KETIK, JEMBER – Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid bersama rombongan mengunjungi Kabupaten Jember pada 25-26 Maret 2024. Kunjungannya kali ini diisi dengan buka puasa bersama di Kecamatan Ledokombo dan sahur bersama di Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq (UIN KHAS) Jember.
Tidak hanya sahur keliling dan buka bersama, istri presiden keempat Indonesia itu juga mengisi tausiyah atau ceramah tentang kebangsaan, juga kampanye semangat persatuan, kerukunan, persaudaraan dan anti kekerasan.
“Yang menjadi sasaran saya adalah kaum dhuafa, fakir miskin, dan marjinal. Saya mengajak seluruh komponen yang ada, suku apapun dan agama apapun mereka adalah saudara-saudara kita semua,” papar perempuan yang akrab disapa Nyai Sinta itu usai mengikuti sahur keliling di kampus UIN KHAS Jember, Selasa (26/3/2024).
Dengan keterbatasan yang dialaminya, tidak menyurutkan semangat Nyai Sinta berkeliling Indonesia menyebarkan semangat persatuan selama bulan Ramadan.
“Mengungkapkan rasa cinta kasih, saling menghormati, menghargai, tolong menolong dengan saudara beragama islam agar bisa melaksanakan ibadah puasa dengan sebaik-baiknya,” lanjutnya.
Menurutnya, sudah sepatutnya kesatuan dijunjung dalam berbangsa Indonesia. Dimana beragam suku, budaya, dan agama yang disebut dengan istilah Bhinneka Tunggal Ika.
Disamping itu, Rektor UIN KHAS Jember Prof Hepni menyampaikan kegiatan sahur di lingkungan kampus diluar kebiasaan Sinta Nuriyah yang selalu memberikan syiar kebangsaan kepada kaum dhuafa dan marjinal.
Meskipun begitu, Hepni menyebut jika seorang tokoh besar seperti Nyai Sinta bisa menyentuh seluruh segmen termasuk elit akademisi, seperti mahasiswa, dosen, dan guru besar.
“Sehingga betul-betul untuk umat dengan segala jenisnya, bentuk pemihakan pluralisme. Beliau tunjukkan komitmennya merawat kemajemukan di Indonesia,” lanjutnya.
Dengan kehadiran Nyai Sinta di acara sahur bersama, harapannya para mahasiswa yang hadir dapat menyerap tausiyah serta membuka wawasan yang lebih luas.
Terutama soal kemanusiaan dan keagamaan yang sekedar didapatkan dari tokoh akademik secara normatif saja. Juga makna sebuah perjuangan seorang aktivis kemanusiaan.
“Paling tidak terinspirasi bahwa ilmu untuk diamalkan di masyarakat,” pungkas Hepni.(*)