Tulisan ini berdasarkan opini sepihak penulis. Izinkan pula penulis meminta pembaca melihatnya dari sisi kebebasan berekspresi. Bagian dari kekayaan intelektual masyarakat bebas Indonesia.
Narasi kali ini berisi perspektif penulis tentang sabung ayam. Hasil observasi penulis selama beberapa minggu ke sejumlah peternakan ayam aduan di Jawa Timur.
Baiklah, langsung saja kita kupas topik sabung ayam. Sabung ayam bagi penulis bukan sekadar pertarungan dua ekor unggas. Ia adalah warisan budaya yang mengakar dalam banyak tradisi masyarakat. Menjadi simbol kehormatan, keberanian, dan ketangguhan. Seperti halnya adu banteng di Spanyol. Atau gulat sumo di Jepang.
Sabung ayam telah menjadi bagian dari identitas suatu bangsa. Menolaknya tanpa memahami konteksnya, sama saja menafikan sejarah dan kearifan lokal yang dijaga turun-temurun.
Di berbagai belahan dunia, sabung ayam memiliki makna yang lebih dalam daripada sekadar hiburan. Di Bali, misalnya, sabung ayam atau tajen bukanlah sekadar pertarungan. Tetapi bagian dari upacara keagamaan.
Dalam ritual Tabuh Rah, darah ayam yang tertumpah diyakini sebagai persembahan kepada roh leluhur. Sebagai penolak bala dan pembersihan energi negatif. Ini bukan sekadar perjudian atau tontonan kasar, melainkan tradisi yang dihormati masyarakat setempat sebagai bagian dari spiritualitas mereka.
Selain makna spiritual, sabung ayam juga menjadi perekat sosial. Dalam banyak komunitas, arena sabung ayam adalah tempat berkumpulnya masyarakat dari berbagai lapisan. Tempat pertemuan para peternak, pedagang, hingga tokoh adat.
Di sinilah hubungan sosial terbentuk, keakraban terjalin, dan nilai-nilai kebersamaan diwariskan dari generasi ke generasi. Arena sabung ayam bukan hanya ajang pertarungan. Tetapi juga ruang interaksi budaya yang mempererat ikatan sosial.
Bagi para peternak, sabung ayam bukanlah sekadar permainan. Tetapi juga bentuk dedikasi terhadap seni pemeliharaan unggas. Ayam aduan dirawat dengan sangat serius. Diberi makanan terbaik, dilatih dengan teknik khusus. Dan dipelihara dengan penuh perhatian. Ini adalah ilmu yang diwariskan turun-temurun. Mencerminkan kepiawaian dalam memilih genetika unggul dan melatih mental serta fisik ayam agar menjadi petarung tangguh.
Jika dirunut lebih dalam, sabung ayam adalah bentuk penghormatan terhadap hewan itu sendiri. Sebuah seni yang menggabungkan kearifan lokal, ketelitian, dan kecintaan terhadap makhluk hidup.
Secara ekonomi, sabung ayam juga memberikan dampak yang signifikan bagi masyarakat. Dalam banyak daerah, seperti Probolinggo, Lumajang, Pasuruan, dan Blitar, sabung ayam bukan hanya hobi tetapi juga sumber penghidupan.
Peternak ayam aduan menggantungkan hidupnya pada usaha ini. Mulai dari pembibitan, pelatihan, hingga penjualan ayam berkualitas tinggi. Di beberapa negara seperti Filipina, dan Thailand, sabung ayam menjadi industri bernilai miliaran. Mendukung ekonomi lokal dan menciptakan lapangan pekerjaan bagi banyak orang.
Tidak adil jika sabung ayam hanya dilihat dari sisi kekerasannya saja tanpa memahami konteks budayanya. Jika ada argumen sabung ayam bentuk eksploitasi hewan, maka kita harus melihat bagaimana olahraga modern pun terdapat unsur kompetisi yang melibatkan pertarungan fisik. Seperti tinju atau seni bela diri campuran (MMA).
Dalam kasus sabung ayam, pertarungan terjadi secara alami karena ayam jantan memang memiliki naluri bertarung yang kuat. Alih-alih melihatnya sebagai tindakan kekejaman, mengapa kita tidak menganggapnya sebagai cara manusia memahami dan mengapresiasi sifat alami hewan?
Sebagai sebuah warisan budaya, sabung ayam seharusnya tidak serta-merta dihapuskan, melainkan diregulasi agar tetap berlangsung dengan cara yang lebih etis dan terkendali. Seperti halnya olahraga tradisional lainnya, sabung ayam bisa dikembangkan menjadi ajang yang lebih terstruktur, dengan aturan yang membatasi kekerasan yang berlebihan.
Taji pisau atau benda tajam lainnya bisa dihilangkan, dan sistem pertandingan bisa dibuat lebih humanis tanpa harus berakhir dengan kematian salah satu ayam. Dengan demikian, tradisi tetap terjaga tanpa mengorbankan nilai kemanusiaan.
Dunia telah berulang kali menyaksikan bagaimana budaya yang dianggap kontroversial pada suatu masa bisa berkembang menjadi sesuatu yang lebih diterima tanpa harus dihilangkan. Jika adu banteng di Spanyol masih dapat dipertahankan dengan reformasi tertentu, mengapa sabung ayam tidak bisa mengalami evolusi yang serupa? Tradisi bukan untuk dimatikan, tetapi untuk diarahkan ke bentuk yang lebih sesuai dengan perkembangan zaman.
Menghapus sabung ayam sama dengan menghilangkan bagian dari sejarah dan identitas suatu masyarakat. Alih-alih menolaknya mentah-mentah, kita seharusnya belajar memahaminya dari sudut pandang masyarakat yang menjadikannya sebagai bagian dari kehidupan mereka. Budaya adalah cerminan nilai dan kebijaksanaan suatu bangsa. Menghormati budaya berarti memahami bahwa tidak semua tradisi harus diukur dengan kacamata yang sama. SALAM. (*)
*) Eko Hardianto adalah wartawan Ketik.co.id yang bertugas di Probolinggo
**) Isi tulisan di atas menjadi tanggung jawab penulis
***) Karikatur by Rihad Humala/Ketik.co.id
****) Ketentuan pengiriman naskah opini:
- Naskah dikirim ke alamat email [email protected].
- Berikan keterangan OPINI di kolom subjek
- Panjang naskah maksimal 800 kata
- Sertakan identitas diri, foto, dan nomor HP
- Hak muat redaksi.(*)