Fenomena pemuda dengan perilaku yang sangat frontal dan sulit untuk diarahkan salah satu alasannya ialah kurangnya pengetahuan agama.
Agama sebagai jalan hidup pemberi rambu-rambu yang jelas menjadi sebuah keharusan bagi setiap orang mempelajari serta menjalankan apa yang diyakininya.
Korelasi kemuduran moral dan intelektual pemuda saat ini terjadi implikasi pembelajaran agama yang seolah tidak diajarkan dengan terstruktur bahkan terkesan diabaikan.
Jika dirunut, jumlah sekolah atau bahkan guru agama di seluruh pelosok negeri sangat banyak, tentu menjadi sebuah ironi. Apa sebenarnya yang membuat pemuda dengan tingkat pengetahuan dan aktualisasi agama yang mundur.
Dalam prakteknya, pengajaran agama sedikit berbeda dari pengajaran yang lain, yakni dibutuhkan ketekunan dan kefahaman untuk menjelaskan maksud dan tujuan sebuah ajaran agama tersebut.
Akselerasi zaman yang menjadi cambuk dalam dunia pendidikan, memacu adrenalin para guru untuk beradaptasi dengan gaya generasi muda saat ini.
Pengajaran yang hanya fokus pada penyampaian namun tidak diresapi hingga ke akarnya akan menjadi benih kesesatan dalam pengamalannya. Dengan ilmu seadanya namun difahami hingga ke akar permasalahan akan lebih baik dari pengajaran dengan keseluruhan materi namun hanya sebatas untuk diketahi tanpa diresapi akar tujuan ajaran itu diajarkan.
Problem yang sejak dahulu telah ada, namun karakter pemuda hari ini karena kuatnya arus dari teknologi yang ia hadapi akan sangat sulit ia mencerna ajaran agama dengan berbagai kefahaman yang butuh keyakinan dan kesungguhan.
Pemahaman akan Tuhan jika hanya diajarkan sebatas untuk diketahui maka lambat laun siswa yang punya banyak pertanyaan dalam benaknya menemukan jawaban sendiri dengan hanya melihat realita disekitarnya dengan kesimpulan Tuhan tidak ada, Tuhan tidak adil dan lain sebagainya.
Implikasi yang kompleks akan terjadi jika dasar yang ditanamkan justru benih yang tidak jelas. Pemahaman yang tidak utuh lebih membahayakan untuk dikemudian hari bahkan menjadi fatal.
Persebaran jumlah jiwa menurut Dukcapil di bawah Kemendagri jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2021 terdapat sebanyak 271,23 juta jiwa. Dari jumlah tersebut terbagi menjadi 7 bagian menurut agama yang dianut yaitu:
- Islam 236,53 juta jiwa(86, 88%)
- Kristen 20 , 4 juta jiwa ( 7,79%)
- Katholik 8, 42 juta jiwa( 3, 09%)
- Hindu 4,67 juta jiwa (1, 71%)
- Buddhis 2, 04 juta jiwa( 0,75%)
- Konghucu 73,02 ribu jiwa (0,03%)
- Kepercayaan lain 102, 51 ribu jiwa (0,04%)
Dengan asumsi jumlah 102,51 ribu jiwa ini terdapat yang atheis. Di sisi lain Presiden Jokowi dalam acara pembukaan ASEAN intercultural and interreligious Dialogue Conference 2024 mengungkapkan, survei IPSOS Global Religion tahun 2023 terhadap 19.731 orang dari 26 negara di dunia menunjukkan 29% menyatakan mereka agnostik dan atheis.
Menurut data pew Research Center, 96% responden Indonesia meyakini bahwa moral yang baik ditentukan kepercayaan kepada Tuhan. Dari data yang telah dipaparkan, dapat analisa semakin hari kepercayaan akan tuhan atau beragama semakin luntur, bahkan terancam ditinggalkan.
Hal ini seharusnya menjadi kekhawatiran bersama betapa kondisi moral yang semakin parah akibat kurangnya pengajaran agama pada generasi muda.
Tuntutan Zaman Modern
Dengan hadirnya berbagai kemudahan dan percepatan di semua lingkup aktifitas manusia, seolah tanpa batas waktu dan tempat, semua orang akan sibuk pada masalahnya dan akan fokus pada pekerjaanya.
Dalam problem yang akan terjadi dengan lika-liku yang terjadi, tidak jarang konsep dasar ketuhanan dan keyakinan bergama seolah luntur dalam benak manusia.
Ia menganggap semua terjadi dengan sendirinya dan akan selesai pula dengan usahanya. Sejak awal konsep bertuhan sudah salah ia yakini, maka lahir benih peniadaan peran Tuhan dalam mengatur kehidupan.
