KETIK, MALANG – Usulan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump untuk merelokasi warga Gaza Palestina ke Indonesia mendapat penolakan dari Kementerian Luar Negeri RI.
Rencana tersebut oleh Akademisi Universitas Brawijaya (UB), Yusli Effendi dinilai sebagai upaya pengusiran terselubung warga Gaza dari tanah airnya.
Menurut Dosen Hubungan Internasional (HI) dan pakar kajian Timur tengah itu, ide relokasi warga Gaza akan menghapus jejak sejarah Palestina. Jika terjadi, tragedi Nakba 1948 yang merupakan penghancuran masyarakat dan tanah air Palestina dapat terulang kembali.
“Palestina memang membutuhkan bantuan, tetapi gagasan meninggalkan tanah air mereka sama saja dengan pengusiran terselubung. Jika relokasi terjadi, ini akan mengulang tragedi Nakbah 1948, ketika ratusan ribu warga Palestina diusir oleh Israel. Mereka kehilangan tanah, rumah, dan identitas sejarah mereka,” ujarnya, Kamis, 20 Januari 2025.
Terlebih jarak antara Indonesia dan Palestina terlampau sangat jauh. Relokasi tersebut bukan hanya memindahkan individu, melainkan komunitas besar dengan akar budaya dan identitas yang kuat.
Tak menutup kemungkinan juga rencana relokasi warga Gaza akan menjadi celah bagi Israel untuk menghapuskan bukti sejarah Palestina.
“Jika Gaza ditinggalkan, Israel dapat dengan mudah merekonstruksi wilayah itu sesuai kepentingannya. Artefak sejarah akan hilang, dan generasi mendatang Palestina tidak lagi memiliki memori kolektif tentang perjuangan mereka,” lanjutnya.
Menurutnya, Indonesia dinilai menjadi negara yang vokal dalam mendukung kemerdekaan negara Palestina. Penyebutan nama Indonesia oleh Trump dinilai sebagai bentuk jebakan politik.
"Kita juga dikenal sebagai negara Muslim terbesar yang sering memprotes kebijakan Israel. Jadi ketika nama kita disebut, ini seperti jebakan politik. Kalau menerima, kita akan kewalahan. Kalau menolak, kita bisa dicap tidak peduli,” ucapnya.
Untuk itu diplomasi bersama forum seperti PBB dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) menjadi salah satu jalan keluar atas persoalan tersebut. Pemerintah Indonesia juga harus mendorong negara Arab untuk menunjukkan solidaritas.
“Masalah ini tidak bisa diselesaikan oleh satu negara saja. Negara-negara Arab, yang secara geografis lebih dekat dengan Palestina, seharusnya menjadi pihak utama yang bertanggung jawab. Namun, sayangnya, banyak negara Arab yang justru tidak bersatu,” tutupnya. (*)