KETIK, JAKARTA – Presidium Nasional Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama (PTNU) se-Nusantara, Arip Muztabasani menegaskan bahwa kasus gagal bayar yang dialami PT. Surya Artha Prawiradiredja (SAP) oleh buyer China, Guangdong Xingyitong Engineering and Development Ltd (GXE) bukti nyata lemahnya perlindungan bagi eksportir Indonesia dalam perdagangan internasional.
"Ketika eksportir seperti PT. Surya Artha Prawiradiredja sudah menjalankan kewajibannya dengan mengirimkan barang sesuai kontrak, tetapi buyer seperti GXE justru menghindari pembayaran, ini sinyal bahaya yang harus diwaspadai oleh semua pelaku usaha Indonesia. Regulasi harus diperketat untuk mencegah kasus serupa terulang," tegas Arip, Minggu, 16 Maret 2025.
Kasus ini bermula ketika PT. Surya Artha Prawiradiredja (SAP) melakukan ekspor batu bara ke GXE senilai USD 3.328.160. Namun, GXE diduga melakukan serangkaian tindakan merugikan, termasuk mengubah metode pembayaran secara sepihak, meminta perubahan dokumen yang tidak wajar, dan akhirnya menghindari tanggung jawab pembayaran.
Selain itu, PT. Maknah Coal Trading, yang awalnya merekomendasikan GXE kepada SAP, turut memfasilitasi berbagai amandemen dalam perjanjian antara kedua belah pihak.
Namun, ketika masalah gagal bayar muncul, PT. Maknah Coal Trading terkesan lepas tangan, memperburuk situasi bagi SAP yang telah memenuhi kewajibannya.
Menyikapi hal ini, SAP telah menunjuk Kantor Hukum SENTOSO dan Partners Law Firm sebagai kuasa hukum untuk menempuh langkah hukum yang diperlukan.
"GXE telah melakukan wanprestasi yang berakibat pada kerugian finansial besar bagi klien kami, PT. Surya Artha Prawiradiredja. Kami akan menempuh jalur hukum baik di dalam negeri maupun internasional untuk memastikan klien kami mendapatkan haknya sesuai dengan kontrak yang berlaku," tegas perwakilan SENTOSO dan Partners Law Firm.
Pihak kuasa hukum juga tidak menutup kemungkinan untuk mengajukan upaya hukum terhadap PT. Maknah Coal Trading jika ditemukan unsur kelalaian atau keterlibatan dalam kerugian yang dialami SAP.
Kasus ini menjadi peringatan serius bagi seluruh pelaku usaha Indonesia untuk lebih berhati-hati dalam bertransaksi dengan buyer asing, khususnya dari China.
"Kami menekankan pentingnya regulasi yang lebih ketat dan sistem perlindungan yang lebih kuat bagi eksportir Indonesia agar tidak menjadi korban dalam perdagangan internasional," tutup Arip Muztabasani menutup penyampaian. (*)