KETIK, SURABAYA – Berbicara mengenai kawasan kota lama tentu tidak bisa dilepaskan dari masa penjajahan Belanda pada masa lalu. Sejarawan Universitas Airlangga Dr. Sarkawi B. Husain menjelaskan jika awal terbentuknya Kota Lama Surabaya bisa dibagi dalam 2 periode.
Yakni periode pra 1920 an dan periode pasca 1920 an. Periode pra 1920 an wilayah kota lama membentang dari Tanjung Perak hingga ke Jalan Indrapura. Sedangkan periode pasca 1920 an itu membentang lebih ke selatan seperti balai kota hingga Darmo.
"Kota lama pada jaman dahulu juga disebut kota atas karena memang letaknya yang berada di utara. Selain itu juga ada sebutan daerah hulu karena memang berada di hulu sungai, dan daerah selatan disebut hilir," jelas Sarkawi kepada Ketik.co.id.
Lebih lanjut, Kota Lama Surabaya yang terbagi menjadi 4 Zona tak lepas dari hukum pemisahan pemukiman yang bersifat diskriminatif pada masa itu. Seperti yang kita tahu jika Kota Lama Surabaya terdiri dari Zona Eropa,Zona Arab, Zona Pecinan dan Zona Melayu.
"Munculnya pemukiman yang terpisah berdasarkan ras ini, tak lepas dari aturan diskriminatif yang pemerintah Belanda pada tahun 1924 silam," tambahnya.
Penampakan Zona Pecinan yang terletak di Jalan Kembang Jepun. (Foto: Husni Habib/Ketik.co.id)
Sejalan dengan aturan diskriminatif tersebut tentu saja ras Belanda atau Eropa memiliki beragam kelebihan dibandingkan dengan ras yang lain. Salah satunya dalam hal pendidikan ras Belanda dan keturunannya bisa mendapatkan akses pendidikan yang layak. Selain itu juga fasilitas, sarana dan prasarana di Zona Eropa bisa dibilang lebih lengkap.
Hal ini berbanding terbalik dengan ras melayu, arab dan juga tionghoa. Contohnya bagi ras selain Eropa jika ingin bepergian mereka harus memiliki surat jalan. Dengan adanya peraturan ini tentu saja mereka tidak memiliki keleluasaan dalam berdagang, karena tidak bisa se enaknya keluar wilayah mereka.
"Aturan ini dulu diterapkan pada tahun 1816 jauh sebelum adanya aturan pemisahan pemukiman berdasarkan ras yang dikeluarkan tahun 1924,"paparnya
"Kalau sampai ada warga yang kedapatan keluar tanpa membawa surat jalan maka akan didenda sebanyak 10 gulden. Jumlah ini cukup besar pada masa itu," imbuhnya.
Berbicara mengenai pembagian zona wilayah pemukiman di kawasan kota lama yang saat ini kembali dihidupkan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, Sarkawi meminta kepada pemkot untuk tidak meromantisasi hal tersebut.
Dalam hal ini perlu diberikan penjelasan kepada masyarakat mengenai awal mula adanya pembagian pemukiman tersebut. Karena memang pembagian pemukiman tersebut merupakan hal yang diskriminatif.
"Jadi pemerintah jangan hanya berhenti membagi kota lama yang terdiri dari 4 zona. Harus dijelaskan kenapa bisa ada 4 zona itu. Karena hal itu merupakan sikap diskriminatif, jangan malah diromantisasi," tukasnya
"Penjelasan ini bisa diberikan dalam bentuk plakat atau papan petunjuk yang berisi keterangan agar masyarakat bisa teredukasi," pungkasnya.(*)