KETIK, BANDUNG – Pondok Pesantren Al-Jawami Sindangsari banyak dikenal sebagai ponpes perintis berdirinya Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Jawa Barat tahun 1958, sebelum akhirnya kepengurusan MUI berdiri di Jakarta tahun 1975.
Menurut pimpinan Ponpes Al Jawami, KH Imang Abdul Hami, Ponpes Al Jawami Sindangsari didirikan 3 Mei 1931 oleh Asy-Syaikh KH Muhammad Sudja’i, di Kampung Sindangsari RT.003 / RW.021, Desa Cileunyi Wetan, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung.
Kiai Sudja’i sendiri lahir di Sindangsari, Cileunyi tahun 1901, merupakan anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan KH. Muhammad Ghazali dan Hj. Siti asal Cirebon.
Sebelumnya, Mama Sudja'i menuntut ilmu (mesantren) di Ponpes Panyawungan, Ponpes Cibaduyut Bandung, Gentur Cianjur (KH. Syatibi), Pesantren Gunung Puyuh Sukabumi, Banjar Ciamis, dan Pesantren Sukamiskin di bawah asuhan KH. Dimyati.
Inisiatif Mama Sudja’i mendirikan Pesantren Sindangsari mendapat dukungan dari ayahnya, KH. Ghazali dan dukungan sang paman yaitu H. Tamim, serta saudaranya KH. Sairoji dan KH Dimyati.
Adapun motivasi lain yang melatarbelakangi berdirinya Ponpes Sindangsari Al-Jawami adalah amar ma’ruf nahyi munkar. Karena disadari masyarakat pada waktu itu buta akan ajaran agama Islam, langkah yang dilakukan adalah dengan pengajian keliling yang dititikberatkan pada segi keimanan dan praktek ibadah.
Pada mulanya kondisi masyarakat Cileunyi dalam pemahaman dan pengetahuan keagamaan masih sangat memprihatinkan. Hal ini karena belum ada orang yang mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada masyarakat.
Maka sejak itulah Kiai Sudja’i mengajak dan bertabligh kepada masyarakat sekitar dengan perlahan, agar masyarakat mengerti dan memahami tentang ajaran Islam.
Dalam dakwah Kiai Sudja’i lebih menanamkan materi keamanan praktek ibadah tasawuf, serta ilmu-ilmu lainnya. Dengan metode tersebut Kiai Sudja’i mendapat simpati dari masyarakat dan memberikan dukungan serta motivasi untuk mendirikan pondok pesantren.
Peranan KH. R. Sudja’i bukan hanya di bidang pendidikan saja, beliau ikut berperan dalam menciptakan kondisi kondusif bangsa setelah kemerdekaan. Dedikasinya dalam penyebaran syari’at Islam serta dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia baik semasa merebut kemerdekaan hingga mempertahankannya tak diragukan lagi.
KH R M Sudja'i, pendiri Ponpes Sindangsari Al Jawami.
Perintis Berdirinya MUI
Mama Sudja'i juga menjadi salah satu tokoh Mustasyar NU Kabupaten Bandung dan salah seorang penggagas berdirinya Majelis Ulama Indonesia (MUI). Adapun dari pihak pemerintahan yang terlibat dalam pendirian MUI ini diwakili oleh Arhatha dan HR. Sutalaksana.
"Tujuan didirikannya MUI mulanya dalam rangka mengorganisir alim ulama sebagai tenaga pendidik dan tokoh yang berpengaruh di kalangan masyarakat," tutur pimpnan Ponpes Al Jawami, KH Imang Abdul Hamid kepada ketik.co.id, Minggu 16 Maret 2025.
Di Pesantren Sindangsari inilah, kata KH Imang, pada tahun 1958 diselenggarakan pertemuan antara ulama dan umaro, dalam hal ini diwakili Kol. RA. Kosasih sebagai penguasa daerah Swantara I Provinsi Jawa Barat.
KH. R. Sudja’i terpilih sebagai Ketua MUI yang pertama, dibantu oleh anaknya dan menantunya yaitu KH. R. Totoh Abdul Fatah. Mama Sudja'i juga didampingi oleh beberapa ulama terkemuka di Jawa Barat lainnya seperti KH. Badruzzaman, KH. Burhan, KH. Sayid Utsman, KH. Sulaiman, dan KH. Abdul Malik.
"Sejak berdirinya MUI, perkembangan Ponpes Sindangsari Al Jawami dari tahun ke tahun cukup pesat. Sehingga pada tahun 1960-an mulai dibangun pesantren dengan bangunan yang lebih layak," tutur KH Imang Abdul Hamid.
Antara Nama Sindangsari-Al Jawami-Sirnagalih-Syamsul Ma’arif
Kemudian pada tahun 1975, nama Pesantren Sindangsari berubah nama menjadi pesantren Al-Jawami’, seiring dengan diselenggarakannya pendidikan formal, selain pesantren tradisional.
