KETIK, MALANG – Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Brawijaya (Fisip UB) menggandeng University of Queensland (UQ) untuk mengupas implikasi dari kemudahan transaksi digital. Kegiatan tersebut dilakukan dalam International Conference Digital Transaction In Asia VI pada Rabu 22 Januari 2025.
Dekan Fisip UB, Anang Sujoko menjelaskan, transaksi digital tak hanya memberikan kemudahan bagi masyarakat. Terdapat beberapa implikasi yang bersifat eksploitasi.
"Misalkan kalau bicara transportasi online ternyata ada sisi eksploitasi pekerja oleh yang punya platform ini. Meskipun banyak juga berimplikasi positif," ujarnya.
Anang juga menjelaskan bahwa keamanan transaksi digital belum sepenuhnya terjamin. Termasuk regulasi untuk mengantisipasi transaksi yang bersifat negatif, seperti judi online maupun perdagangan seksual.
"Ini kan negatif dan belum ada superstruktur yang cukup memadai. Pun dengan kebijakan yang dilaksanakan oleh penegak hukum atau eksekutif untuk memastikan keamanan transaksi," lanjutnya.
Keamanan digital ini juga harus mencakup pada keseluruhan transaksi, termasuk nilai, budaya, dan moralitas masyarakat. Hal tersebut disebabkan adanya pergeseran budaya yang tercipta akibat transaksi digital.
"Kalau bicara ke transaksi digital, ada nilai-nilai yang ditransaksikan dan berimplikasi pada budaya. Ada sebuah pergeseran budaya, itu karena dampak dari digital transaction," sebutnya.
Melalui konferensi tersebut, Anang berharap penelitian untuk penguatan literasi digital ke masyarakat dapat ditingkatkan. Menurutnya perlu kolaborasi antar disiplin ilmu untuk menguatkan pengelolaan transaksi digital.
"Tapi yang lebih penting adalah political will dari pemerintah, komitmen menegakkan hukum dari APH dan dikolaborasikan dengan dunia akademis. Kemungkinan bisa menawarkan solusi," jelasnya.
Sementara itu Wakil Rektor Bidang Riset dan Inovasi, Prof Unti Ludigdo, menjelaskan upaya kolaborasi bersama perguruan tinggi di luar negeri terus ditingkatkan. Dengan mengangkat topik transaksi digital, digarapkan dapat meningkatkan literasi masyarakat.
"Dalam konteks digital transaction ini isinya enggak hanya finansial ekonomi, tapi sosial budaya juga didiskusikan," ujarnya.
Dalam kegiatan ini melibatkan 10 negara, mulai dari Indonesia, Australia, Kamboja, India, Laos, UK, Malaysia, Singapura, Filipina, Bangladesh, dan Hongkong.
"Program lanjutan pasti ada. Di bidang riset dan inovasi ada skema kolaborasi riset dan pengabdian masyarakat internasional," tandasnya.(*)