KETIK, SURABAYA – Viral aplikasi Koin Jagat yang menawarkan uang tunai ratusan ribu hingga jutaan Rupiah menghebohkan masyarakat di beberapa daerah, termasuk Surabaya. Bahkan Pemkot Surabaya telah melarang pencarian koin tersebut lantaran aktivitasnya yang merusak fasilitas umum (Fasum).
Mengenai perilaku masyarakat yang ingin mengikuti tren pemburu Koin Jagat ini, Pakar Psikologi Universitas Ciputra (UC) Dr Jony Eko Yulianto menyebut dampak negatif karena mengikuti permainan ini, yaitu kerusakan fasilitas umum, ketergantungan dan adanya potensi manipulatif.
"Ketiadaan kontrol dalam permainan ini membuat beberapa peserta melanggar norma sosial dengan merusak lingkungan demi mendapatkan koin," jelasnya pada Ketik.co.id pada Selasa 14 Januari 2025.
Jony juga menerangkan mengenai dampak, ketergantungan untuk fenomena ini dapat memicu kebiasaan yang sulit dihentikan, terutama jika seseorang terus mencoba meski tidak berhasil.
"Fenomena seperti ini rentan dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk menipu atau mengeksploitasi peserta," terangnya.
Mengenai mudahnya masyarakat mengikuti tren viral Koin Jagat, Jony menerangkan fenomena memanfaatkan kombinasi elemen gamifikasi, hadiah ekonomi, dan daya tarik digital yang menstimulasi perilaku berburu harta karun modern.
"Dalam psikologi, hal ini terkait dengan reward system di otak, di mana imbalan langsung atau prospek hadiah besar mampu meningkatkan motivasi seseorang untuk terlibat," ucap Jony.
Pakar Psikologi Universitas Ciputra Dr Jony Eko Yulianto. (Foto: Humas UC)
Mengenai media sosial memainkan peran kunci sebagai katalis penyebaran informasi, menciptakan kesadaran kolektif yang membuat orang merasa perlu ikut serta agar tidak ketinggalan tren, yang dalam ilmu psikologi dikenal sebagai fear of missing out (fomo).
Untuk dampak psikologis bagi pemburu Koin Jagat, Jony menjabarkan mereka dapat mengalami efek psikologis yang beragam.
Pertama, mereka merasakan kegembiraan saat menemukan koin dan merasa frustasi akibat kegagalan dalam mendapatkan koin.
"Aktivitas ini juga menimbulkan ilusi kontrol, di mana individu merasa memiliki peluang besar untuk menang, meskipun kenyataannya hasilnya sangat bergantung pada keberuntungan," ulasnya.
"Bagi sebagian orang, keterlibatan berulang dalam fenomena ini dapat menyebabkan perilaku adiktif, terutama jika hadiah yang diharapkan terus menghindar dari jangkauan," imbuhnya.
Pakar Psikologi ini menyarankan agar para pelaku bisa memberhentikan aksinya tersebut dengan cara pendekatan multidisipliner untuk mengurangi dampak, misalnya memberikan edukasi publik dengan menyediakan informasi tentang potensi bahaya fenomena ini, termasuk dampak negatif sosial dan psikologis.
Selanjutnya, menciptakan regulasi pemerintah atau otoritas terkait perlu mengatur aktivitas seperti ini agar tidak merusak fasilitas umum atau melanggar hukum.
"Menciptakan alternatif dengan mendorong masyarakat untuk terlibat dalam kegiatan yang lebih produktif atau mendukung ekonomi lokal," pungkasnya. (*)