Presiden Teken Peraturan yang Perbolehkan Korban Pelecehan Lakukan Aborsi

Jurnalis: Shinta Miranda
Editor: Mustopa

31 Juli 2024 10:36 31 Jul 2024 10:36

Thumbnail Presiden Teken Peraturan yang Perbolehkan Korban Pelecehan Lakukan Aborsi Watermark Ketik
Ilustrasi janin. (Foto: AI Freepik)

KETIK, JAKARTA – Pemerintah Indonesia baru saja mengeluarkan kebijakan terbaru mengenai aborsi melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024.

Aturan ini merupakan implementasi dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Presiden Joko Widodo menandatangani dan menerbitkan PP ini pada Jumat, 26 Juli 2024.

Peraturan ini menetapkan sejumlah syarat ketat terkait aborsi, termasuk kondisi-kondisi yang membolehkan tindakan tersebut secara legal, serta prosedur yang harus dipenuhi.

Dalam Pasal 116, dijelaskan bahwa aborsi dilarang secara umum, kecuali dalam dua kondisi khusus.

“Aborsi hanya diperbolehkan dalam situasi kedaruratan medis atau jika kehamilan terjadi akibat tindak pidana perkosaan atau kekerasan seksual sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),” bunyi pasal tersebut sebagaimana dikutip dari salinan PP pada Rabu (31/7/2024).

Menurut PP Nomor 28 Tahun 2024, aborsi dapat dilakukan dalam dua kondisi utama indikasi kedaruratan medis dan akibat tindak pidana perkosaan atau kekerasan seksual lainnya.

Indikasi kedaruratan medis itu meliputi kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan ibu dan atau kondisi kesehatan janin dengan catat bawaan yang tak dapat diperbaiki, sehingga tak memungkinkan hidup di luar kandungan.

Sementara pada Pasal 118 PP 28/2024 menyatakan kehamilan akibat perkosaan atau kekerasan seksual harus dibuktikan dengan:

a. surat keterangan dokter atas usia kehamilan sesuai dengan kejadian tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan; dan

b. keterangan penyidik mengenai adanya dugaan perkosaan dan/atau kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan.

Kemudian, Pasal 122 menjelaskan aborsi haruslah mendapatkan persetujuan dari perempuan hamil yang bersangkutan dan persetujuan suami.

Pengecualian persetujuan suami terhadap korban perkosaan dan kekerasan seksual lainnya yang menyebabkan kehamilan.

PP 28/2024 ini memang tak mengatur batas usia kehamilan yang diperbolehkan untuk melakukan aborsi.

Namun, perihal itu diatur dalam PP Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi. Pengaturan soal aborsi diatur dalam Bab IV PP tersebut.

Pasal 31 ayat (2) menyatakan aborsi akibat perkosaan hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan paling lama berusia 40 hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir.

Bab XII Ketentuan Peralihan PP 28/2024 menyatakan ketika PP itu mulai berlaku, pengaturan mengenai usia kehamilan yang diperbolehkan untuk tindakan aborsi dilaksanakan berdasarkan Pasal 31 PP 61/2014.

Dalam ketentuan di PP 61/2014, aturan tersebut dicabut dan tak berlaku lagi setelah PP 28/2024 mulai berlaku. Hanya Pasal 31 PP 61/2014 yang tetap berlaku.

Ketentuan ini juga berlaku sampai dengan diterapkan UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP baru. (*)

Tombol Google News

Tags:

Aborsi Peraturan Pemerintah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 korban kekerasan seksual Presiden Joko Widodo