Nahdlatul Ulama (NU) akan berharlah ke-102. Tema yang diangkat “Bekerja Bersama Umat untuk Indonesia Maslahat”. Tema ini menarik karena bersinggungan dengan isu agama yang digaungkan pemerintah saat ini.
UU Nomor 59 tahun 2024 tentang RPJPN 2025-2045 memperkenalkan diksi baru dalam bidang keagamaan yakni Beragama Maslahat. Penguatan peran agama sebagai landasan spiritual, etika, moral, dan modal dasar pembangunan, sebagaimana disebutkan UU 59 tahun 2024 dilakukan melalui:
Pertama, peningkatan internalisasi dan aktualisasi nilai-nilai agama dalam kehidupan bermasyarakat. Kedua, pembangunan kehidupan beragama yang inklusif, rukun, dan toleran yang berorientasi penguatan moderasi beragama.
Ketiga, pengembangan dana sosial keagamaan dan filantropi, pemberdayaan umat beragama, dan peningkatan produktivitas. Keempat, peningkatan kualitas pelayanan kehidupan beragama secara merata, dan kelima, jaminan pemenuhan hak kebebasan beragama dan berkeyakinan.
Beragama Maslahat sebagai kebijakan pemerintah, sejalan dengan Asta Cita Pemerintahan Prabowo-Gibran visi nomor 8 yaitu, memperkuat penyelarasan kehidupan yang harmonis dengan lingkungan, alam, dan budaya. Juga, peningkatan toleransi antarumat beragama untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur.
Hal ini selaras dengan konsensus bangsa, yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika. Beragama Maslahat juga masuk dalam 17 program, dengan prioritas ke-16 yaitu, memastikan kerukunan antarumat beragama, kebebasan beribadah, dan perawatan rumah ibadah.
Dalam perspektif Kemenag tentang beragama maslahat ditindaklanjuti melalui, peningkatan kerukunan umat beragama, pendidikan agama yang inklusif dan berkualitas (nilai maslahat di pendidikan formal dan non-formal), program pemberdayaan masyarakat berbasis agama, advokasi kebebasan beragama, serta pengawasan intoleransi dan diskriminasi.
Selain itu promosi etika dan moral dalam kehidupan sosial, kampanye kesadaran sosial dan peningkatan kualitas SDM, kolaborasi dengan lembaga internasional dan nasional, penguatan data lembaga agama dan keagamaan untuk kesadaran sosial tentang toleransi, monitoring dan evaluasi kebijakan.
Beragama maslahat merupakan cara beragama yang menghadirkan kebaikan bersama (common good, public interest). Sedangkan lawan dari beragama maslahat adalah beragama mafsadat (causing damage, ruin).
Saat ini masih dijumpai, kekerasan dan kejahatan kemanusiaan justru dipicu melalui isu agama. Jelas tindakan ini bertentangan dengan esensi ajaran agama dan beragama maslahat.
Dalam sebuah kajian yang digelar Badan Riset dan Inovasi Negara (BRIN), pemaknaan Beragama Maslahat adalah agama yang memberikan manfaat dan dukungan peningkatan kesejahteraan pada masyarakat melalui pembangunan.
Konsep tersebut bersifat universal, mengacu pada keadaan yang lebih luas, misalnya maslahat kontemporer yang selaras dengan penjabaran sesuai Pancasila. Dengan pertimbangan sinkronisasi dari ketetapan yang ada, misalnya HAM, kebebasan beragama, dan kegiatan kemanusiaan.
Sebagai sebuah kebijakan, selain hadirnya pemegang otoritas keagamaan, harus didukung semua stakeholder. Kelompok Masyarakat arus bawah (grass root) dan kekuatan kultur masyarakat (power of civil society) adalah bagian tak terpisahkan. Di sinilah peran penting Nahdlatul Ulama sebagai organisasi sosial keagamaan terbesar mengambil bagian.
Badan Pusat Statistik merilis data bahwa 87 persen penduduk Indonesia adalah beragama Islam. Lingkaran Survey Indonesia (LSI) Denny JA pernah merilis data bahwa 56,9 persen muslim di Indonesia mengaku warga NU. Sebagai ormas terbesar di Indonesia dan dunia, bisa diartikan, bahwa wajah dunia Islam adalah Indonesia, dan wajah Islam Indonesia adalah Nahdlatul Ulama.
