KETIK, SURABAYA – Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jawa Timur berharap ada peningkatan kuota penempatan transmigrasi dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia karena jumlahnya merosot drastis.
Menurut Kepala Bidang Penempatan dan Perluasan Kesempatan Kerja Diskankertrans Jatim, Purwati Utami, tahun ini jumlahnya semakin sedikit, yakni 16 KK. Padahal tahun 2016, pihaknya bisa memberangkatkan 300 KK dan tahun 2023 sebanyak 21 KK.
"Enggak banyak memang. Sekarang semakin sedikit, se-Indonesia saja mungkin hanya 125 KK," paparnya saat ditemui Ketik.co.id di acara Peringatan Hari Bhakti Transmigrasi 2024, Kamis, 12 Desember 2024.
Merosotnya jumlah transmigran ini, kata Ami, ada beberapa sebab. Salah satunya adalah masalah lahan yang semakin hari kian berkurang dan persoalan benturan dengan penduduk setempat di lokasi pemindahan transmigran.
"Lahan di luar Jawa itu semakin berkurang. Kedua, yang namanya mengambil lahan di luar Jawa Timur pasti ada benturan dengan penduduk atau komunitas setempat. Itu yang menjadi alasan penempatan transmigrasi semakin sedikit," jelas Ami.
Jumlah ini rupanya tidak sepadan dengan animo masyarakat Jawa Timur yang cukup besar. Ami memaparkan ada sekitar 400 orang yang ingin mengikuti program transmigrasi ini.
Kendati demikian, dia sangat berharap adanya kebijakan dari pusat untuk meningkatkan kuota transmigrasi. Selain itu, dia berharap ada terobosan-terobosan baru untuk program transmigrasi seperti Transpolitan dan Trans Milenial.
Ini penting agar program berjalan tidak hanya memindahkan orang saja, tetapi mengembangkan apa saja yang sudah ada di sana. Begitu juga dengan Trans Milenial, anak-anak muda tidak hanya membuka lahan di hutan, tetapi bisa mendorong perekonomian di luar Jawa.
"Itu lebih bagus menurut saya. Ini baru konsep, jadi belum dieksekusi oleh pemerintah pusat," terangnya.
Sementara itu, Ami menyebut urusan transmigrasi di Indonesia ini cukup unik. Ini karena ada 3 pihak yang sama-sama bertanggungjawab mengawal jalannya transmigrasi.
"Kami tergantung pada pusat. Alokasi penempatan ini bukan kami yang menentukan, tapi pusat. Kami daerah asal saja, menyiapkan segala sesuatunya agar warga kami bisa berangkat dengan layak," tegas Ami.
Menyoal daerah tujuan juga demikian. Pihaknya bertugas memastikan semua kondisi lahan, Rumah Transmigrasi dan Jamban Keluarga (RTJK), dan sarana air bersih harus tersedia dengan layak.
"Jadi nggak bisa berdiri sendiri, saling tergantung untuk memberangkatkan mereka," tandasnya.
Untuk penempatannya sendiri, tahun ini rata-rata ada Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku. Namun, beberapa tahun terakhir Jawa Timur mendapatkan penempatan di Sulawesi.
"Tahun ini ada 16 KK, 3 KK di Mamuju Tengah Sulawesi Barat, 2 KK di Konawe Utara Sulawesi Tenggara, 5 KK di Sidenreng Rappang Sulawesi Selatan, 7 KK terbanyak di Poso Sulawesi Tengah," paparnya.
Para transmigran ini sebelumnya sudah menjalani seleksi. Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi, salah satunya harus sudah berkeluarga, sebelumnya tidak boleh menjadi transmigran (transmigran ulang-alik), dan kesungguhan serta kesiapan mereka sebelum diberangkatkan.
"Konsentrasi kami bagaimana dengan jumlah KK yang sedikit, kami mengirimkan orang-orang berkualitas. Kami ada masa pembinaan selama 5 tahun. Jadi setelah dikirim, kami memonitor perkembangannya seperti apa, mereka mengalami kesulitan apa, itu yang jadi konsentrasi kami," pungkasnya.(*)