KETIK, SURABAYA – Penjabat Sementara (PJs) Wali Kota Surabaya, Restu Novi Widiani menyampaikan kepada seluruh anggota Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) untuk tetap waspada terhadap pra stunting. Ia berharap, anak-anak pra stunting yang terdata saat ini bisa terus didampingi untuk menjadi sehat kembali dan tidak mengalami stunting.
Hal ini dilakukan untuk menjaga angka prevalensi stunting di Kota Surabaya agar tetap rendah. Saat ini angka prevalensi stunting Surabaya berada di angka 1,6 persen. Angka tersebut menurun jauh jika dibandingkan dengan prevalensi stunting pada tahun 2022 yang mencapai 4,8 persen.
"Saya mengapresiasi Kota Surabaya dengan angka prevalensi stunting 1,6 persen, karena capaian ini juga berimbas pada penurunan angka di Jawa Timur secara keseluruhan," kata Restu dalam pertemuan evaluasi TPPS yang bertempat di Graha Sawunggaling, Kamis 14 November 2024.
Lebih lanjut, Restu juga meminta agar OPD, Camat, Lurah serta Kepala Puskesmas untuk melakukan pemantauan kondisi anak-anak di lembaga kesejahteraan sosial, yang ada diwilayahnya masing-masing. Sebab, bukan tidak mungkin kasus stunting muncul dari sana.
"Ada pra stunting, ini bisa menjadi ancaman menambah angka stunting. Selain itu, perlu adanya perhatian khusus pada anak-anak yang berada di lembaga kesejahteraan sosial," tambahnya.
Dalam upaya mengurangi angka stunting, tidak hanya dilakukan dengan pemberian gizi seimbang saja, tetapi juga harus dibarengi dengan kesiapan ketahanan pangan. Oleh sebab itu Pemkot Surabaya menggalakkan urban farming dengan menggalakkan pemanfaatan lahan kosong di pemukiman.
"Semua masyarakat ikut bergerak dalam kesiapan ketahanan pangan untuk menuju zero stunting," paparnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Ida Widayati mengungkapkan, semua intervensi spesifik dan sensitif terhadap kasus stunting dilakukan dengan semangat gotong royong secara pentahelix melalui program bapak asuh, orang tua asuh, serta Corporate Social Responsibility (CSR).
"Hingga 11 November 2024 tersisa 205 anak stunting di Kota Surabaya. Rinciannya, 188 anak merupakan warga Surabaya dan 17 lainnya adalah orang luar kota yang tinggal di Surabaya," ungkapnya.
Pihaknya juga melakukan intervensi angka stunting dengan menggunakan Aplikasi Sayang Warga (ASW), yang mana data dari aplikasi tersebut dipadukan dengan hasil pendampingan yang di gambarkan secara spesifik oleh Tim Pendampingan Keluarga (TPK).
"Semua intervensi positif dilakukan secara pentahelix dan terintegrasi," pungkasnya.(*)