KETIK, PACITAN – Usulan kenaikan upah anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Kabupaten Pacitan nampaknya masih jauh dari angan-angan.
Pasalnya, meskipun ada wacana kenaikan, penerapan peraturan sebelumnya saja pun belum dilaksanakan dengan baik.
Buktinya, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Pacitan menyebut, masih ada beberapa desa yang menganggarkan angka tunjangan BPD di bawah ketentuan dalam Peraturan Bupati (Perbub) Nomor 82 Tahun 2020 Tentang Tunjangan Pimpinan dan anggota BPD.
"Malah ternyata masih ada beberapa desa yang BPD-nya diberi upah di bawah ketentuan 20 persen itu. Dan ini menjadi PR kami dalam rangka mendorong Pemerintah Desa (Pemdes) menyesuaikan Perbub 82 tahun 2020," ujar Kabid Pemberdayaan Lembaga Desa DPMD Pacitan, Siswoyo, Kamis, 23 Januari 2025.
Ditanya ada berapa desa yang menganggarkan dibawah ketentuan. Kabid Siswoyo enggan memberikan jawaban.
"Belum, belum. Karena kami juga proses. Sesuai yang kami sampaikan, memang ada yang kurang ada yang lebih," ucapnya.
Diketahui, Perbub tersebut mengatur, tunjangan BPD terdiri dari tunjangan kedudukan dan tunjangan kinerja (tukin). Tunjangan ini diberikan setiap bulan sesuai dengan kedudukan atau jabatan anggota BPD, seperti Ketua, Sekretaris, dan Bendahara.
Sebagai contoh, Ketua BPD harus menerima tunjangan kedudukan paling sedikit 20 persen dari penghasilan tetap (Siltap) Kepala Desa (Kades), yang rata-rata berkisar Rp 2,6 juta. Dengan demikian, ketua BPD seharusnya menerima tunjangan sekitar Rp 520 ribu setiap bulan.
Namun, dalam beberapa temuan DPMD di desa, tunjangan yang diterima anggota BPD masih jauh dari ketentuan tersebut.
"Kemarin BPD Pacitan memang meminta kenaikan tukin hingga Rp900 ribu, namun kendalanya di beberapa desa ada yang tidak sesuai dengan Perbub atau dibawahnya, tapi juga ada yang memberikan lebih dari itu," terang Siswoyo.
Meski begitu, ia menegaskan, pihaknya terus mendorong agar hak-hak BPD dapat dipenuhi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Salah satu penyebab belum sesuainya upah BPD di beberapa desa adalah terbatasnya kemampuan keuangan desa. Siswoyo juga mengakui bahwa dari sisi pembinaan kepada Pemdes, DPMD Pacitan masih belum maksimal.
Sebelumnya, pada 31 Juli 2024 lalu, puluhan anggota BPD yang tergabung dalam Asosiasi Badan Permusyawaratan Desa Nasional (Abpednas) Pacitan sempat mengajukan tuntutan serupa kepada Pemerintah Daerah dan DPRD Pacitan.
Mereka menginginkan peningkatan anggaran operasional BPD serta penyesuaian tunjangan yang lebih layak. Abpednas Pacitan menyatakan, selama ini anggaran operasional BPD dirasa minim dan tak sebanding dengan penghasilan Kepala Desa dan perangkat desa lainnya.
Oleh karena itu, mereka meminta kenaikan tunjangan BPD agar setidaknya mencapapai 35 persen dari Siltap Kades, atau sekitar Rp910 ribu per bulan.
DPMD Pacitan mengingatkan, agar upah BPD dapat segera disesuaikan oleh Pemdes dengan ketentuan Perbub yang berlaku demi mendorong kinerja BPD yang lebih maksimal.
Sehingga, tidak ada kesenjangan antara perangkat desa dan BPD dalam hal anggaran dan tunjangan.
"Sejauh ini untuk ke arah kenaikan tunjangan masih belum dulu. Karena kami masih fokus untuk menyesuaikan dulu desa-desa yang masih belum menganggarkan upah BPD yang belum sesuai Perbub nomor 82 tahun 2020," tandasnya menutup. (*)