Ajukan Eksepsi, Mantan Bupati Probolinggo dan Suami Keberatan Pasal Gratifikasi dan TPPU

Jurnalis: Moch Khaesar
Editor: M. Rifat

21 Juni 2024 03:15 21 Jun 2024 03:15

Thumbnail Ajukan Eksepsi, Mantan Bupati Probolinggo dan Suami Keberatan Pasal Gratifikasi dan TPPU Watermark Ketik
Sidang Mantan Bupati Probolinggo, Puput Tantriana Sari dan suaminya Hasan Aminudin dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Kamis (20/6/2024). (Foto: Khaesar/Ketik.co.id)

KETIK, SURABAYA – Mantan Bupati Probolinggo, Puput Tantriana Sari dan suaminya yang merupakan eks anggota DPR RI Fraksi Nasdem, Hasan Aminudin kembali menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya. Dalam sidang itu, kedua terdakwa mengajukan keberatan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK.

Kedua terdakwa terjerat kasus dugaan gratifikasi dan Tindak Pindana Pencucian Uang (TPPU). Dalam eksepsinya, kuasa hukum terdakwa, Diaz Wiriardi secara tegas meminta agar majelis hakim menolak dakwaan JPU dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Diketahui, dakwaan jaksa bahwa keduanya dianggap melanggar pasal 12B tentang Gratifkasi serta Pasal 3 dan Pasal 4 UU TPPU.

"Kami kuasa hukum terdakwa meminta mejelis hakim menolak dakwaan jaksa karena terlalu mengada-ngada, tidak jelas dan mengaburkan fakta sebenarnya," ujar Diaz saat membacakan eksepsi, Kamis (20/6/2024).

Diaz meminta majelis hakim untuk membebaskan kedua terdakwa dari dakwaan jaksa. Sekaligus meminta untuk mengembalikan seluruh harta yang disita akibat perkara tersebut.

Lebih lanjut, Diaz menilai kalau jaksa tidak jelas dalam menguraikan perbuatan gratifikasi yang didakwakan kepada kedua terdakwa. "Menurut uraian jaksa, gratifikasi dilakukan melalui perantara orang lain," katanya.

"Ternyata kebanyakan dari penerimaan uang atau barang tersebut kepada lembaga pesantren dan dan ormas NU, tanpa mengurai lebih lanjut keterkaitan penerimaan uang atau barang oleh pihak lain tersebut dengan para terdakwa," jelasnya menambahkan.

Akibat ketidakjelasan dakwaan itu, maka hal tersebut akan merugikan hak-hak terdakwa di dalam melakukan pembelaan, dan berpotensi akan menyesatkan hakim di dalam mengambil keputusan.

Selain dianggap tidak jelas dan kabur, para terdakwa dalam eksepsinya juga menyatakan bahwa surat dakwaan yang disusun oleh jaksa dianggap bersifat "ne bis in idem" alias perkara yang diajukan saat ini sama dengan perkara sebelumnya yang telah diputus oleh hakim. Vonis pada perkara pertama bahkan telah berkekuatan hukum tetap.

"Ne bis in idem merupakan asas hukum yang mengandung pengertian bahwa seseorang tidak boleh dituntut sekali lagi karena perbuatan yang baginya telah diputuskan oleh hakim," katanya.

Terlebih saat ini, lanjut Diaz, kedua terdakwa sedang menjalani pidana penjara berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor 30 K/Pid.Sus/2023 tanggal 31 Januari 2023 yang telah berkekuatan hukum tetap.

Berdasarkan putusan pengadilan tersebut, kedua dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi menerima suap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 UU Tipikor.

"Dengan adanya frasa suap tersebut, maka pada prinsipnya penerimaan gratifikasi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 12 B UU Tipikor tersebut adalah sama dengan penerimaan suap," tegasnya.

Diaz menyebut, menurut prinsip dan karakteristiknya perbuatan penerimaan gratifikasi sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 12 B UU Tipikor adalah sama atau serupa dengan perbuatan penerimaan suap sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 5 ayat (2), Pasal 11, Pasal 12 huruf a, dan Pasal 12 huruf b UU UU Tipikor.

"Sama-sama merupakan perbuatan penerimaan suap, maka perkara pidana yang saat ini didakwakan pada kedua terdakwa masuk kategori ne bis in idem. Berdasarkan ketentuan Pasal 76 ayat (1) KUHP dan Pasal 18 ayat (5) UU HAM,  tidak dapat lagi dilakukan penuntutan," tegasnya.

Dalam perkara pertama, Puput dan Hasam divonis empat tahun penjara. Keduanya dinyatakan terbukti melanggar Pasal 12 huruf A atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.

Kasus yang menjerat mereka adalah dugaan suap terkait dengan seleksi atau jual beli jabatan penjabat kepala desa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Probolinggo pada tahun 2021. Hasan dan istrinya terjerat sebagai penerima suap bersama Camat Krejengan Doddy Kurniawan dan Camat Paiton Muhamad Ridwan.

Majelis hakim persidangan belum memutuskan mengenai eksepsi yang diajukan kedua terdakwa lewat kuasa hukumnya tersebut. Putusan sela itu akan digelar pada persidangan selanjutnya yang dijadwalkan digelar Kamis pekan depan. (*)

Tombol Google News

Tags:

Mantan Bupati Probolinggo Hasan Aminuddin Puput Tantriana Sari Pengadilan Tipikor Korupsi Gratifikasi TPPU