KETIK, SURABAYA – Ada yang unik dalam pengukuhan guru besar Universitas Negeri Surabaya (Unesa) yang digelar di Gedung Sawunggaling, Selasa 29 Oktober 2024.
Salah satu guru besar yang dikukuhkan yakni Prof. Dr. Hj. Raden Roro Nanik Setyowati, M.Si membuat penelitian berjudul "Pendekatan Humanis dalam Mengantisipasi Kekerasan Suporter dalam Sepak Bola". Penelitian tersebut mengambil studi kasus suporter Bonek Surabaya.
Tumbuh di keluarga suporter klub sepak bola Persebaya, membuatnya wanita kelahiran 25 Agustus 1967 ini tertarik untuk menjadi Bonek sejak kecil. Rasa kecintaannya terhadap Bonek tercermin dalam karir akademiknya.
Pada tahun 1997, ketika menempuh gelar magister di Universitas Gajah Mada ia meneliti mengenai agresivitas suporter Bonek terhadap ketahanan wilayah. Hal tersebut kemudian kembali dikaji dengan perspektif sosiologi ketika menempuh gelar doktor di Universitas Airlangga.
"Saya bangga menjadi suporter bonek dan banyak juga yang menjuluki saya doktor bonek," jelas Nanik kepada Ketik.co.id, Selasa 29 Oktober 2024.
Sementara itu pada penelitian guru besar kali ini dirinya fokus kepada upaya mengelola kekerasan pada suporter sepak bola, dalam hal ini yang menjadi objek penelitian adalah bonek.
Dirinya menyadari pada dasarnya kekerasan akan selalu ada, tetapi yang terpenting adalah bagaimana mengelola kekerasan tersebut. Oleh sebab itu melalui penelitian ini dirinya menggunakan pendekatan humanis.
"Pendekatan humanis di sini adalah pendekatan yang memanusiakan mereka. Kenapa? Karena mereka melakukan kekerasan pasti ada alasannya," tambahnya.
Sejak dahulu sampai sekarang masalah suporter dalam sepak bola senantiasa menarik perhatian masyarakat karena sepak bola merupakan salah satu permainan yang disukai oleh masyarakat di Indonesia.
Keberadaan suporter merupakan hal yang sangat penting bagi suatu kesebelasan. Ibaratnya seperti jantung dalam organ manusia. Di dalam olahraga istilah suporter erat kaitannya dengan kecintaan dan fanatisme pada tim kesayangan.
Dari hasil pengamatan yang sudah dilakukan, suporter Bonek tidak sedikit yang berusia muda, tidak tergabung dalam komunitas, berpendidikan dasar, tidak memiliki pekerjaan mapan dan sering tidak menonton pertandingan secara langsung di dalam stadion.
Mereka hanya berputar-putar atau bergerombol di depan stadion. Mereka inilah yang cenderung mudah terlibat perilaku kekerasan dan seolah menjadikannya sebagai suatu budaya.
"Suporter itu ibarat jantung bagi organ tubuh, maka akan sangat penting diperhatikan keadaanya supaya sehat dan berfungsi dengan baik," paparnya.
"Oleh sebab itu perlu adanya pendekatan humanis dalam menjaga hubungan baik untuk menghindari adanya tindakan kekerasan," pungkasnya.(*)