Cerita Tukang Tukar Uang Asal Kota Solo Ngadu Peruntungan di Pacitan

21 Maret 2025 08:00 21 Mar 2025 08:00

Thumbnail Cerita Tukang Tukar Uang Asal Kota Solo Ngadu Peruntungan di Pacitan Watermark Ketik
Danang Asmoro (39), tukang besi alumunium asal Kota Solo yang beralih pekerjaan menjadi penyedia jasa tukar uang di Pacitan. Ia tampak menunggu pelintas untuk mampir ke lapaknya, Kamis, 20 Maret 2025. (Foto: Al Ahmadi/Ketik.co.id)

KETIK, PACITAN – Dengan ransel cokelat di dada, Danang Asmoro (39) berangkat jauh dari Kecamatan Jebres, Kota Solo, menuju Pacitan.

Bukan untuk berlibur, melainkan berburu cuan lewat jasa penukaran uang baru menjelang Lebaran.

Sejak tiba, pada Kamis, 13 Maret 2025 lalu, ia segera membuka lapak di Jalan Ahmad Yani, persis di depan Kantor Cabang BRI Pacitan.

Berbekal meja lipat kecil berukuran 60x90 cm, Danang menata lembaran uang baru yang kinclong — pecahan Rp1.000, Rp2.000, Rp5.000, Rp10.000, hingga Rp20.000. 

Sebuah banner merah-kuning-biru bertuliskan "Jasa Penukaran Uang Baru" ia bentangkan, menyolok di antara lalu lalang kendaraan.

Dari pukul 07.00 hingga 17.00 WIB, Danang bertahan di bawah terik. Saat panas menyengat, ia berteduh sebentar di bawah pohon.

Tapi begitu ada motor melambat atau mobil berhenti, ia langsung sigap menawarkan jasa, lembar demi lembar uang baru dijembreng di tangannya. Ayah dua anak ini terlihat cekatan, meski wajahnya sesekali berlumur peluh.

"Sudah langganan ke Pacitan tiap tahun. Lumayan hasilnya, bisa dapet Rp2-3 jutaan. Keuntungan sekitar 20 persen dari modal," ungkap Danang kepada Ketik.co.id, Kamis, 20 Maret 2025.

Foto p

Pekerjaan aslinya sebagai tukang pasang besi dan aluminium ia tinggalkan sejenak. Demi apa? Demi melihat senyum anak-istrinya di Lebaran nanti, lengkap dengan baju baru.

"Capek ya capek. Tapi kalau lihat anak sama istri senang pakai baju baru pas Lebaran, rasanya kayak lunas semua lelah saya," ucap Danang sambil menyeka keringat.

Danang tak sendirian. Ia datang bersama lima rekannya, sama-sama perantau dari Solo. Mereka siap bertahan hingga malam takbiran.

Di tas ransel cokelat yang ia dekap erat, tersimpan uang baru senilai Rp30 juta. Setiap pecahan Rp100.000 dijual dengan tambahan Rp15.000 hingga Rp20.000, tergantung nominal.

"Makanya saya pegangi terus mas, waspada rampok dan tukang gendam yang bisa saja berkeliaran," katanya.

Semakin mendekati Lebaran, harga bisa merangkak naik hingga Rp5.000 per lembar. Stok uang pun harus terus dijaga.

Stok dari bosnya masih aman. Nanti makin dekat Lebaran, dia percaya uangnya bakal laris manis.

Bagi-bagi THR uang baru memang tak lekang waktu. Widiya, seorang pekerja kantoran, mengaku lebih suka menukar di pinggir jalan daripada antre di bank.

"Saya sibuk kerja, nggak ada waktu ke bank. Ini cepat, praktis, dan meski ada tambahan biaya, ya wajar. Namanya juga jasa," kata Widiya.

Tak jarang, pengendara yang sudah kenal menyapa Danang sambil meneriakkan, "Laris, laris, laris!" — doa sederhana yang membuat senyumnya makin merekah.

Saat malam mulai turun dan dagangan mulai habis, Danang menatap jalanan Pacitan dengan penuh harap. Ia tahu, panas dan peluh ini bukan cuma soal cuan.

Ini soal kebahagiaan kecil di momen Lebaran. Baginya, baju baru untuk anak dan senyum istrinya adalah harga yang pantas dibayar. (*)

Tombol Google News

Tags:

pacitan Ramadan Jasa Tukar Uang