”I love it when a plan comes together”. (Saya suka semua rencana terwujud). Kalimat itu sering diucapkan oleh Kolonel Hannibal. Pemimpin mantan pasukan khusus dalam The A Team. Film serial dari Amerika Serikat yang sangat terkenal di era 1980-an dan dipopulerkan lagi pada 2010.
Hannibal adalah seorang ahli strategi. Jago menyamar. Lihai menyusun rencana secara detail. Langkah demi langkah dilaksanakan dengan cermat. Dievaluasi sesuai situasi dan kondisi. Misi pun sukses.
Dalam film, The A Team, Kolonel Hannibal memimpin petualangan empat pecatan tentara. Mereka satu tim. Masing-masing punya keahlian sekaligus kegilaan. Ada Faceman, pria tampan yang jago mengelabui orang lain. Hampir pasti kalah saat berkelahi. Tapi, selalu sukses mendapatkan apa yang diperlukan tim. Dengan berbagai cara.
Selain Faceman, ada Murdock. Dia adalah seorang pilot yang sering disebut Crazy Fool. Ide-idenya gila. Namun, ide Murdock ini sering menjadi strategi out of the box untuk mencapai kemenangan. Jitu. Tepat waktu dan sasaran.
Berikutnya BA Baracus. Yang ini memang tukang berkelahi. Badannya besar. Tidak takut meski lawan sekuat apa pun. BA juga jago memperbaiki mesin (baca: organisasi). Konfigurasi mesin apa saja bisa ditangani. Loyal. Disiplin. Kuat menghadapi keadaan darurat.
Di antara mereka berempat, ada seorang reporter pemberani bernama Amy Allen. Amy adalah seorang jurnalis yang punya jaringan kuat serta pengetahuan sangat luas. Cantik, cerdas, kaya pengalaman. Dia membantu The A Team untuk memuluskan strategi sehingga selalu sukses.
The A Team selalu berhasil unggul dalam pertempuran. Terkadang memang kalah di awal. Salah strategi. Namun, mereka kemudian merevisi strategi bersama-sama. Dan, di akhir peperangan, The A Team selalu merayakan kemenangan.
Tim pemenangan dalam kampanye ibarat The A Team. Begitu pula tim pemenangan calon pilkada. Mereka terdiri atas beragam jenis manusia. Keahlian, karakter, wawasan, visi, dan misi untuk mencapai tujuan sang kandidat. Menang pilkada.
Tim yang terbaik sering terbentuk bukan dari kelompok yang memiliki kesamaan. Mereka lebih merupakan perpaduan tokoh-tokoh yang punya keberagaman keahlian. Yang pasti, figur-figur politikus itu sudah lama malang melintang. Jago-jago semua.
Meracik Strategi, tanpa Misi Pribadi
Siapa yang meramu keahlian berbeda itu untuk hasil yang optimal? Bagaimana merumuskannya sebagai strategi menuju kemenangan?
Sang pemimpin tim pemenangan harus mampu memadukan keberagaman itu. Bersama-sama melaksanakan strategi dan taktik. Mencapai target maupun tujuan. Latar belakang memang berlainan, namun langkah tetap solid.
Pemimpin menghargai perbedaan. Mencegah gesekan di dalam tim. Pemimpin sebuah tim pemenangan harus mampu merangkul semua. Jangan saling mencurigai. Tidak memukul teman sendiri. Karena itulah, seorang pemimpin harus bersih dari agenda-agenda pribadi.
Mengapa? Karena agenda pribadi itu, dia tidak akan bisa fokus pada tujuan tim pemenangan. Hasrat pribadi mengabaikan tujuan yang jauh lebih besar. Kerja sama tim yang diwarnai ambisi, agenda pribadi, sakit hati, dan dendam lebih dekat pada kegagalan.
Fondasi tim akan patah. Kerja sama goyah. Kebersamaan bakal terpecah-belah. Tampak superpower di luar, tapi rawan centang perenang di dalam. Jadi, ambisi pribadi harus disingkirkan. Dendam pribadi harus dipendam dalam-dalam.
Tim pemenangan kandidat pilkada harus solid. Kepercayaan, kolaborasi, komitmen, dan tanggung jawab bakal menghasilkan tim yang tidak tergoyahkan. Kesolidan tim pemenangan adalah pilar utama kesuksesan kandidat.
Sebaliknya, kecurigaan, persaingan terselubung, pamrih, maupun agenda-agenda pribadi pemimpin tim pemenangan adalah penyebab kegagalan. Pilkada sudah finish. Jangan menyalahkan lawan. Jangan menyesali keadaan. Introspeksilah ke dalam. Belajar dari kekalahan. Masih ada 5 atau 10 tahun ke depan.
Untuk sang Pemenang
Bupati dan wakil terpilih tentu ditunggu tugas-tugas yang begitu banyak. Semua janji-janjinya dalam Pilkada Sidoarjo harus terlaksana. Dalam jangka pendek, menengah, maupun panjang. Yang pasti, bupati terpilih tidak akan mampu bekerja sendiri. Ada wakil bupati yang akan terus mendampingi selama 5 tahun.
Meski tidak detail, tata aturan pembagian tugas bupati dan wakil bupati sudah jelas dalam perundang-undangan. Namun, pembagian formal itu sering tidak cukup. Harmonisasi komunikasi. Selalu ngewongke. Siap berbagi apa saja. Menjaga rasa nyaman.
Terkadang itu semua jauh lebih penting. Jadi, tidak akan ada lagi istilah ”ban serep”, ”mobil parkir”, ”pecah kongsi”, dan sebagainya. Jangan beri celah sekecil apa pun bagi para ”sengkuni” untuk berkreasi. Para pahlawan kesiangan yang meminta ruangan.
Bagi bupati dan wakil bupati terpilih hasil Pilkada Sidoarjo, perhatikan urgensi konsolidasi. Konsolidasi dengan jajaran birokrasi, legislatif, yudikatif, media massa (pers), LSM, serta kekuatan masyarakat lainnya. Baik masyarakat dunia maya maupun dunia nyata.
Bupati maupun wakil bupati bukan lagi milik partai. Mereka milik semua masyarakat. Baik pemilih maupun bukan pemilih saat Pilkada Sidoarjo. Siap berganti-ganti baju. Berkomunikasi dalam beragam ”bahasa” dan frekuensi. Duduk jagongan demi mendengar masukan. Bermusyawarah. Sabar menyimak keluh kesah rakyat Sidoarjo.
Bupati dan Wakil Bupati Sidoarjo adalah pemimpin seluruh masyarakat Sidoarjo. Tanpa membeda-bedakan suku, asal daerah, profesi, organisasi, dan sebagainya. Kabupaten Sidoarjo adalah kota urban. Bupati dan Wakil Bupati Sidoarjo terpilih telah menjadi milik semua kalangan. (*)
*) Fathur Rozi, redaktur dan jurnalis senior Ketik.co.id yang bertugas di Sidoarjo
**) Isi tulisan di atas menjadi tanggung jawab penulis
*) Karikatur by Rihad Humala/Ketik.co.id
**) Ketentuan pengiriman naskah opini:
• Naskah dikirim ke alamat email redaksi@ketik.co.id.
• Berikan keterangan OPINI di kolom subjek
• Panjang naskah maksimal 800 kata
• Sertakan identitas diri, foto, dan nomor HP
• Hak muat redaksi