"Why not?," Pertanyaan ini bukan bentuk penolakan terhadap seruan hal negatif, saya mengucapkannya sebagai ungkapan menyetujui ajakan.
Sederhananya, keikutsertaan saya atas ajakan tersebut, dengan alasan kebutuhan pengetahuan. Namun, hal itu lebih menyeret saya dalam frasa atas dugaan buruk yang saya fikiran di beberapa tahun terakhir.
"Kamu mau tidak ikut ke perusahaan Tambang Harita Nickel di Obi?" tanya salah satu relation kehumasan perusahaan tambang Harita Nickel yang ditugaskan di wilayah Bacan.
Meski agak sedikit malu-malu, sebagai wartawan saya langsung memenuhi persyaratan yang diajukan untuk dapat ikut serta dalam agenda visit Media ke perusahaan. Dalam benak saya berkata, "Diajak berlibur ke salah satu perusahan tersohor dunia kok gak mau! ya mau lah!"
Sore itu, Minggu 28 April 2024. Saya dan 7 rekan wartawan lainnya terlihat semangat menaiki kapal yang telah disiapkan Perusahaaan di salah satu pelabuhan. Tenang melaju dari waktu mendekati magrib, hingga tiba sekitar pukul 11 malam di Perusahaan. Lalu kemudian diajak naik Bus menuju tempat menginap.
Di hari pertama, dengan sedikit muatan penjelasan oleh salah satu penggagas kegiatan kunjungan tersebut, saya sedikit kaku melangkahkan kaki ke Bus menuju tempat di mana bahan dasar produk perusahaan di tampung.
"Apa benar perusahaan akan mengizinkan wartawan masuk dan melihat langsung pengolahan bahan dasar nikel?" tanya dalam hati saya.
Pertanyaan itu lahir akibat isu dan pemberitaan yang lama ini tertata di beranda media online yang menulis miring tentang Perusahaan Harita nikel. Pikir saya.
Ternyata, semakin dekat, saya melihat harapan dan kehidupan ada di sana. Harapan ibu rumah tangga yang menanti upah dari suaminya. Setelah siang dan malam bekerja di perusahaan. Saya melihat, adanya penyediaan lapangan kerja bagi generasi muda di daerah.
Sebenarnya saya telah gagal fokus. Banyak yang harus saya cermati sebagai bahan untuk saya beritakan setelah kunjungan dan liburan di perusahaan selesai.
Saya tak lagi berfikir tentang bagaimana tanah cokelat diubah menjadi nikel sulfat. Bahkan, saya tak peduli tentang berapa produksi dan hasil yang didapatkan oleh perusahaan.
Saya terkesan dengan keterbukaan pihak perusahaan. Bahkan, dalang dari kegiatan visit yang dilakukan, jabatannya saya tak tahu, yang saya tahu, ia pernah bekerja sebagai Humas di Istana.
Mengunjungi beberapa bagian perusahan Harita mulai dari HJF, HPAL dan lainnya, malah membuat saya lebih gagal fokus. Sampai pada kunjungan ke pemukiman desa Kawasi Baru-pun saya tetap tidak fokus.
Yang ada dalam otak hanya keberlangsungan dari ramahnya lingkungan dan karyawan perusahaan yang ulet dalam mencari nafkah bagi keluarga di rumah. Bagi saya, itu adalah hal utama. Saya lebih melihat sisi pribadi karyawan. Yang datang dari berbagai daerah dan negara hanya untuk menggantungkan hidup di perusahaan.
Area reklamasi dan rehabilitasi bekas tambang oleh TBP Tbk Harita Nickel (Foto: Mursal Bahtiar/Ketik.co.id)
Soal isu dan berita miring terkait perusahan tak lagi saya hiraukan karena saya telah melihat dari dekat bagaimana inovasi dan operasional perusahaan dalam mengelola produksi hingga lingkungan. Apalagi penerapan K3 yang diterapkan oleh perusahaan amat baik.
Beberapa orang yang saya jumpai di perusahaan sangat detail memaparkan mekanisme tata kelola perusahaan. Mulai dari jam masuk kerja karyawan, pengolahan, pemanfaatan sisa pengolahan, hingga kantin yang elegan dan eksotis. Semuanya disediakan sebagai tanggung jawab perusahaan.
Malam itu saya dan rekan lainnya berkesempatan menikmati beberapa hiburan yang disediakan perusahaan. Menikmati langsung beberapa sarana olahraga. Hal itu dilaksanakan sebagai pengganti jadwal mancing di seputar perairan desa Kawasi. Desa di mana perusahaan Harita nikel berada.
Ternyata sebelumnya, visit Media seperti itu, telah beberapa kali dilaksanakan. Tujuan sederhananya menyangkut keterbukaan perusahaan terhadap publik.
Hal paling berkesan dari liburan kali ini, saya dapat melihat langsung ribuan pohon Cemara tegak berdiri di tengah perusahaan. Area Reklamasi dengan luasan ratusan hektar bagi saya adalah pemandangan asing.
"Ini hebat," kata saya kepada salah satu rekan.
Perusahaan tidak hanya mempercepat pertumbuhan ekonomi di daerah. Di lain sisi, pihak perusahaan sangat mencintai alam. Itu sebab, Trimegah Bangun Persada Tbk dengan segala rencananya mampu mereklamasi area bekas tambang.
Menurut Gesta, salah satu Operator reklamasi, rehabilitasi lahan sudah berjalan selama 5 tahun sejak 2019 lalu. Di area tersebut saya menikmati hijaunya Cemara sambil memandang sosok gadis cantik yang ikut dalam kegiatan pagi itu. Dan saya jatuh cinta terhadap keduanya, lebatnya pohon cemara, dan senyum manis perempuan asal Ibu kota.
Setelah serangkaian kunjungan, tim di perusahaan mengadakan Focus Group Discussion. Kami dimintai tanggapan dan beberapa masukan sebagai bahan dasar perencanaan ke depan.
Dalam diskusi, saya lebih menyoroti hal pendidikan. Bagi saya, selain infrastruktur pendidikan lingkup lingkar tambang, peningkatan mutu pendidikan merupakan bagian penting yang harus di seriusi.
Oleh pihak perusahaan, pendidikan menjadi hal utama dari 4 pokok rencana pemberdayaan perusahaan. Jawaban perusahaan ini, membuat hati saya legah dan ingin berlama-lama dalam kunjungan tersebut.
*) Mursal Bahtiar adalah Wartawan Ketik.co.id di Halmahera Selatan
**) Isi tulisan di atas menjadi tanggung jawab penulis
***) Karikatur by Rihad Humala/Ketik.co.id
****) Ketentuan pengiriman naskah opini:
- Naskah dikirim ke alamat email redaksi@ketik.co.id.
- Berikan keterangan OPINI di kolom subjek
- Panjang naskah maksimal 800 kata
- Sertakan identitas diri, foto, dan nomor HP
- Hak muat redaksi.(*)