Pencatatan Perjanjian Sewa Tanah: Langkah Penting untuk Kepastian Hukum

Editor: Mustopa

11 Juli 2024 07:50 11 Jul 2024 07:50

Thumbnail Pencatatan Perjanjian Sewa Tanah: Langkah Penting untuk Kepastian Hukum Watermark Ketik
Oleh: Ricco Survival Yubaidi*

Pendaftaran tanah di Indonesia memainkan peran krusial dalam sistem hukum pertanahan. Pendaftaran ini tidak hanya bertujuan untuk mendokumentasikan kepemilikan tanah, tetapi juga memiliki fungsi ganda, yaitu recht kadaster dan fiscal kadaster. 

Recht kadaster bertujuan memberikan kepastian hukum bagi pihak yang melakukan pendaftaran, sementara fiscal kadaster berkaitan dengan aspek perpajakan. Dalam konteks recht kadaster, pendaftaran peralihan hak dan pencatatan perjanjian sewa-menyewa adalah langkah penting untuk memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang terlibat.

Pencatatan perjanjian sewa-menyewa pada sertifikat hak atas tanah sering kali diabaikan oleh banyak pihak. Padahal, pencatatan ini sangat vital dalam memberikan perlindungan hukum baik bagi pemilik tanah maupun penyewa. Dengan pencatatan, perjanjian sewa-menyewa memiliki kekuatan hukum yang lebih kuat dan diakui oleh pihak ketiga.

Hak sewa sebenarnya sudah diakui dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, namun mekanisme pencatatan perjanjian sewa baru banyak diatur pasca terbitnya PP Nomor 18 Tahun 2021. Aturan ini secara eksplisit tercantum dalam Pasal 90 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 sebagai peraturan pelaksana pasca terbitnya PERPU Cipta Kerja.

Pasal tersebut menyatakan, "Pihak yang berkepentingan dapat mengajukan permohonan pencatatan perjanjian pengikatan jual beli atau perjanjian sewa atas tanah terdaftar ke Kantor Pertanahan. Pencatatan dilakukan pada daftar umum dan/atau sertipikat Hak Atas Tanah." 

Bagi pihak yang berkepentingan yang melakukan pencatatan, sesuai Pasal 127 B ayat 2 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Nomor 16 Tahun 2021, akan dilakukan pencatatan sehingga tercantum dalam daftar umum dan/atau Sertifikat Hak Atas Tanah berupa kalimat: "Hak Atas Tanah/Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun ini merupakan objek perjanjian sewa antara pemegang hak sewa dengan ... sesuai dengan Akta Perjanjian Sewa Nomor ... tanggal ... yang dibuat oleh ... Notaris di ...."

Proses pencatatan ini cukup mudah dilakukan oleh pihak berkepentingan atau melalui kuasa ke kantor pertanahan dengan melampirkan salinan akta perjanjian sewa-menyewa serta asli sertifikat hak atas tanah terkait. Dengan adanya aturan ini, baik pemilik tanah maupun penyewa memiliki dasar hukum yang jelas untuk pencatatan perjanjian sewa-menyewa. Pencatatan ini menjamin bahwa hak dan kewajiban dalam perjanjian diakui secara hukum dan tidak mudah diganggu gugat.

Bagi penyewa, pencatatan perjanjian sewa-menyewa pada sertipikat tanah memberikan jaminan bahwa hak sewanya diakui secara hukum dan tidak mudah diganggu gugat. Hal ini sangat penting terutama dalam perjanjian sewa-menyewa jangka panjang, di mana kepastian dan stabilitas dalam menempati lahan sangat diperlukan. Bagi pemilik tanah, pencatatan perjanjian sewa-menyewa juga memberikan keuntungan signifikan. 

Dengan pencatatan, pemilik tanah memiliki bukti hukum kuat mengenai keberadaan perjanjian sewa-menyewa. Ini melindungi pemilik dari klaim atau sengketa yang mungkin timbul kemudian. Misalnya, dalam kasus penjualan tanah, pembeli baru akan mengetahui adanya perjanjian sewa-menyewa yang masih berlaku dan harus menghormati hak-hak penyewa yang telah tercatat.

Penting dipahami bahwa pendaftaran tanah memiliki fungsi ganda, yaitu recht kadaster dan fiscal kadaster. Dalam hal recht kadaster, tujuan utamanya adalah memberikan kepastian hukum bagi pihak yang melakukan pendaftaran. Oleh karena itu, pendaftaran peralihan hak dan pencatatan perjanjian sewa-menyewa juga bertujuan untuk memberikan kepastian hukum. 

Meskipun proses pencatatan ini penting, masih banyak pihak yang mengabaikannya. Banyak perjanjian sewa-menyewa hanya dilakukan secara lisan atau dalam bentuk dokumen tanpa pencatatan resmi. Praktik ini dapat menimbulkan risiko hukum di kemudian hari, terutama jika terjadi perselisihan antara penyewa dan pemilik tanah atau jika ada pihak ketiga yang berkepentingan terhadap tanah tersebut.

Selain itu, pencatatan ini juga akan mengurangi masalah klasik yang sering timbul dalam proses perjanjian sewa, yang biasanya diselesaikan secara perdata dan pidana. Dengan tertib administrasi ini, potensi sengketa seperti wanprestasi, perbuatan melawan hukum, atau hal lainnya dapat dikurangi.

Di sisi lain, karena akta perjanjian dibuat oleh notaris yang berwenang serta telah dilakukan pencatatan di Kantor Pertanahan, hal ini memberikan lapisan perlindungan hukum tambahan bagi para pihak yang terlibat.

Oleh karena itu, para pihak yang akan melakukan perjanjian sewa-menyewa tanah sebaiknya tidak mengabaikan pentingnya pencatatan. Langkah ini tidak hanya memberikan perlindungan hukum yang lebih kuat, tetapi juga membantu menciptakan transparansi dan kepastian dalam pengelolaan lahan.

Dalam jangka panjang, pencatatan perjanjian sewa-menyewa pada sertipikat hak atas tanah akan menguntungkan semua pihak yang terlibat dan mendukung terciptanya sistem hukum pertanahan yang lebih baik di Indonesia.

*) Ricco Survival Yubaidi, S.H., M.Kn., Ph.D merupakan Notaris, PPAT, dan Dosen Fakultas Hukum UII

**) Isi tulisan di atas menjadi tanggung jawab penulis

***) Karikatur by Rihad Humala/Ketik.co.id

****) Ketentuan pengiriman naskah opini:

  • Naskah dikirim ke alamat email redaksi@ketik.co.id.
  • Berikan keterangan OPINI di kolom subjek
  • Panjang naskah maksimal 800 kata
  • Sertakan identitas diri, foto, dan nomor HP
  • Hak muat redaksi.(*)

Tombol Google News

Tags:

opini Ricco Survival Yubaidi