Ponpes Al-Ittifaq Ciburial: 91 Tahun Berdiri, Dari Pondok Kolot Hingga Jadi Pesantren Agribisnis Modern

22 Maret 2025 16:34 22 Mar 2025 16:34

Thumbnail Ponpes Al-Ittifaq Ciburial: 91 Tahun Berdiri, Dari Pondok Kolot Hingga Jadi Pesantren Agribisnis Modern Watermark Ketik
Ponpes Al-Ittifaq Ciburial, di Kampung Ciburial RT 02/ RW 10 Desa Alamendah Kec Rancabali Kab Bandung. (Foto: Al Ittifaq)

KETIK, BANDUNG – Pondok Pesantren Al-Ittifaq Ciburial, dikenal pernah dikunjungi Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) beserta istrinya, Iriana, yang meninjau Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren) Al-Ittifaq pada 6 Maret 2023 lalu.

Ponpes Al-Ittifaq Ciburial, di Kampung Ciburial RT 02/ RW 10 Desa Alamendah Kecamatan Rancabali Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat, didirikan 1 Februari 1934 (16 syawal 1302) oleh KH. Mansyur. 

Pada waktu itu, pendirian pesantren bernama awal Ponpes Ciburial ini juga atas restu Kanjeng Dalem Wiranata Kusumah V, yang juga dikenal sebagai Dalem Haji atau Bupati Bandung ke-11, menjabat pada periode 1920-1931 dan 1935-1945, dan kemudian menjadi Menteri Dalam Negeri RI yang pertama. 

Awalnya, Ponpes Ciburial tergolong ke dalam jenis pondok pesantren Salafiyah (tradisional/non sekolah). Sistem pendidikan yang diterapkan pada waktu itu cukup kolot yaitu para santri diharamkan untuk belajar menulis latin. Tidak boleh kenal dengan pejabat pemerintah karena dianggap penjajah, tidak diperbolehkan membuat rumah dari tembok, tidak boleh terdapat alat elektronik (mic, radio, TV dan sebagainya) dan tidak diperbolehkan membuat toilet di dalam rumah.

Pesantren ini menggunakan metode salafiyah dalam sistem pendidikan pesantrennya. Model ini diambil karena cocok dengan keadaan, budaya dan idiologi masyarakat yang cenderung berperilaku musyrik, serta membutuhkan biaya yang murah.

Materi yang diajarkan sama dengan pesantren-pesantren salafiyah lain di Indonesia yaitu kitab-kitab klasik (al-kutub al-qadimah), yang dikenal dengan kitab kuning.

Pada tahun 1953 kepemimpinan diteruskan oleh H. Rifai hingga wafatnya pada tahun 1970. Pada periode ini Pesantren Ciburial mengalami penurunan santrinya, karena pola pendidikan yang sangat keras, dan feodalistik.

Foto Alm KH Fuad Affandi, Pimpinan Ponpes Al-Ittifaq Rancabali Kab Bandung. (Foto: Al-Ittifaq)Alm KH Fuad Affandi, Pimpinan Ponpes Al-Ittifaq Rancabali Kab Bandung. (Foto: Al-Ittifaq)

Mulai tahun 1970 sampai 2021, kepemimpinan dipegang oleh KH Fuad Affandi (cucu dari KH Mansyur). 

Pengelolaan pendidikan yang seadanya selama ini di pesantren, menyebabkan perkembangannya amat sangat lamban, bahkan cenderung berjalan di tempat. Selain itu, keengganan untuk membuka diri dan kurangnya pengetahuan mengenai potensi daerah. 

Tahun 1970 KH Fuad Affandi mencoba memadukan antara kegiatan keagamaan dengan kegiatan usaha pertanian (agribisnis) di pesantrennya, karena sesuai dengan potensi alam yang ada di sekitar pesantren. 

"Pada 1970, tepatnya sejak kepemimpinan K.H. Fuad Affandi, putra K.H. Rifai, terjadi perubahan tradisi dan model kepemimpinan yang berimplikasi pada terjadinya perubahan visi, misi, orientasi, tradisi dan program pembelajaran Pesantren Al-Ittifaq," tutur KH Dandan Mudawarul Falah, MMPd, pimpinan Ponpes Al-Ittifaq, kepada ketik.co.id, Sabtu 22 Maret 2025.

Setelah melakukan pengamatan dan pemahaman terhadap realitas kebutuhan masyarakat, KH. Fuad melakukan berbagai gebrakan.

