KETIK, BLITAR – Suara penolakan terhadap pembangunan Gedung Kejaksaan Negeri Kabupaten Blitar yang direncanakan berdiri di wilayah Kanigoro, menggema keras di halaman Gedung DPRD Kabupaten Blitar, Kamis 15 Mei 2025.
Ratusan orang dari Gerakan Pembaharuan Indonesia (GPI) menggelar aksi damai menuntut penghentian proyek yang mereka nilai tidak relevan dengan kebutuhan mendesak masyarakat.
Massa yang mulai berkumpul sejak pagi membawa spanduk, poster-poster kritik, dan perangkat orasi. Di bawah pengawasan aparat kepolisian, aksi berlangsung tertib namun penuh tekanan moral terhadap para pemangku kebijakan.
“Ini bukan sekadar protes, ini perlawanan terhadap kebijakan yang tidak punya nurani sosial,” seru Ketua Umum GPI, Jaka Prasetya, dari atas mobil komando.
Jaka dengan tegas mempertanyakan urgensi pembangunan gedung baru bagi kejaksaan negeri. Menurutnya, proyek tersebut tidak memiliki dasar prioritas, sarat kejanggalan administratif, dan berpotensi membebani anggaran daerah tanpa memberikan dampak langsung bagi rakyat.
“Pembangunan ini bukan solusi, tapi ironi. Di saat rakyat masih menjerit karena akses jalan rusak, air bersih langka, dan layanan dasar terbatas, pemerintah malah sibuk bangun gedung untuk institusi vertikal. Ini pemborosan!” tegasnya.
Ia juga mengkritik penggunaan dana hibah dari APBD untuk membiayai proyek tersebut, yang menurutnya bertentangan dengan prinsip tata kelola anggaran yang baik. GPI menyebut kebijakan ini tidak selaras dengan arahan Presiden Prabowo yang mendorong efisiensi anggaran di seluruh level pemerintahan.
“APBD adalah uang rakyat. Gunakan untuk kebutuhan rakyat, bukan gedung yang hanya mempercantik institusi pusat. Kejaksaan itu di bawah pusat, bukan wewenang daerah untuk membiayainya,” lanjut Jaka.
Dalam tuntutannya, GPI mendesak pemerintah daerah dan DPRD menghentikan seluruh proses pengadaan proyek pembangunan gedung Kejaksaan, serta melakukan evaluasi menyeluruh terhadap APBD 2025/2026.
Mereka meminta alokasi anggaran dialihkan ke sektor yang menyentuh langsung kehidupan masyarakat seperti kesehatan, pendidikan, dan pemberdayaan ekonomi.
Setelah hampir dua jam berorasi, delegasi GPI diterima secara resmi oleh DPRD Kabupaten Blitar dalam forum audiensi yang dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi III, Aryo Nugroho. Dalam forum itu, GPI menyerahkan dokumen tertulis berisi daftar tuntutan serta pemaparan lisan atas berbagai kejanggalan proyek tersebut.
“Kami akan pelajari dan tindak lanjuti aspirasi ini. Prinsipnya, DPRD adalah wakil rakyat, dan suara rakyat akan menjadi bahan utama dalam pertimbangan pengambilan kebijakan anggaran,” ujar Aryo dalam tanggapannya.
Meski audiensi berlangsung kondusif, GPI menegaskan bahwa aksi ini baru awal dari rangkaian pengawalan isu. Mereka menyatakan siap untuk turun ke jalan kembali jika aspirasi mereka tidak direspons dengan tindakan nyata.
“Kami akan terus bergerak. Kalau suara rakyat diabaikan, maka jangan salahkan kami bila gelombang protes ini membesar. Blitar harus dibangun dari bawah, bukan dari beton megah yang tak menyentuh kehidupan rakyat kecil,” pungkas Jaka Prasetya, menutup orasinya dengan sorakan solidaritas dari massa aksi.(*)