung sebesar-besarnya. Mereka tidak peduli.

Padahal, kualitas daging gelonggongan itu turun. Kadar proteinnya rendah karena larut dalam air. Risikonya jelas dirasakan oleh konsumen. Apalagi air yang digunakan untuk menggelonggong sapi ternyata tidak higienis.

”Rawan sekali menjadi penyakit kalau salah pula saat mengolahnya,” tambahnya.

Foto Hasil penelusuan Dispaperta Sidoarjo yang menyebut asal daging sapi yang beredar di Kabupaten Sidoarjo bukan rumah potong hewan (RPH) resmi, melainkan TPH liar yang tidak memenuhi standar. (Sumber: Dispaperta Sidoarjo)Hasil penelusuan Dispaperta Sidoarjo yang menyebut asal daging sapi yang beredar di Kabupaten Sidoarjo bukan rumah potong hewan (RPH) resmi, melainkan TPH liar yang tidak memenuhi standar. (Sumber: Dispaperta Sidoarjo)

Tony Hartono menjelaskan, Dispaperta Sidoarjo juga telah menelusuri asal-muasal daging sapi gelonggongan yang beredar di 5 pasar besar di Kabupaten Sidoarjo. Rata-rata berasal dari tempat pemotongan hewan (TPH) liar. Tidak resmi. Tidak higienis.

Pemotongan hewan liar itu tidak memenuhi persyaratan. Baik syarat hewannya, personelnya, sanitasi tempatnya, dan sebagainya. Karena itu tidak mendapatkan sertifikasi halal dan NKV (Nomor Kontrol Veteriner). Karena itu, jelas tidak memenuhi syarat dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).

Peredaran daging sapi gelonggongan ini menjadi perhatian penting Dispaperta Sidoarjo. Sebab, di Kabupaten Sidoarjo, banyak sekali produsen hasil olahan berbahan daging. Misalnya, pedagang pentol, pedagang bakso, sosis, dan lain-lainnya.

”Kan banyak sekali jumlahnya di Sidoarjo,” tambah Tony Hartono. (*)

 

Tombol Google News

Tags:

sidoarjo Kabupaten Sidoarjo Daging Sapi Gelonggongan Fatwa MUI Dinas Pangan Sidoarjo drh Tony Hartono TPH liar RPH Krian