Lonjakan Kasus Bunuh Diri di Kalangan Gen Z, Psikolog Unesa Berikan Pandangannya

Jurnalis: Husni Habib
Editor: Muhammad Faizin

26 November 2024 16:34 26 Nov 2024 16:34

Thumbnail Lonjakan Kasus Bunuh Diri di Kalangan Gen Z,  Psikolog Unesa Berikan Pandangannya Watermark Ketik
Ilustrasi bunuh diri. (Foto: Rihad Kumala/Ketik.co.id)

KETIK, SURABAYA – Belakangan ini kasus bunuh diri di Indonesia terus mengalami peningkatan, berdasarkan data Pusat Informasi Kriminal Nasional Polri mencatat sejak 2019-2023 kasus bunuh diri meningkat secara ajek. Tahun 2019, tercatat ada 230 kasus; tahun 2020 sebanyak 640 kasus; tahun 2021 sebanyak 620 kasus dan tahun 2022 sebanyak 902 kasus; tahun 2023 sebanyak 1.226 kasus. 

Para pelaku bunuh diri kebanyakan didominasi oleh usia muda, berdasarkan data Temuan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 mencatat prevalensi depresi tertinggi terjadi pada kelompok umur 15-24 tahun dibandingkan kelompok usia lain.

Melihat fenomena tersebut Dr. Diana Rahmasari.,S.Psi.M.Si., selaku psikolog memberikan pandangan memang beberapa waktu belakangan angka bunuh diri cenderung meningkat, dan di satu sisi masih banyak kasus bunuh diri yang tidak terekspose media.

Memang fenomena yang terjadi tersebut menimbulkan keprihatinan bagi banyak pihak. Oleh sebab itu lingkungan dan masyarakat diminta untuk peduli terhadap isu kesehatan mental yang tengah dihadapi oleh generasi muda, khususnya Generasi Z (Gen Z).

"Saya mengamati angka bunuh diri saat ini meningkat dan tidak menurun. Bahkan masih banyak kasus bunuh diri tidak tereskpose. Hal ini harus menjadi perhatian kita bersama khususnya masyarakat," kata Diana kepada Ketik.co.id, Selasa 26 November 2024.

Lebih lanjut, wanita yang juga menjabat sebagai Dekan Fakultas Psikologi Universitas Negeri Surabaya (Unesa) ini menambahkan jika banyak faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan bunuh diri.

Kebanyakan yang menjadi penyebab seseorang melakukan tindakan bunuh diri adalah karena tidak dapat mengelola stresnya dengan baik. 

"Sebagai manusia tentu kita tidak luput dari masalah yanv membuat stres. Jika seseorang memiliki resource personal yang bagus maka dia pasti mengelola stres nya dengan baik," tambahnya.

"Jika seseorang mampu mengelola stres dengan baik maka hal tersebut tidak akan berubah menjadi distress yang akan memicu depresi, dan jika sudah parah maka dapat muncul keinginan bunuh diri," paparnya.

Hal yang terlintas dalam pikiran pelaku bunuh diri adalah kebingungan dalam menghadapi dan menyelesaikan permasalahan hidup yang dialaminya. Mereka tidak tau cara hidup dengan permasalahan yang membelenggu dirinya. 

Apalagi bagi Gen Z yang menjadi topik perbincangan hangat karena menjadi generasi yang banyak melalukan tindakan bunuh diri. Salah satu hal yang cukup berperan adalah pemikiran yang serb instan. Seperti yang diketahui jika Gen z tumbuh di era kemajuan teknologi yang serba mudah. Hal tersebut tentu mempengaruhi cara pandang mereka.

"Mereka ini kan tumbuh di era teknologi yang maju dan serba instan. Hal ini membuat cara berpikir mereka terhadap proses yang panjang itu kurang,"terangnya.

Belum lagi karena pengaruh konten di sosial media. Yang mana konten di media sosial dapat membawa pengaruh buruk dan menimbulkan tekanan sosial bagi Gen Z. Hal tersebut juga ditambah dengan minimnya literasi para Gen Z.

Padahal membaca merupakan salah satu cara yang ampuh untuk mengurangi stres. Gen Z terlalu gemar melihat konten di sosial media dibandingkan membaca buku.

"Minimnya literasi juga membuat Gen Z inj tidak bisa mengelola stresnya dengan baik. Padahal dengan membaca kita dapat mengurangi stres dan membuat diri kita lebih baik," jelasnya.

Banyak hal yang bisa dilakukan oleh Gen Z untuk menjaga kesehatan mentalnya seperti bercerita permasalahan yang sedang dialami, jangan berharap terlalu tinggi pada diri sendiri dan mencoba terus belajar penerimaan diri, beristirahat, olahraga, hindari stress tambahan, dan memeriksakan diri ke psikolog ataupun psikiater.

"Banyak hal yanh bisa dilakukan, intinya jangan ragu untuk berbicara atau bercerita kepada orang terdekat. Atau kalau perlu pergi ke psikolog atau psikiater jika diperlukan. Intinya kalian tidak sendiri," pungkasnya.

Tombol Google News

Tags:

Gen Z Angka Bunuh Diri kesehatan mental psikolog Unesa literasi Stres Depresi