Belajar Sejarah Aksara dari Awal Peradaban di Museum Huruf

Jurnalis: Fenna Nurul
Editor: Muhammad Faizin

11 September 2024 06:30 11 Sep 2024 06:30

Thumbnail Belajar Sejarah Aksara dari Awal Peradaban di Museum Huruf Watermark Ketik
Eri Wijayanto, pemilik sekaligus pengelola Museum Huruf (Foto: Fenna/Ketik.co.id)

KETIK, JEMBER – Jember yang sering disebut Kota Tembakau memiliki banyak destinasi wisata alam, namun wisata budayanya juga tak kalah menarik.

Seperti Museum Huruf, satu-satunya museum arsip aksara yang berada di Indonesia dengan 24 koleksi. Museum itu diinisiasi oleh Eri Wijayanto sejak 30 Agustus 2017 lalu.

Eri menyampaikan memerlukan waktu satu tahun lamanya untuk membangun museum yang terletak di Jalan Bengawan Solo nomor 27, Tegal Boto Lor, Sumbersari.

 

Foto Aksara simbol dari peradaban Mesir Kuno dipajang di Museum Huruf (Foto: Fenna/Ketik.co.id)Aksara simbol dari peradaban Mesir Kuno dipajang di Museum Huruf (Foto: Fenna/Ketik.co.id)

 

Disebelah gedung museum, terdapat perpustakaan dengan ratusan koleksi buku. Mulai buku-buku yang tergolong jadul sampai terbitan baru.

Yang melatarbelakangi pencetusan Museum Huruf karena para generasi modern mulai melupakan sejarah perkembangan aksara dari hanya sebuah simbol dengan makna tersirat hingga menjadi sebuah huruf yang digunakan sampai saat ini.

“Sekarang orang-orang hanya mengenal huruf latin saja, padahal banyak sekali aksara lainnya dari awal peradaban,” ungkap Eri saat ditemui Selasa, 10 September 2024 siang.

Di dalam museum, terdapat sejumlah replika yang dipajang. Eri menyampaikan replika terebut dibuat semirip mungkin dengan menggunakan beberapa media seperti batu, kayu, gipsum, dan besi.

Pada media itu dituliskan sejumlah aksara yang masuk dalam koleksi, diantaranya huruf Sumeria, Palawa, Kawi, Hanzi, Brahmi, Alfabet Romawi, Katakana, dan Hieroglif atau aksara simbol dari zaman Mesir Kuno. Yang dilengkapi dengan asal-usul dan sejarah lengkap masing-masing aksara.

Namun demikian, sayangnya, animo masyarakat sekitar untuk mengunjungi Museum Huruf sangat rendah. Kata Eri, justru yang lebih banyak berkunjung adalah wisatawan domestik.

“Lebih banyak dari kalangan mahasiswa untuk mengerjakan tugasnya, kalau pengunjung umum banyak dari luar kota,” sambung pria kelulusan Seni itu.

Meskipun sepi pengunjung, Eri tidak patah semangat merawat museum yang telah berdiri tujuh tahun lamanya. Ia berharap masyarakat sekitar lebih peduli dan memgenal aksara-aksara tradisional. Utamanya aksara nusantara yang berjumlah puluhan.

“Masih banyak aksara-aksara tradisional yang harus kita pelajari. Sebenarnya di dalam aksara itu menyimpan ilmu pengetahuan lama,” lanjut Eri.

Selain itu, tiap aksara memiliki asal-usul dan turunan masing-masing. Sehingga dari rumpun yang sama, beberapa aksara memiliki kemiripan sampai turunan tingkat bawah yang sering dijumpai masa kini.

Terbukti upaya pelestarian aksara terus digencarkan oleh Eri. Terbaru, pihaknya bersama dengan Pemerintah Kabupaten Jember mencetuskan Hari Aksara yang pertama kali.

“Minggu kemarin bertepatan dengan hari jadi Museum Huruf kita mengawali perayaan Hari Aksara pada tanggal 30 Agustus,” pungkasnya.(*)

Tombol Google News

Tags:

Museum Huruf aksara Nusantara Jember