"Pertama, pengubahan nama pesantren yang semula bernama Pesantren Ciburial menjadi Pesantren AlIttifaq, agar nampak lebih Islami dan tidak terkesan kedaerahan," sebut KH Dandan.

Kedua, mengubah orientasi dan visi pesantren. Ketiga, membangun infrastruktur pesantren, yaitu membangun asrama, jaringan listrik, sarana jalan, perbaikan mesjid dan tempat belajar.

Keempat, membangun kerjasama dengan berbagai pihak, baik dengan pemerintah, perguruan tinggi dan LSM. 

Kelima, melakukan pengembangan pembelajaran melalui penerjemahan kitab-kitab standar yang berbahasa Arab ke dalam bahasa Sunda.

Pembaharuan yang dilakukan ternyata membuahkan hasil yang cukup efektif sebagai modal untuk pengembangan pesantren selanjutnya.

"Setelah Kyai Fuad Afandi memimpin selama 40 tahun lebih, tidak hanya menempatkan Pesantren Al-Ittifaq sebagai pesantren agribisnis kategori “termaju” di Indonesia, tetapi juga berkontribusi mengembangkan komunitas pesantren dan masyarakat sekitar menjadi masyarakat maju, sejahtera dan produktif serta relijius," tutur Dandan.

Seiring perjalanan waktu, orientasi pesantren diperluas dan diperjelas. Pesantren diorientasikan pada pengembangan masyarakat, yang menekankan pada pemberdayaan masyarakat dhuafa (miskin, fakir, dan yatim-piatu) dan masyarakat sekitar melalui pendekatan agama dan perekonomian.

Untuk itu, pesantren melakukan diversifikasi jenis pendidikan, yaitu pendidikan keagamaan yang berorientasi pada tafaqquh fiddin, pendidikan formal (khalafi), dan pendidikan nonformal dalam bentuk pendidikan keterampilan (life skill).

Pengembangan ekonomi pesantren Al-Ittifaq berangkat dari peluang bisnis yang ada di lingkungan pondok pesantren. Di hampir kebanyakan wilayah Rancabali-Ciwidey banyak yang menyewakan tanahnya kepada orang orang kaya yang datang dari luar Ciwidey.

Peluang inilah yang mendorong Kiai Fuad menekuni bidang agribisnis agar masyarakat Ciburial Rancabali bisa menjadi tuan di daerahnya sendiri. KH Fuad wafat pada 25 November 2021 di usia 73 tahun. Kepemimpinan pesantren dilanjutkan putranya, KH Dandan Mudawarul Falah M.Pd.

Foto Ponpes Al-Ittifaq Rancabali Kab Bandung. (Foto: Al-Ittifaq)Ponpes Al-Ittifaq Rancabali Kab Bandung. (Foto: Al-Ittifaq)

Pesantren Agribisnis

Kegiatan usaha pertanian (agribisnis) di atas lahan 15 hektare, berlangsung hingga sekarang, bahkan menjadi tulang punggung kegiatan pesantren. Selain itu, ada dua alasan Ponpes Al-Ittifaq menerapkan pendidikan di sektor pertanian disebabkan oleh:
a. Hampir 90% santri Al-Ittifaq adalah santri kurang mampu, saat ini ada dua sistem pendidikan yaitu khalafiyah dan salafiyah.
b. 100% santri yang masuk ke ponpes tidak mungkin semuanya keluar akan menjadi ulama. 

Adanya pelatihan di sektor pertanian diharapkan mampu mendorong santri untuk mengembangkan karir di bidang wirausaha karena skill yang telah dilatih selama santri belajar di pondok. Santri didorong untuk mandiri dan belajar tauhid sehingga diharapkan mampu mengajarkan ilmu agama yang diimbagi dengan berkarya.

Pelaksanakan pengembangan agribisnis Ponpes Al-Ittifaq didasarkan kepada prinsip INPEKBI (Ilahi, Negeri, Pribadi, Ekonomi, Keluarga, Birahi, Ilmihi) yang artinya bahwa dalam melaksanakan pengembangan agribisnis maka harus diridhoi oleh Allah SWT, diakui oleh pemerintah (negeri), berdasarkan atas kepribadian yang luhur, usaha secara ekonomis harus menghasilkan keuntungan.
 
Ponpes Al-Ittifaq saat ini dijadikan sebagai tempat magang atau pelatihan agribisnis dari santri, mahasiswa, dan petani yang berasal dari berbagai daerah bahkan dari luar negeri. 

