KETIK, MALANG – Profesor dari Fakultas Matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Brawijaya (UB), Prof Barlah Rumhayati menemukan fakta bahwa Sungai Brantas telah mengalami pencemaran.
Diketahui bahwa konsentrasi bahan pencemar dari hulu ke hilir sudah di ambang batas normal.
Prof Barlah menjelaskan telah melakukan pengamatan di arboretum dan ditemukan salah satu faktor pencemaran ialah logam berat. Pemerintah telah memiliki regulasi yang mengatur kadar bahan kimia di tiap perairan.
"Baik itu perairan yang untuk minum, untuk pertanian, perairan laut, itu ada peraturannya. Nah itu ternyata di hulu sampai hilir (Sungai Brantas) sudah tercemar," ujarnya, Jumat 31 Januari 2025.
Salah satu jenis logam berat tersebut ialah timbal yang berasal dari emisi kendaraan bermotor. Timbal yang dilepas ke udara saat pembakaran bahan bakar dapat jatuh kembali ke air dan mencemari sungai.
"Timbal itu biasanya diberikan ke bensin, ditambahkan ke bensin supaya dia menjadi anti knocking, jadi memang ada tambahan kandungan timbal. Nah ketika kita menyalakan kendaraan bermotor, terjadi pembakaran, ada emisi, nah saat itu timbal dilepas ke udara dan nanti dia akan jatuh lagi ke air," jelasnya.
Maraknya pengalihan hulu sungai sebagai tempat wisata, mempengaruhi pencemaran timbal. Tak hanya logam, ditemukan pula unsur hara fosfat yang bersumber dari penggunaan pupuk berlebihan, hingga dari limbah domestik.
Menurut Prof Barlah, air yang baik ditentukan jika kadar pencemarannya di bawah standar pemerintah. Terlebih manusia tetap membutuhkan logam, besi, tembaga, hingga kalsium untuk proses metabolisme tubuh.
"Kalau air yang tidak mengandung misalnya logam, itu namanya air suling atau distilasi. Tetapi itu justru gak baik bagi tubuh kita karena logam itu tetap kita butuhkan dengan kadarnya yang tidak boleh melebihi standar," tegasnya.
Pengamatan tentang pencemaran Sungai Brantas telah dilakukan sejak tahun 2016 hingga 2022 untuk mengambil sampel tiap tahunnya. Jika diperhatikan, sepanjang aliran Sungai Brantas dengan mudah didapati industri.
Ia pun menyarankan pemerintah agar pembuangan limbah ke Sungai Brantas dapat diperketat. Mengingat tiap titik yang menghasilkan pencemaran akan langsung masuk ke aliran sungai.
Landasan hukum yang kuat sangat diperlukan untuk mencegah ataupun memperkecil dampak pencemaran sungai. Dengan demikian limbah yang dihasilkan sektor industri dapat diolah sebelum dibuang.
"Menghadapi pencemaran air, konsepnya dua, yakni mencegah dan mengelola, dalam arti memantau air apakah kadarnya mulai ada atau tidak. Kalau ada, baru kita kelola supaya polutan dapat dikurangi," tandasnya.(*)