KETIK, PALEMBANG – Sungguh malang nasib generasi Milenial dan Z. Meski menjadi kelompok pemilih terbanyak di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024, nyatanya masa depan mereka masih terabaikan.
Di provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) sendiri, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumsel telah menetapkan daftar pemilih tetap (DPT) sebanyak 6.382.739 orang dengan jumlah pemilih muda mencapai 55 persen.
Meski jumlahnya lebih dari setengah, nasib pemilih muda masih belum terlihat di Debat Pilkada Sumsel 2024. Akankah generasi Milenial dan Z hanya menjadi komoditas suara saja?
Tak bisa dipungkiri, anak-anak muda kini sudah merajai populasi masyarakat Provinsi Sumsel. Pemerintah Provinsi Sumsel pun telah memproyeksikan bahwa dalam waktu 5 tahun ke depan, Sumsel akan mengalami ledakan penduduk usia produktif.
Artinya, provinsi dengan tingkat pengangguran terbuka (TPT) sebesar 3,97 persen ini harus bisa mencari pemimpin yang bisa memberikan solusi lapangan kerja bagi penduduk yang baru memasuki usia produktif.
Akan tetapi, pada Debat Pertama Pilkada Sumsel 2024 bertema "Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat, Memajukan Daerah, dan Memperkokoh Persatuan Bangsa", tak satupun dari ketiga calon gubernur (cagub) Sumsel yang awas soal ancaman ledakan penduduk tersebut.
Tiga Cagub Sumsel, yakni cagub nomor urut 01 sekaligus petahana Herman Deru, cagub nomor urut 02 Eddy Santana Putra, dan cagub nomor urut 03 Mawardi Yahya, justru fokus pada pembahasan lain.
Senggol tipis nasib anak muda
Di dalam debat, sempat muncul pembahasan mengenai pemberdayaan gender dan pemuda untuk meningkatkan daya saing. Subtema ini dibeberkan oleh Mawardi Yahya saat menyampaikan visi dan misinya yang bertajuk "Sumsel Bangkit Bersama".
Namun, topik ini tidak mendapat perhatian serius dari para cagub. Selepas Mawardi menyampaikan visi dan misinya, topik ini seolah hilang ditelan bumi.
Pembahasan mengenai anak muda pun muncul lagi saat panelis mengajukan pertanyaan kepada Herman Deru terkait langkah konkret untuk memberantas penyalahgunaan narkoba yang mengancam masa depan penerus bangsa.
Pasalnya, berdasarkan data Badan Narkotika Nasional (BNN) tahun 2023, Sumsel berada pada urutan kedua sebagai provinsi dengan penyalahgunaan narkoba terbanyak di Indonesia.
Herman Deru pun menanggapi pertanyaan itu dengan menghadirkan solusi satu desa satu rumah tahfiz. Rumah itu menjadi sarana di mana anak-anak akan belajar ilmu-ilmu keagamaan.
Akan tetapi, Eddy menyangkal bahwa pengadaan rumah tahfiz di setiap desa tidak efektif, terbukti dengan jumlah pemakai narkoba Sumsel tertinggi kedua nasional.
Di sisi lain, Mawardi memperkuat pernyataan Eddy dengan menyebutkan bahwa pembangunan rumah tahfiz bukanlah ide baru, melainkan sudah ada sejak zaman sebelum masa pemerintahan Herman Deru.
Dalam ranah menjaga toleransi dalam masyarakat, mereka menitikberatkan peran tokoh atau pemuka agama, termasuk mengusulkan pembelajaran mengenai toleransi untuk dilakukan sejak usia dini, antara lain dari taman kanak-kanak (TK).
Memasuki segmen pembahasan pusat pertumbuhan ekonomi baru, para kandidat justru saling tuding dan melempar tanggung jawab soal pembangunan Pelabuhan Tanjung Carat yang jalan di tempat. Mereka sama sekali tidak menyenggol nasib generasi muda dalam pembukaan pusat ekonomi baru.
Sampai sesi penutup, tak satupun kandidat yang menyampaikan sepatah kata mengenai generasi muda.
Generasi muda komoditas suara
Minimnya perhatian para Cagub Sumsel terhadap masa depan Generasi Milenial dan Z menimbulkan kesenjangan. Padahal, kaum muda menguasai lebih dari setengah total suara yang ada. Kaum muda jugalah yang akan melanjutkan kiprah pembangunan negeri.
Dalam hal ini, pengamat politik Sumsel, Bagindo Togar menilai, perlu ada perubahan pola pikir dan strategi dalam memberdayakan anak-anak muda.
"Mereka menganggap kalau mau membangun Generasi Z dan Milenial adalah dengan apa-apa yang serba digital. Tapi sebenarnya nggak begitu. Mereka lupa menyentuh persoalan-persoalan psikologis dan karakteristik generasi muda," tutur Bagindo, Selasa 29 Oktober 2024.
Padahal, lanjut Bagindo, generasi muda zaman sekarang jauh lebih melek teknologi ketimbang generasi pendahulunya. Oleh karena itu, generasi muda akan jauh lebih cepat dalam mengikuti perubahan zaman.
Karakteristik generasi muda yang cepat tanggap dalam menghadapi perubahan itulah yang seharusnya menjadi perhatian serius oleh pemerintah dan kepala daerah. Karena bukan tidak mungkin, meledaknya populasi usia produktif akan menjadi bom waktu yang berdampak besar.
"Anak muda 'kan juga mempunyai ide-ide pikiran yang perlu untuk diperhatikan, bagaimana mereka melihat tindak pidana korupsi, lingkungan, pemerintahan yang bersih, dan lain-lainnya," tutur Bagindo.
Oleh karena itu, Bagindo menekankan dengan keras kepada para calon kepala daerah untuk tidak semata-mata menjadikan Generasi Milenial dan Z sebagai komoditas suara.
Sebab merekalah nanti, yang dalam beberapa tahun ke depan, akan mengisi sebagian besar segmen yang ada di dalam masyarakat. Peran anak muda sangat diperlukan untuk keberhasilan di masa mendatang.
Mereka juga yang nanti akan bersaing mencari lapangan pekerjaan. Hal ini menjadi PR besar pemerintah secara umum dalam mengentaskan permasalahan generasi muda.
"Bagaimana mereka merasa diakomodasi keberadaannya. Jangan semata-mata generasi muda dijadikan komoditas suara dalam event politik tertentu," tegas Bagindo.
Bagindo mengharapkan calon pemimpin daerah yang mampu mengakomodasi segala lapisan masyarakat, tak hanya mementingkan segelintir golongan dan melupakan elemen besar penerus bangsa. (*)