KETIK, PALEMBANG – Penyidikan kasus dugaan korupsi sektor sumber daya alam, khususnya perkebunan sawit di Kabupaten Musi Rawas, memasuki babak baru. Tim penyidik bidang pidana khusus Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan (Kejati Sumsel) pada hari Jumat, 16 Mei 2025 melimpahkan berkas perkara, para tersangka, dan barang bukti kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk segera disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palembang.
Lima tersangka yang dilimpahkan meliputi tokoh penting dan mantan pejabat daerah, yaitu Ridwan Mukti, yang pernah menjabat sebagai Bupati Musi Rawas periode 2005-2015 dan juga mantan Gubernur Bengkulu. Selain itu, turut diserahkan Efendi Suryono (Direktur PT Djuanda Abadi Mandiri tahun 2010), Saiful lbna (mantan Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dar Penanaman Modal (BPMPTP) Musi Rawas periode 2008-2013), Amrullah (mantan Sekretaris BPMPTP periode 2008-2011), serta Bahtiyar (mantan Kepala Desa Mulio Harjo periode 2010-2016).
Usai proses pelimpahan tahap dua, kelima tersangka langsung ditahan selama 20 hari ke depan, terhitung mulai 16 Mei hingga 4 Juni 2025, di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas I A khusus Pakjo Palembang.
Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Sumsel, Umaryadi, melalui Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sumsel, Vani Yulia Eka Sari, menjelaskan bahwa setelah penyerahan tersangka dan barang bukti, penanganan perkara beralih ke Kejaksaan Negeri Musi Rawas.
"Setelah dilaksanakannya Penyerahan Tersangka dan Barang Bukti (Tahap I) dari Tim Penyidik Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan, selanjutnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Musi Rawas akan mempersiapkan surat dakwaan dan kelengkapan berkas untuk pelimpahan perkara tersebut ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Palembang Kelas IA Khusus," ujarnya.
Modus operandi dalam kasus ini, menurut Umaryadi adalah penerbitan izin perkebunan sawit secara ilegal di atas lahan negara. Para tersangka diduga kuat terlibat dalam penerbitan izin fiktif serta manipulasi dokumen Surat Pernyataan Hak (SPH) untuk menguasai sekitar 5.974,90 hektare lahan. Ironisnya, sebagian besar lahan tersebut merupakan kawasan hutan produksi dan lahan transmigrasi, yang seharusnya tidak dapat dialihfungsikan.
"Dari total luas 10.200 hektare lahan, sekitar 5.974,90 hektare merupakan kawasan yang tidak boleh dialihfungsikan. Proses penerbitan izin dilakukan dengan cara-cara melawan hukum, termasuk pemalsuan dokumen dan penggelapan administrasi," tegas Umaryadi.
Kejati Sumsel saat ini masih terus melakukan pendalaman terkait aliran dana serta peran masing-masing tersangka dalam kasus korupsi ini. Pihak kejaksaan juga tidak menutup kemungkinan adanya keterlibatan pihak lain seiring dengan pengembangan penyidikan.
Dengan ditolaknya upaya praperadilan yang diajukan oleh salah satu tersangka, Bahtiyar, proses hukum kasus dugaan korupsi yang diperkirakan merugikan negara hingga miliaran rupiah ini akan segera bergulir di meja hijau Pengadilan Tipikor Palembang.(*)