KETIK, SURABAYA – Sungguh memprihatin, pasien yang menjalani cuci darah (hemodialisis) ternyata tak hanya orang dewasa. Anak-anak di Jawa Timur pun banyak yang mengalami gagal ginjal yang berujung dilakukan upaya medis dengan proses membersihkan darah dari zat-zat sampah. Jumlahnya setiap hari ada 10 anak menjalani cuci darah, 2 kali dalam sepekan.
Disinyalir anak mengalami gagal ginjal akibat menjadi korban gaya hidup dengan pola makan dan minum berkadar gula tinggi. Serta makanan instant yang mengandung pengawet. Benarkah begitu?
Kepala Dinas Kesehatan Jawa Timur (Kadinkes Jatim) dr. Erwin Astha Triyono mengungkapkan, sebenarnya kasus gagal ginjal pada anak ini terjadi sejak tahun 2022. Hingga kini Dinkes Jatim masih meneliti penyebab anak mengalami gagal ginjal yang akhirnya harus melakukan cuci darah itu.
"Yang pasti kami harus cek dahulu apa penyebab anak ini mengalami gagal ginjal karena obat yang dikonsumsi atau dari makanan atau minuman yang dikonsumsi anak-anak" jelas dr. Erwin Astha Triyono usai hadiri Rapat Koordinasi Kerja Kesehatan (Rakorkesda) Tahun 2024 di Hotel Novotel Samator, Kamis (8/8/2024).
Kepala Dinkes Jatim dr. Erwin Astha Triyono usai hadiri Rapat Koordinasi Kerja Kesehatan (Rakorkesda) Tahun 2024 di Hotel Novotel Samator, Kamis (8/8/2024). (Foto: Khaesar/Ketik.co.id)
Berdasarkan data dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Jawa Timur (Jatim) sejak 2010 hingga 2023, kasus diabetes anak meningkat sebesar 70 persen. Terdata 1 dari 5 anak usia 12-18 tahun memiliki gejala awal gagal ginjal, seperti hematuria atau proteinuria.
Sedangkan 80 persen yang sudah mengalami peradangan atau Glomerulonefritis Akut (GNA) hingga emonologis atau lupus. Sedangkan luar ginjal seperti dehidrasi akut atau penyakit bawaan yang mengharuskan anak melakukan cuci darah.
Mengenai jumlah anak yang menjalani cuci darah di Jatim, dr. Sjamsul Arief Ketua IDAI Jatim menyebut sekitar 8 hingga 10 anak per hari. "Cuci darah itu dilakukan 2 kali dalam sepekan," ujarnya kepada wartawan.
Saat disinggung total jumlah anak yang cuci darah di Jatim, Kadinkes Jatim Erwin mengatakan sampai saat ini masih belum ada laporannya. "Jumlah pastinya belum kami terima berapa anak yang alami cuci darah," jelasnya.
Erwin menjelaskan, Jatim akan melakukan koordinasi dengan ahli yang menangani perkara gagal ginjal anak. "Kesimpulan pastinya kami harus mengetahui penyebabnya," jelasnya.
Jika memang penyebabnya ada kesalahan konsumsi obat, Erwin meminta masyarakat untuk tidak asal dalam membeli obat untuk anak. "Harus ada pendampingan dari dokter atau kalau memang tidak bisa ke fasilitas kesehatan bisa menggunakan telemedicin," ungkap pria yang juga Guru Besar Kedokteran Universitas Airlangga (Unair).
Saat disinggung apa karena kebiasaan anak mengkonsumsi mie instan hingga minuman kemasan, Erwin mengaku masih perlu kajian lebih penyebab anak alami gagal ginjal. "Kami harus mengkaji lebih dulu kenapa anak alami gagal ginjal, karena banyak faktor tapi harus benar-benar memastikan," bebernya.
Lulusan SMA Negeri IV Surabaya itu menekankan peran orang tua sangat penting dalam mengantisipasi agar anak tidak mengalami gagal ginjal. "Pola hidup sehat itu harus digerakkan terlebih orang tua membuat makanan sehat untuk anak," terang Erwin.
Kebiasaan orang tua yang tidak membiasakan anak mereka memakan sayur dan buah, menyebabkan pola hidup sehat anak terganggu. "Saat ini anak susah untuk makan buah atau sayur, anak-anak memilih makanan yang memang tidak ada gizinya," ucap Erwin.
Meskipun belum memastikan penyebab dari makanan atau minuman, kata Erwin, Dinkes Jatim akan berkoordinasi dengan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) untuk meneliti kandungan gula atau bahan lainnya dari makanan dan minuman kemasan.
"Dari laporan itu, kami langsung koordinasi dengan BPOM untuk mengatasi masalah ini agar tidak meluas," pungkas lulusan Sarjana Kedokteran Unair. (*)