Saat ini pondok juga telah bekerjasama dengan instansi pemerintah dan BUMN berupa kerjasama di bidang pengembangan SDM, bantuan permodalan dan pengembangan sarana prasarana. 

Selain itu, ponpes juga melakukan kerjasama dengan lembaga pendidikan dalam rangka pengembangan teknologi pertanian melalui penelitian dan magang. 

Lembaga pendidikan yang menjalin kerjasama dengan Ponpes Al-Ittifaq adalah Institut Pertanian Bogor, Universitas Padjajaran Bandung, Universitas Winaya Mukti Bandung, Universitas Siliwangi Tasikmalaya, Institut Teknologi Bandung, Institut Manajemen Koperasi Indonesia Sumedang, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Universitas Sebelas Maret Surakarta, Universitas Brawijaya Malang, dan Universitas Satyagama Jakarta.

Kegiatan agribisnis yang dilakukan pesantren ini mempunyai multiple effect terhadap kelangsungan proses pendidikan di Ponpes Al-Ittifaq. Hasil dari kegiatan agribisnis dapat digunakan sebagai sarana untuk pemenuhan kebutuhan warga pesantren, sehingga dapat menekan biaya produksi. 

Produk yang dihasilkan dari kegiatan agribisnis mempunyai nilai keunggulan kompetitif dan komparatif sehingga Ponpes Al- Ittifaq dijadikan sebagai laboratorium dalam menumbuhkembangkan jiwa mandiri dan wirausaha santri. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan oleh Ponpes Al-Ittifaq, yaitu mencetak santri yang berakhlak mulia, mandiri dan berjiwa wirausaha.

Jumlah santri yang dibina sekitar 1.200-an, yang dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yaitu santri mondok  (santri Salafiyah dan sebagian santri Khalafiyah yang bersekolah di MTS, dan MA), dan sisanya adalah santri kalong.

Sebagian besar (59%) santri (di luar Majelis Taklim) berasal dari Kecamatan Rancabali dan sekitarnya, serta sebagian berasal dari kabupaten yang ada di Jawa Barat (Bandung, Tasik, Garut, Ciamis dan Banjar). Mereka umumnya berasal dari keluarga yang tidak mampu, dengan latar pendidikan orang tua sebagian besar setara SD.

Pendidikan Formal

Pesantren Al-Ittifaq kini menyelenggarakan sejumlah jenis pendidikan.

(1) Pendidikan keagamaan yang meliputi: (1) Taman Pendidikan Al-Qur’an (TKQ), bertujuan membentuk generasi Qur’ani. TKQ ini merupakan laboratorium bagi santri yang memiliki minat menjadi guru pada jenjang TK.

(2) Madrasah Diniyah (MD) Mereka adalah para santri salafiyah tingkat tinggi yang telah menguasai kitab, bisa berbahasa Arab, dan mampu membaca Al-Qur’an dengan baik.

(3) Salafiyah (pesantren) sebagai “traditional religious boarding schools” Al Ittifaq menyelenggarakan bentuk pembelajaran (ta’lim) yang sosio-historiknya diistilahi dengan pesantren salafiyah atau pesantren salafi (ma’had as-salafiy).

(4) Majelis Taklim (MT) diperuntukkan bagi masyarakat umum, membahas materi peribadatan, fiqh, tasawuf, muamalah dan perekonomian, di samping dzikir dan diskusi.

Kegiatan Majelis Taklim dilaksanakan secara rutin, baik mingguan, bulanan, serta peringatan hari besar Islam. Para pengajarnya adalah para kyai/ustadz Pesantren Al-Ittifaq dan kyai luar yang terikat dalam jaringan pesantren, baik tingkat kecamatan, kabupaten, maupun provinsi.

b. Pendidikan khalafiyah formal, yang meliputi Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah.

c. Pendidikan nonformal, yang bertujuan memberi kesempatan kepada masyarakat untuk meningkatkan martabat kehidupan nya melalui keterampilan: agribisnis, home-industry, menjahit, dan komputer.

Selain itu, diselenggarakan Program Kejar Paket B dan C sebagai wadah bagi para santri untuk memperoleh ijazah setara SMP/ MTS, SMA/MA.

Peserta program ini adalah santri salafiyah dan masyarakat umum yang belum menamatkan jenjang pendidikan SLTP dan SLTA. Jumlah peserta Paket B dan C dalam setiap tahunnya tidak tetap.(*)

Tombol Google News

Tags:

ngabuburit Ramadan ramadhan ponpes Pesantren