Fenomena Alam! Indonesia Kini Miliki 3 Musim: Hujan, Kemarau, Kemarau Hujan

20 Mei 2025 11:52 20 Mei 2025 11:52

Thumbnail Fenomena Alam! Indonesia Kini Miliki 3 Musim: Hujan, Kemarau, Kemarau Hujan
BMKG dan fenomena musim kemarau basah di Indonesia. (Ilustrasi: Mat Jusi/Ketik.co.id)

KETIK, JAKARTA – Indonesia kini memiliki tiga musim, selain hujan dan kemarau. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi bahwa beberapa wilayah di Indonesia mengalami fenomena musim “kemarau basah" pada tahun 2025. 

BMKG menjelaskan bahwa fenomena "kemarau basah" adalah kondisi tidak biasa di mana hujan tetap terjadi dengan intensitas cukup tinggi meskipun berada dalam periode musim kemarau. Secara klimatologis, musim kemarau di Indonesia terjadi pada Mei hingga September dengan curah hujan kurang dari 50 milimeter per bulan. Namun dalam kemarau basah, curah hujan bisa mencapai lebih dari 100 milimeter per bulan.

BMKG mengidentifikasi beberapa faktor utama penyebab kemarau basah: suhu muka laut yang hangat di sekitar Indonesia meningkatkan penguapan, sementara fenomena atmosfer tropis seperti Madden-Julian Oscillation (MJO), gelombang Kelvin, dan Rossby Ekuator membawa banyak uap air dan memicu hujan. Tak hanya itu, perubahan iklim jangka panjang juga membuat atmosfer lebih lembap dan tidak stabil.

Diberitakan sebelumnya, BMKG menyatakan bahwa awal musim kemarau 2025 telah dimulai secara bertahap sejak April dan akan terus meluas hingga Juni. Sebanyak 403 Zona Musim (ZOM) atau sekitar 57,7 persen wilayah Indonesia diperkirakan memasuki musim kemarau pada periode April hingga Juni 2025, dengan wilayah Nusa Tenggara mengalami kemarau lebih awal dibandingkan wilayah lainnya.

“Puncak musim kemarau 2025 diprediksi terjadi pada Agustus di sebagian besar ZOM di Indonesia. Puncak musim kemarau 2025 diprediksi akan sama hingga maju atau datang lebih awal dari biasanya yang mendominasi hampir keseluruhan wilayah Indonesia,” mengutip laman resmi BMKG, Selasa, 20 Mei 2025.

Wilayah-wilayah yang diperkirakan mengalami musim kemarau basah meliputi sebagian besar Sumatera, Jawa Timur, Kalimantan, sebagian besar Sulawesi, Maluku, dan Papua. Sementara itu, daerah yang mengalami musim kemarau normal mencakup sebagian besar Sumatera, Jawa Timur, Kalimantan, sebagian besar Sulawesi, Maluku, dan Papua.

Puncak musim kemarau diprediksi terjadi pada bulan Juni hingga Agustus 2025 di sebagian besar wilayah Indonesia. Wilayah-wilayah seperti Jawa bagian tengah hingga timur, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, dan Maluku diperkirakan mengalami puncak kekeringan pada Agustus.

“Dibandingkan dengan normalnya, durasi musim kemarau 2025 diprediksi akan lebih pendek dari biasanya pada 298 ZOM (43 persen),” tulis BMKG.

Kemarau 2025 Lebih Pendek, BMKG Ingatkan Potensi Risiko

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menjelaskan bahwa untuk musim kemarau 2025, diproyeksikan sekitar 60 persen wilayah akan mengalami kemarau dengan sifat normal. Sementara itu, 26 persen wilayah diprediksi akan mengalami kemarau yang lebih basah dari normal, dan 14 persen wilayah sisanya diperkirakan akan mengalami kemarau yang lebih kering dari biasanya.

“Durasi kemarau diprediksi lebih pendek dari biasanya di sebagian besar wilayah, meskipun terdapat 26 persen wilayah yang akan mengalami musim kemarau lebih panjang, terutama di sebagian Sumatera dan Kalimantan,” jelasnya.

Sebagai respons terhadap potensi dampak musim kemarau, Dwikorita telah merumuskan serangkaian rekomendasi penting yang ditujukan bagi beberapa sektor krusial. Khususnya di bidang pertanian, anjuran yang diberikan meliputi penyesuaian jadwal tanam berdasarkan prakiraan awal musim kemarau di masing-masing area, pemilihan varietas tanaman yang memiliki ketahanan terhadap kondisi kering, serta pengelolaan air yang efisien untuk menjaga produktivitas pertanian di tengah keterbatasan curah hujan. 

“Untuk wilayah yang mengalami musim kemarau lebih basah, ini bisa menjadi peluang untuk memperluas lahan tanam dan meningkatkan produksi, dengan disertai pengendalian potensi hama,” imbuhnya.

Di sektor kebencanaan, peningkatan kesiapsiagaan terhadap potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menjadi sangat krusial, terutama di wilayah yang diprediksi mengalami musim kemarau dengan sifat normal hingga lebih kering dari biasanya. Saat ini, ketika hujan masih turun, perlu ditingkatkan upaya pembasahan lahan-lahan gambut untuk menaikkan tinggi muka air dan pengisian embung-embung penampungan air di area yang rentan terbakar.

Sementara itu, di sektor lingkungan dan kesehatan, BMKG mengingatkan pentingnya kewaspadaan terhadap potensi penurunan kualitas udara di wilayah perkotaan dan daerah rawan karhutla. Selain itu, perlu diwaspadai juga dampak suhu panas dan kelembapan tinggi yang dapat mengganggu kenyamanan dan kesehatan masyarakat.(*)

Tombol Google News

Tags:

musim kemarau basah kemarau basah Musim Kemarau Kemarau kemarau hujan BMKG