Al-Jawami’ yang memiliki arti “lengkap dan universal” ini dipilih dengan komitmen untuk mengajarkan kitab ushul fiqh Jam‘ul Jawami‘. Nama ini diambil dari sebuah kitab yang disenangi oleh KH. Sudja’i yaitu Kitab Ushul Fiqih “Jam’ul Jawami”.
Mama Sudja’i wafat tahun 1984, dimakamkan di Komplek Ponpes Al-Jawami Sindangsari, Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung.
Estafet kepemimpinan Ponpes Al Jawami dilanjutkan menantunya KH Aceng Djaeni Dahlan yang secara resmi dimulai tahun 1987.
KH Aceng Dahlan dibantu oleh para menantunya yaitu KH R Totoh Abdul Fatah, KH Endang Rahmat dan KH Mansyur dalam pembangunan Al Jawami.
KH Aceng kemudian mengembangkan lagi dengan mendirikan Pesantren Sindangsari III pada tahun 1989 dengan nama Ponpes Sirnagalih, yang berlokasi sekitar 500 meter di sebelah barat Pesantren Al-Jawami.
Pada tahun 1993, Ponpes Sirnagalih berkembang dengan mendirikan Yayasan Pendidikan Islam Sirnagalih (Yapisa), sekaligus mendirikan RA, MTs, MA serta KBIH Yapisa di Kp Ciburial Desa Cileunyi Kulon Kecamatan Cileunyi.
Pada tahun 1998 nama Pesantren Sirnagalih diganti menjadi Syamsul Ma’arif sampai sekarang.
Drs. KH. Aceng Djaeni Dahlan wafat pada 16 Agustus 2001 bertepatan dengan 7 Jumadil Akhir 1412 H. Saat ini Pesantren Syamsul Ma’arif dilanjutkan oleh putera dari KH Aceng yaitu Dr. KH. Asep Zaenal Muttaqien, ST, M.Ag. yang juga menjabat Sekretaris MUI Jabar periode 2015-2020 dan Sekretaris Lajnah Falakiyah NU Jabar.
Pada tahun 2001 pula, pembangunan fisik kepesantrenan Al Jawami dilanjutkan oleh K.H. R. Totoh Abdul Fatah dan putera-puteri pendiri lainnya sebagai penasihat organisasi IKBAL (Ikatan Keluarga Besar Al-Ghazali). Kiai Totoh wafat pada 1 September 2008.
Yayasan Pembina Pendidikan Tinggi (Yapata) Al-Jawami yaitu Madrasah Aliyah (1977), Sekolah Tinggi Bahasa Asing (1989), Sekolah Tinggi Agama Islam (1999), Taman Kanak-kanak (2000) di lingkungan Ponpes Al-Jawami, sempat diasuh oleh putera keempatnya, Prof DR. H. Deding Ishak Ibnu Sudja’, SH.,MM, yang hingga tahun 2025 menjadi Ketua STAI Al Jawami Sindangsari.
Ponpes Al Jawami Sindangsari tahun 2025 ini sudah melahirkan ribuan alumni. Mereka pada umumnya menjadi ulama-ulama di berbagai pelosok di Jawa Barat. Di antaranya tidak sedikit yang menjadi pejabat pemerintah dan menjadi pengusaha terkemuka.
Anak bungsu dari Mama Sudja’i, yaitu KH. Imang Abdul Hamid, hingga tahun 2025 ini meneruskan estafet kepemimpinan Pesantren Sindangsari Al Jawami.
Pimpinan Ponpes Sindangsari Al Jawami KH Imang Abdul Hamid.
Tentang Ponpes Al Jawami Sindangsari
Pesantren Al-Jawami Sindangsari adalah pesantren berbasis tradisional atau yang biasa disebut dengan pesantren salaf atau salafiyah, di mana seluruh santri mengkaji kitab-kitab kuning.
Sebagian besar santri Al-Jawami adalah mahasiswa. Letak pesantren yang strategis dan dikelilingi oleh perguruan-perguruan tinggi membuat hampir 90 persen santri Al-Jawami adalah mahasiswa atau pelajar.
Metode belajar yang diajarkan di pesantren ini adalah metode sorogan wetonan dan metode klasikal.
Setiap minggunya para santri melakukan proses belajar mengajar di mana santri membaca kitab yang dikaji di depan ajengan atau kiai, atau hal ini yang dimaksud dengan metode sorogan wetonan.
Kemudian metode klasikal di mana setiap dalam proses mengaji santri akan belajar secara langsung dari ajengan atau kiai. Kiai atau ustaz mengkaji dan membaca kitab yang diajarkannya dan santri menyimak, mendengarkan apa yang disampaikan oleh guru ngajinya.
