KETIK, JEMBER – Momen peringatan Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) pada 20 Mei 2025 ini diperingati oleh demonstrasi ribuan pengemudi ojek online (Ojol) di Jember dengan aksi unjuk rasa. Tak hanya di Jember, aksi demonstrasi ini digelar dengan berbagai kota, dengan tuntutan yang sama.
Mereka menuntut agar ada regulasi dari pemerintah untuk mewujudkan keadilan dalam kerjasama kemitraan antara pengemudi ojek online dengan perusahaan aplikator.
Aksi demo ribuan ojol di Jember ini dimulai dengan longmarch dari sekitaran Gedung Serbaguna Kaliwates, menuju depan Kantor Pemkab Jember.
Dalam aksinya, mereka menyampaikan sejumlah tuntutan terkait penyedia aplikasi transportasi daring. Aksi tersebut, diketahui juga digelar serentak di berbagai daerah di Indonesia.
Ribuan pengemudi ojol yang tergabung dalam Forum Komunikasi Jember Online Bersatu (FKJOB) itu, juga merupakan bagian dari Forum Diskusi Transportasi Online Indonesia (FDTOI).
Berikut tuntutan para driver online (pengemudi daring, red) dalam aksi unras yang dilakukan.
1. Kenaikan tarif layanan penumpang roda dua (R2).
Pengemudi menilai bahwa tarif yang berlaku saat ini sudah tidak relevan karena masih merujuk pada Keputusan Menteri Perhubungan No KP 667 Tahun 2022. Padahal, sejak keputusan tersebut diterbitkan, Upah Minimum Regional (UMR) telah naik sebanyak tiga kali dengan total kenaikan mencapai 16,7%. Para pengemudi meminta pemerintah segera melakukan penyesuaian.
2. Regulasi layanan makanan dan barang (R2).
Hingga kini belum ada regulasi yang secara spesifik mengatur aspek keselamatan dan tarif layanan antar makanan dan barang yang dijalankan oleh pengemudi roda dua. Kekosongan hukum ini dimanfaatkan oleh aplikator untuk menetapkan tarif rendah yang dinilai eksploitatif.
3. Ketentuan tarif bersih untuk angkutan sewa khusus (ASK).
Tidak adanya aturan baku mengenai potongan oleh aplikator untuk kendaraan roda empat membuat pengemudi rentan terhadap pemotongan yang tidak wajar. Pengemudi mendesak pemerintah membuat ketentuan seperti yang sudah berlaku pada ojol roda dua.
Massa aksi demo ojol menggelar orasi di kantor Pemkab Jember. (Foto: Atta/ Ketik.co.id)
4. Undang-Undang khusus transportasi online.
Kompleksitas persoalan transportasi online yang menyentuh banyak aspek—dari tarif, status hubungan kerja, perizinan, hingga jaminan sosial—membutuhkan payung hukum tersendiri yang mengatur secara menyeluruh.
"Kami bukan hanya menuntut tarif, tapi keadilan secara menyeluruh. Sudah saatnya ada undang-undang yang melindungi pengemudi transportasi online. Kami bukan sapi perah. Kami bekerja keras, melayani masyarakat, dan layak mendapatkan perlindungan dan pengakuan,” ujar Koordinator FKJOB, Dedi Novianto saat dikonfirmasi disela aksi, Selasa (20/5/2025).
Ia menegaskan bahwa perjuangan ini adalah bentuk kepedulian para driver terhadap keadilan dan perlindungan profesi mereka.
Selain menyuarakan isu nasional, kata Dedi, FKJOB juga membawa sejumlah tuntutan lokal kepada Pemerintah Kabupaten Jember.
"Kami pun juga berharap, jaminan BPJS Ketenagakerjaan untuk driver ditanggung oleh pemerintah daerah, pemberian bantuan sosial, pelatihan peningkatan keterampilan, serta pembentukan produk hukum daerah yang mengatur transportasi online," paparnya.
Menanggapi aksi ini, Wakil Bupati Jember, Djoko Susanto menemui para massa aksi di depan Kantor Pemkab Jember.
Wabup Djoko, menyatakan dukungannya terhadap perjuangan para pengemudi transportasi online.
Ia juga menekankan, pentingnya peran aplikator dalam menjaga keseimbangan antara kepentingan pasar dan keberlangsungan penghasilan driver.
"Aplikator atau investor yang masuk ke Jember mesti harus buka kantor di Jember. Yang kedua, aplikator nggak hanya jualan jaket, tapi juga harus menjaga keseimbangan antara kebutuhan transportasi oleh masyarakat dan persediaannya teman-teman driver. Ini sangat penting," ungkap Djoko.
Djoko juga menyoroti soal pembagian hasil dan kesejahteraan driver yang ia nilai masih timpang.
"Jangan sampai teman-teman driver ini sehari cuma tarik satu, apalagi tekor, kan nggak ada yang bisa dibawa pulang. Masalah potongan atau pembagian itu yang mesti kita bicarakan dengan aplikator," sambungnya.
Djoko menilai, unjuk rasa para ojol tersebut tidak hanya fokus pada soal batas atas dan bawah tarif. Tetapi juga perlu diperhatikan juga soal kemanfaatan ojol untuk menekan angka kepadatan kendaraan di jalanan.
"Kenapa begitu? bila transportasi online menjadi pilihan utama masyarakat, maka penggunaan kendaraan pribadi bisa ditekan, dan hal ini berdampak baik pada penataan lalu lintas," pungkas mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jember ini. (*)