Hal ini menjadi tantangan bagi Nahdlatul Ulama sebagai irisan negara dalam mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Apalagi masih ada 30 persen yang masuk kategori Masyarakat mengambang yang tidak berafiliasi ke mana-mana. Mereka sebagai kelompok muslim baru ini harus dirangkul oleh NU.
NU yang sudah memasuki abad ke-2 sudah teruji menghadapi berbagai tantangan, baik keagamaan maupun sosial. Tantangan ini diantisipasi oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dengan program prioritasnya. Sejumlah program strategis Nahdlatul Ulama dirumuskan dalam komisi program Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) NU 2023.
Dari tujuh program strategis PBNU ada dua program yang beririsan langsung dengan Beragama Maslahat, yaitu program kelima, penguatan peran NU dalam membangun peradaban dunia yaitu diimplementasikan melalui kontribusi NU dalam berbagai tantangan misalnya resolusi konflik di Myanmar, situasi di Afghanistan, dan berbagai tantangan lainnya.
Selain itu, NU juga dapat memperkuat kehadirannya dalam berbagai tema yang menjadi tantangan dunia, misalnya penghapusan kemiskinan ekstrim dan respons terhadap krisis iklim.
Selanjutnya pada program keenam, penguatan peran NU dalam membangun ukhuwah wathaniyah yaitu pengurus NU di setiap tingkatan perlu mengembangkan inisiatif kerja sama lintas iman dan lintas latar belakang dalam berbagai program kemaslahatan bangsa. Misalnya, dalam program pemberdayaan masyarakat dan kewirausahaan.
Relevansi Beragama Maslahat dengan tema Harlah ke-102 NU “Bekerja Bersama Umat untuk Indonesia Maslahat” mengokohkan komitmen beragama maslahat menjadikan Indonesia maslahat. Bangsa Indonesia yang religius, harus menjadikan nilai agama sebagai sumber inspirasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara agar mencapai baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.
Gagasan NU dengan Mabadi Khairu Ummah mengarah pada kemaslahatan umum (mashalihul ammah). Beragama Maslahat sejatinya ‘buah’ dari gerakan Penguatan Moderasi Beragama yang telah dicanangkan. Secara konseptual, PBNU sudah memiliki Fikih Peradaban, Kyai Sahal punya konsep Fikih Sosial, dulu ada Islam Nusantara, semuanya itu mengarah pada Beragama Maslahat.
PCNU Sidoarjo dengan segala potensi yang dimiliki diharapkan bisa menindaklanjuti Beragama Maslahat melalui kegiatan yang bisa dirasakan tidak saja warga NU tapi juga untuk bangsa Indonesia pada umumnya.
Apalagi pada saat yang sama, dalam konteks Sidoarjo masih ditemukannya kasus-kasus intoleransi dan konflik bernuansa agama dan aliran. Maka, PCNU bersama stakeholder terkait bisa menjadi stabilisator kehidupan beragama untuk mewujudkan Sidoarjo yang damai, maju dan sejahtera.
Caranya, program-program PCNU tidak saja dirasakan warga NU tapi juga lebih luas, melalui program- program yang inklusif seperti baik pendidikan, ekonomi, lingkungan, budaya, bahkan keagamaan dengan mengedepankan nilai universal.
PCNU tidak lagi sekadar untuk jamiyah NU tapi untuk Sidoarjo. Dengan demikian, tagline Satu Abad NU yang pernah ‘mengguncang’ Kota Petis “Merawat Jagat Membangun Peradaban”, tidak sekadar jargon tapi sudah penerapan.
*) Dr. H. Sholehuddin, M.Pd.I. merupakan Ketua PC ISNU Sidoarjo, Anggota SC Musyker ke-3 PCNU
**) Isi tulisan di atas menjadi tanggung jawab penulis
***) Karikatur by Rihad Humala/Ketik.co.id
****) Ketentuan pengiriman naskah opini:
- Naskah dikirim ke alamat email redaksi@ketik.co.id.
- Berikan keterangan OPINI di kolom subjek
- Panjang naskah maksimal 800 kata
- Sertakan identitas diri, foto, dan nomor HP
- Hak muat redaksi.(*)