Pesantren Sindangsari Al-Jawami berkultural Nahdatul Ulama (NU) dengan kekhasan fikih bermazhab Syafi’i. Amaliyah rutin yang dilakukan santri yaitu melakukan pembacaan kitab maulid, pembacaan yasinan, marhabaan pada malam Jumat, membaca kunut pada salat subuh, melakukan peringatan isra mikraj, dan sebagainya.
Dalam proses belajar, santri Al-Jawami mengkaji kitab-kitab kuning. Dalam memahami kitab bahasa Arab, santri memakai sistem makna gundul dan makna terjemahan bebas sekaligus.
Penguasaannya lebih mantap terhadap ilmu gramatika bahasa Arab seperti ilmu nahwu saraf secara mendalam. Ilmu-ilmu tersebut dipelajari serius dan menempati porsi cukup besar dalam kurikulum Pesantren Al Jawami.
Di samping itu, ada yang berbeda dalam kepengurusan pesantren ini, di mana hak pendidikan dan sistem pendidikannya diserahkan penuh kepada Dewan Santri (Desan) atau kepada santri yang dipercayai oleh pemilik pesantren secara langsung.
Pesantren ini memfasilitasi santrinya untuk menyalurkan hobi dan bakatnya. Hal ini terlihat dalam hadirnya berbagai ekstrakulikuler, di antaranya Corp Dakwah Santri Aljawami (CDSA), Asosiasi Filologi Al-Jawami, Als Suja, dan Dewan Santri (Desan).
CDSA merupakan suatu lembaga untuk mewadahi minat dan bakat santri Al-Jawami dalam berdakwah. Sementara Asosiasi Filologi Al-Jawami merupakan lembaga yang berhubungan dengan pernaskahan. Dalam hal ini akan mengasah bakat para santri dalam membaca dan menulis naskah dengan baik.
Sedangkan ekstrakurikuler Als Suja merupakan nama dari kelompok marawis dan hadrah Al-Jawami. Hal ini bermanfaat bagi para santri guna mempersiapkan santri Al-Jawami yang menguasai di bidang seni islami.
Yang lainnya, Dewan Santri merupakan organisasi untuk mengelola sistem pendidikan di Pesantren Sindangsari Al-Jawami dan keseluruhannya.
Santri Al-Jawami disiapkan sebagai santri siap guna. Hal ini ditandai dengan kegiatan rutinan yang diadakan setiap tahunnya, di mana para santri akan disiapkan terjun langsung dalam kegiatan Karya Nyata Santri (KNS).
Seluruh Santri melakukan pengabdian kepada masyarakat selama sebulan dan dimanfaatkannya untuk mengamalkan ilmu yang telah diterima selama di pesantren.
Pondok (Kobong) Pesantren Al Jawami.
STAI Yapata Al Jawami
Selanjutnya Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Yapata Al-Jawami didirikan pada 16 September 1999 atas dasar kebutuhan dan cita-cita untuk memberikan pelayanan terhadap masyarakat menengah ke bawah, untuk meneruskan pendidikannnya ke jenjang pendidikan tinggi.
Dengan dukungan dari masyarakat dan aparat serta instansi baik pendidikan sosial dan kemasyarakatan,maka dicetuskanlah suatu keputusan Ketua Yayasan Pembina Pendidikan Tinggi Yapata Al-Jawami Bandung 133/SK/YAPATA/Ajm/IX/1999 untuk mendirikan STAI Yapara Al Jawami.
Di antara para tokoh inti yang ikut andil pada pendirian STAI Yapata Al-Jawami adalah:
1. KH.R Totoh Abdul Fatah selaku ketua Yayasan Pendidikan Tinggi (Yapata) Al-Jawami Bandung
2. Prof Dr. H. Deding Ishak, SH,. MM.
3. Drs. H. Bunyamin Alamsyah, M.Hum.
4. Hj. Rachmayani Dewi, SH.
5. Drs. H. Hasjim Rochimi, M.Pd.
Selain nama-nama tersebut ,juga banyak para tokoh yang secara langsung maupun tidak langsung memberikan dukungan moril maupun tenaganya.
STAI Al-Jawami mendapatkan legalisasi pertama berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Islam Departemen Agama RI Nomor E39/2000 tanggal 21 Maret 2000. Dengan status terdaftar Program Studi yang diselenggarakan adalah S1 Pendidikan Agama Islam pada Fakultas Tarbiyah dan S1 Muamalah pada Fakultas Syariah.
Kemudian pada tanggal 27 Oktober 2011. STAI kembali mendapatkan perpanjangan operasional dari Direktorat Pendidikan Islam Kementerian Agama RI dengan Nomor Dj.I/1470/2011 dengan jurusan yang sama.(*)