Berbagai persoalan yang terjadi seolah tidak relevan ajaran agama dengan dunia modern saat ini, puncaknya kesalahfahaman inilah yang akan memicu pertikaian dengan landasan yang salah bahkan menyesatkan.
Sejumlah orang mengasumsikan ajaran agama hanya ilusi atau untuk orang yang ingin mendalami agama saja faktanya berbagai problem dan realita yang terjadi saat ini bisa terjadi dan bahkan di ketehaui dalam ajaaran agama.
Pemutarbalikan opini bahkan pemikiran terjadi dimana-mana, oleh karenanya di Eropa dengan jumlah atheis tertinggi.
Keyakinan mereka zaman modern agama tidak lagi dibutuhkan, mereka butuh uang untuk hidup tanpa memperdulikan waktu dan kesehatannya. Seolah terjadi begitu cepat, namun apa daya zaman mengubah pola pikir yang hampir tidak masuk akal, pada akhirnya agama akan hanya tinggal catatan dalam buku dan kitab suci dengan para penganut yang terpacu untuk bermain di dunia bisnis dan menganggap itu yang paling penting.
Menyederhanakan Masalah Moral
Keyakinan bertuhan perkara paling fundamental dalam kehidupan seseorang. Aajaran agama melatih pemeluknya untuk memiliki karakter dan sikap yang jelas antara yang benar dan yang salah, antara baik dan yang buruk.
Penyederhanaan perihal moral atau perilaku bukan hal yang wajar, utamanya bagi orang tua dan guru di sekolah terlebih lagi para pemimpin yang mampu membuat kebijakan dalam mengatasi kebejatan moral generasi muda yang seolah semakin hari semakin melonjak.
Jika ditelusuri apa yang membuat begitu rumit menarik mata rantai kemunduran moral pemuda, dalam keluarga yang pertama kali seharusnya ia mendapatkan kasih sayang telah hilang, lalu di sekolah dengan berbagai guru yang seharusnya menasehati dan memberikan pemahaman tidak pula ia dapati.
Hingga bersama lingkungan dan teman-temannya ia merasa nyaman, maka apapun yang lingkungan dan teman itu lakukan ia akan terbawa arus.
Secara garis besar peran guru dan orang tua sangat dibutuhkan dalam membentuk dan mengarahkan karakter anak. Dalam perjalanannya jika sang anak lebih nyaman dengan lingkungan ia bermain sebagai orang tua harus mengawasi serta mengarahkan agar anak tidak lantas bersama orang-orang yang akan menyesatkannya.
Jika kondisi hari ini disederhanakan dengan dalih sudah zamannya anak sekarang seperti ini, maka sampai kapanpun tidak ada revolusi mental dan akan mermabat keseluruh elemen bangsa.
Dari generasi ini lahirlah pemimpin culas, wakil rakyat yang rakus dan pejabat aparatur negara yang tamak. Semua hal ingin ia miliki tidak lagi memikirkan ini salah atau benar karena sejak kecil perkara yang salah dianggap wajar oelah orang tua dan gurunya.
Pengajaran Agama Konservatif
Pembahasan pengajaran agama akan sangat panjang sebab terkait dengan turunan ilmu dan cabang ilmu lainnya. Namun esensinya ialah, dunia yang semakin canggih harus pula diimbangi dengan cara belajar atau pengajaran yang inovatif serta relevan.
Pengajaran yang terkesan kurang diminati bukan salah dari siswa atau para pendengar namun seolah tidak sesuai realita zaman kini.
Pembicaraan tentang Tuhan harus dipadukan dengan awal mula adanya alam semesta hinga awal dunia hadir dengan teknologi bahkan hingga masa yang akan datang. Agama seolah visioner jika digambarkan dengan kronologi yang padat jelas dan mudah dicerna.
Siswa yang belajar dengan pengajaran yang inovatif akan terlihat berbeda pemahamannya dengan yang belajar dengan gaya dan materi yang seolah tidak terlihat di depan mata saat ini.
Penjelasan yang kompleks akan sangat mudah dimengerti jika dipadukan dengan berbagai fenomena saat ini. sangat mudah mencari permisalan dalam menjelaskan keberadaan Tuhan dan turunannya. Namun, jika sejak awal landasan berfikir yang tidak utuh akan melahirkan para siswa yang kebingungan memahami konteks keduniaan dan ketuhanan. (*)
*) Sabarnuddin adalah Mahasiswa Sejarah Universitas Negeri Padang
**) Isi tulisan di atas menjadi tanggung jawab penulis
***) Karikatur by Rihad Humala/Ketik.co.id
****) Ketentuan pengiriman naskah opini:
- Naskah dikirim ke alamat email redaksi@ketik.co.id.
- Berikan keterangan OPINI di kolom subjek
- Panjang naskah maksimal 800 kata
- Sertakan identitas diri, foto, dan nomor HP
- Hak muat redaksi.(*)