Meningkat 2 Kali Lipat, DBD Masih Jadi Ancaman di Sumsel

Jurnalis: Wisnu Akbar Prabowo
Editor: Millah Irodah

19 November 2024 17:34 19 Nov 2024 17:34

Thumbnail Meningkat 2 Kali Lipat, DBD Masih Jadi Ancaman di Sumsel Watermark Ketik
Salah seorang warga di Kota Palembang menunjukkan tong penampungan air, Selasa 19 November 2024. Wadah penampungan air bersih yang terbuka merupakan tempat favorit bagi nyamuk Aedes Aegypti untuk bertelur. (Foto: Wisnu Akbar Prabowo/Ketik.co.id)

KETIK, PALEMBANG – Penyakit demam berdarah dengue (DBD) masih menjadi ancaman bagi masyarakat di Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel).

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan bahwa hingga pekan ke-43 tahun 2024, jumlah kasus DBD secara nasional telah mencapai 210.644 kasus, di mana Provinsi Sumsel menempati urutan 10 besar daerah yang terjangkit DBD.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Sumsel, per tanggal 6 November, pada tahun 2024 tercatat ada sebanyak 5.243 kasus DBD.

Jumlah ini meningkat dua kali lipat lebih dari tahun 2023, yang mana pada tahun tersebut tercatat ada 2.462 kasus yang tersebar di 17 kabupaten/kota di Provinsi Sumsel.

Peningkatan jumlah kasus DBD ini menjadi catatan khusus bagi Dinkes Sumsel terhadap pemberantasan nyamuk Aedes Aegypti.

Hal ini dipertegas oleh Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Provinsi Sumsel, Ira Primadesa. Menurutnya, kesadaran masyarakat akan pencegahan DBD masih minim.

Ira menjelaskan, pencegahan DBD paling efektif adalah dengan melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan metode 3M Plus, yakni menguras, menutup, dan mengubur tempat-tempat yang berpotensi menjadi penampungan air.

Namun, kebanyakan masyarakat masih tak acuh dengan lingkungan sekitar. Mereka kerap membiarkan wadah-wadah yang berisi air begitu saja, sehingga bisa menjadi tempat nyamuk Aedes Aegypti beranak pinak.

Ditambah, masyarakat juga mempunyai kebiasaan menampung air hujan, yang menurut Ira, jika tidak diperhatikan dengan baik, akan menjadi sarang perkembangbiakan nyamuk Aedes Aegypti.

"Kesadaran masyarakat terhadap hal ini masih kurang. Kadang memang mereka sibuk dengan urusannya sehingga kerap mengabaikan genangan air di kaleng-kaleng, ban bekas, gitu-gitu," ujarnya, Selasa 19 November 2024.

Aedes Aegypti nyamuk 'bersih'

Bertentangan dengan anggapan yang beredar di kalangan warga, nyamuk Aedes Aegypti justru tidak menyukai genangan air yang kotor.

Ira menambahkan, Nyamuk Aedes Aegypti sangat menyukai genangan air yang bersih dan tidak banyak kotoran. Tempat-tempat seperti penampungan air hujan menjadi spot favorit nyamuk-nyamuk itu untuk bertelur.

"Aedes Aegypti ini nyamuk elite. Dia nggak mau berkembang biak di perairan kotor. Dia mengincar genangan-genangan air yang bersih, seperti di penampungan air hujan, itu 'kan bersih airnya. Nah, Aedes Aegypti senang di situ," kata dia.

Oleh karena itu, Ira mengimbau masyarakat, khususnya di Provinsi Sumsel, untuk lebih peduli dalam menjaga lingkungan sekitar agar nyamuk Aedes Aegypti tidak mudah berkembang biak.

Selain itu, masyarakat juga harus lebih peka terhadap tanda-tanda DBD, seperti kemunculan bintik-bintik merah serta demam tinggi yang tak kunjung turun. Ira mengungkapkan, kebanyakan kasus DBD sulit diobati karena masyarakat telat menyadarinya. 

"Kita itu biasanya berusaha mengobati sendiri. Kalau demam minum obat warung. Tapi seringkali kita lupa dengan tanda-tanda penyakit DBD itu seperti apa. Ujung-ujungnya kita baru melapor ke rumah sakit waktu sakitnya sudah parah," tutupnya. (*)

Tombol Google News

Tags:

dbd Demam Berdarah Nyamuk Aedes aegypti Sumsel Dinas Kesehatan masyarakat