Dugaan Kutipan Fee Pokir DPRD Jombang, Aktivis: Sungguh Nista dan Tercela

7 Mei 2025 17:35 7 Mei 2025 17:35

Thumbnail Dugaan Kutipan Fee Pokir DPRD Jombang, Aktivis: Sungguh Nista dan Tercela
Proyek yang bersumber dari Bantuan Keuangan Khusus atau pokir DPRD Jombang di Kecamatan Gudo, Jombang. (Foto: Syaiful Arief/ketik.co.id)

KETIK, JOMBANG – Dugaan adanya pemotongan dana atau kutipan fee program pokok pikiran (pokir) yang dilakukan oknum anggota DPRD Kabupaten Jombang, disorot aktivis.

Direktur Lingkar Indonesia untuk Keadilan (LInK) Aan Anshori mengatakan, dugaan pemotongan pokir itu bukanlah hal baru, karena praktik busuk itu telah terjadi sejak lama.

"Kondisi ini bahkan menjadi hal wajar bagi para pelaku pemotong anggaran pokir yang besarannya beragam," tuturnya, Rabu 7 Mei 2025.

Dikatakannya, mengapa praktik ini tetap berlangsung dan terjadi, karena para pelaku pemotongan anggaran itu memiliki mental miskin.

"Adanya dugaan pemotongan anggaran pokir hingga berdampak pada kualitas pekerjaan adalah seseorang yang memiliki mentalitas miskin. Artinya oknum anggota dewan yang melakukan itu (pemotongan) masih bermental miskin," jelas Aan.

Ia menuturkan sudah banyak contoh kasus yang terekspose dan diproses hukum. Padahal praktik tersebut sungguh nista dan tercela.

"Kenapa bisa terjadi? Ya pelaku biasanya memiliki kemiskinan mentalitas, menganggap dirinya tidak bisa hidup tanpa kecurangan-kecurangan tersebut," ujarnya.

Untuk itu, pihaknya mendorong aparat penegak hukum (APH) segera merespons fenomena pemotongan pokir anggota DPRD.

Selain itu, lanjut Aan, partai politik adalah pihak paling bertanggungjawab pada fenomena pemotongan anggaran pokir oleh kader-kadernya yang duduk di kursi parlemen.

"Aparat penegak hukum wajib melakukan tindakan kuratif, memprosesnya secara hukum. Namun demikian, menurutku partai politik memiliki tanggung jawab sentral untuk memastikan kadernya yang duduk di legislatif tidak melakukan hal tersebut," tuturnya.

Ia pun meyakini bahwa juga tidak semua anggota dewan di DPRD Jombang, melakukan perbuatan nista itu. Dan oleh karena itu, ia mendorong pada anggota dewan yang tidak melakukan pemotongan pokir, agar bisa menjadi teladan bagi anggota DPRD lainnya.

"Selain itu, keteladanan di kalangan anggota DPRD Jombang perlu diperbanyak. Semakin banyak yang mendeklarasikan pokirnya tanpa potongan, semakin hal itu akan ditiru oleh anggota lain," katanya.

"Orang-orang seperti Mas Subaidi adalah salah satu dari sedikit teladan tersebut. Aku tidak pernah menerima pokirnya. Namun, beberapa informasi yang masuk ke aku, ia memberikan penuh pokirnya tanpa potongan," ujarnya.

Tak hanya itu, Aan menyebut bahwa pernah menerima informasi bahwa ketua DPRD Jombang, juga termasuk teladan yang baik. Karena setelah menjadi ketua DPRD, ia pernah berkomitmen untuk tidak melakukan pemotongan anggaran pokir.

"Selain mas Subaidi, ada satu lagi anggota sekaligus Ketua DPRD Jombang , Hadi Atmaji, yang berjanji tidak akan memotong pokirnya. Hadi ngomong seperti itu saat bertemu denganku dan banyak kawan aktivis beberapa waktu lalu," tuturnya.

Dia pun mengaku kagum kepada dua sosok yang merupakan temannya semasa menjadi aktivis mahasiswa pergerakan tersebut.

"Sebagai bagian dari keluarga besar alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Jombang, aku salut pada keduanya," kata Aan.

Dengan adanya fenomena pemotongan anggaran pokir itu, ia mendesak para alumni PMII agar ikut menjaga marwah organisasi yang dinaungi NU tersebut.

"Aku mendesak semua alumni PMII yang menjadi legislator, di mana saja, agar berani menjaga marwah organisasi; tidak curang, tidak memotong bantuan serta tidak menilep pokir," ujarnya.

Ia pun berpesan, jika memang belum mampu memberikan harta pribadinya kepada rakyat, setidaknya janganlah mengambil keuntungan dari penderitaan orang lain.

"Kepada warga Jombang, jangan takut menyuarakan ke publik seandainya menerima dana pokir yang telah disunat secara illegal," tuturnya memungkasi.

Seperti diberitakan sebelumnya, kualitas pekerjaan proyek yang berasal dari program pokok pikiran (pokir) anggota DPRD Kabupaten Jombang, Jawa Timur, dinilai buruk.

Hal ini dikarenakan anggaran yang bersumber dari APBD itu menipis akibat adanya dugaan pungutan yang dilakukan wakil rakyat dalam bentuk fee.

Menurut salah seorang kontraktor di Jombang berinisial RZ, dugaan pemotongan itu disinyalir dilakukan oknum anggota DPRD dan mengakibatkan dana yang tersedia tidak sesuai dengan jumlah yang seharusnya digunakan untuk pelaksanaan proyek. Imbasnya berpengaruh pada kualitas hasil akhir proyek tersebut.

"Oknum anggota DPRD biasanya memanfaatkan pokir baik bantuan keuangan khusus (BKK) atau hibah, untuk mendulang pundi-pundi rupiah. Modusnya, ya lewat potongan bervariasi mulai 15-30 persen," ungkapnya sembari mewanti-wanti namanya tidak disebutkan, Selasa 6 Mei 2025. 

Dikatakan RZ, logikannya dari anggaran 100 persen dipotong 20 persen untuk pemberi pokir tinggal sekitar 80 persen. Belum lagi dipotong PPn/PPh 12,5 persen.

"Kalau dipotong 20 persen untuk pemberi pokir dan PPn/PPh. Tinggal 67,5 persen terpotong lagi untuk BOP resmi 2 persen (BOP di RAB) dan tidak resmi 7 persen (fee penerima pokir). Berarti anggaran tinggal 59,5 persen," jelasnya.

Dari sisa anggaran 59,5 persen dipotong lagi untuk keuntungan kontraktor atau pelaksanaan proyek sebesar 10 persen.

"Bayangkan jika direalisasikan hanya tinggal 49,5 persen. Apakah bisa sesuai dengan spek teknis, saya rasa tidak mungkin. Apalagi yang dipotong 30 persen, mesti garapannya seenaknya saja atau asal-asalan," tegas RZ.

Sementara itu, anggota DPRD Kabupaten Jombang fraksi PKB, Subaidi Muhktar menegaskan jika pokir tidak boleh ada kutipan sepeser pun.

"Ndak boleh ada kutipan atau fee. Soalnya saya ndak pernah melakukan itu," tuturnya. (*)

Tombol Google News

Tags:

Pokir DPRD Jombang pemotongan dana pokir fee pokir Aan Anshori Link