KETIK, SURABAYA – Mengurangi sampah kantong plastik di Surabaya, Anisah Meidayanti bentuk Gerakan Makan Bareng Minim Sampah (MBMS).
Gerakan kecil yang sudah berjalan setahun ini berhasil menggaet sekitar 30 orang untuk peduli terhadap bahaya sampah plastik bagi lingkungan sekitar. Seperti apa gerakan yang digagas Anisah ini?
Gerakan Makan Bareng Minim Sampah
“MBMS itu awalnya karena banyak yang nge-DM di Instagram dan tugas dari kelas Belajar Zero Waste membuat event Zero Waste sebagai wadah orang-orang yang mau jajan pakai wadah sendiri atau bagi yang udah melakukannya tapi merasa sendirian,” jelas Anisah saat ditemui Ketik.co.id, Minggu (7/7/2024) di salah satu café, Jemursari Surabaya.
Sebelumnya, ia bercerita sudah menerapkan membawa wadah sendiri saat membeli sesuatu. Namun cara itu ternyata kurang efektif karena membuatnya tidak konsisten.
“Cara gitu sebenarnya bikin nggak konsisten, terus mudah dipandang ribet sama pedagang. Makanya aku bikin gerakan bareng-bareng biar pedagang tahu banyak lo orang yang beli apa-apa pakai wadah sendiri,” paparnya.
Sebulan sekali perempuan asli Surabaya ini mengajak beberapa teman dan followersnya makan minim kantong plastik sekali pakai di pasar-pasar Surabaya, seperti pasar Atom, pasar Kodam, Jalan Tunjungan, pasar Pucang, dan pasar Karangmenjangan.
Anisah Meidayanti saat ditemui Ketik.co.id di Jemursari, Surabaya (Foto: Fatimah/Ketik.co.id)
Mereka berkeliling pasar untuk membeli makanan atau minuman yang diinginkan dengan membawa dua kotak makan dan satu botol minuman. Makanan tersebut diletakkan dalam wadah masing-masing, begitu pun minumannya.
“Jadi semakin sedikit bawa wadah, karena tahu limit wadahmu seberapa, kamu nggak akan banyak jajan dan tidak menghasilkan sampah organik,” terang perempuan yang aktif bersuara soal isu lingkungan itu.
Tantangan Makan Minim Sampah
Ia mengaku membangun kebiasaan makan minim sampah bukanlah hal mudah. Perlu keberanian dan konsisten menerapkannya sebab penggunaan sampah plastik tidak bisa lepas dari hidup manusia.
“Banyak yang tanya ke aku gimana caranya ngomong ke pedagang. Soalnya banyak yang takut dan malu, nggak siap dengan konfrontasi pedagang. Mereka ada yang udah pernah nyoba terus nggak mau lagi karena dibilang ribet sama pedagang,” terang Alumni Universitas Islam Sunan Ampel Surabaya itu.
Menanggapi itu, perempuan yang kini berprofesi sebagai Content Writer tersebut membagikan tips ampuhnya.
Ia menyarankan pembeli baiknya bertanya terlebih dahulu kemasan apa yang digunakan.Jika kemasannya masih bisa didaur ulang itu tidak masalah. Namun kalau tidak, ucapkan alasan lain yang tidak menyinggung
“Pertama harus nanya dulu, Pak itu dikemas pakai apa? Oh pakai itu ya? Wah bagus ya. Tapi saya boleh nggak pakai kotak makan ini, karena buat bekal,” tutur Anisah mencontohkan cara berkomunikasi yang baik dengan pedagang.
Selain cara itu, Anisah mengatakan di tempat-tempat ramai pembeli bisa langsung memberikan tempat makannya ke pedagang.
“Intinya harus mengamati dulu biar nggak ditolak atau dibilang ribet. Tapi biasanya pasti nerima sih, cuma ada beberapa pedagang menerima meski agak terpaksa,” paparnya.
Aturan Minim Sampah Plastik di Surabaya
Terkait sampah, ia juga berkomentar tentang Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 16 tahun 2022 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik di Surabaya.
Baginya, peraturan tersebut merupakan langkah baik sebagai kebijakan namun tetap perlu dilakukan evaluasi, pengawasan, dan sosialisasi.
“Kebijakannya oke, tapi yang nggak efektif adalah pengawasan, sosialisasi sama sanksinya juga kurang efektif dijalankan. Jadinya cuma segmented buat pengusaha dan pengunjung mall, minimarket atau swalayan saja. Belum pasar, pusat kuliner, toko, warung, dan lain-lain ,” tegas Anisah.
Menanggapi itu, ia mengatakan akan lebih efektif apabila ada dukungan dari segi fasilitas dan sistem daur ulang yang baik. Karena PR selanjutnya dari fase mengurangi sampah adalah mengelola dan mengolah sampah.
Contohnya, dengan mendaur ulang tas kantong berbahan dasar spun bound atau spun bag bekas yang sulit terurai menjadi ecobrick (bata alternatif dari sampah plastik).
“Tas spunbound itu dilematis sebenarnya. Bisa jadi solusi tapi bukan solusi satu-satunya karena berpotensi juga jadi masalah baru,” ucap Anisah
“Mengurangi itu tetap penting, tapi jangan lupa daur ulang. Berani membuat sistem biar sampah-sampahnya terkelola, terutama plastik. Karena di dunia yang sangat instan ini sulit untuk nggak pakai plastik,” tambah perempuan kelahiran bulan Mei itu.
Dari sini, ia berharap ada peraturan lebih jelas dan tegas terkait pengelolaan sampah di Surabaya. Serta berharap upaya ini bisa menyebar di berbagai kota, tidak hanya Surabaya.
Anisah merupakan salah satu sosok yang gencar menyuarakan isu lingkungan. Di sosial medianya @anisahmeid_ , ia seringkali membagikan informasi dan edukasi tentang pengolahan sampah dan pemeliharaan lingkungan.
Ia juga aktif menulis gagasannya terkait isu lingkungan di berbagai media. Bahkan menariknya saat bertemu Ketik.co.id, ia memilih menggunakan bus ke lokasi dan mengumpulkan struk pembelian untuk didaur ulang.
“Naik bus itu buat ngurangi penggunaan karbon, kalau struk ini nanti aku buat bubur kertas biar bisa digunakan lagi,” pungkasnya.(*)