Memasuki tahun politik, Indonesia dihadapkan dengan berbagai tantangan yang dapat mengancam integritas bangsa. Banyak problematika muncul seiring dengan semakin dekatnya agenda demokrasi akbar.
Agenda besar ini melibatkan seluruh masyarakat Indonesia. Dengan demikian akan muncul beberapa tantangan yang perlu diperhatikan sejak dini.
Hal ini dapat dilihat dari agenda politik pada 5 tahun sebelumnya yang menimbulkan dampak cukup besar terhadap masyarakat terutama pada wilayah yang sempit seperti perdesaan.
Maka dari itu, perlu adanya problem solving untuk meredam hal- hal yang dapat merusak kerukunan dan integritas bangsa Indonesia pada wilayah internal.
Tantangan Politik 2024
Di penghujung tahun 2023 ini ada beberapa isu yang muncul sejalan dengan berlangsungnya agenda politik untuk menyongsong pemilu 2024.
Beberapa isu yang mulai nampak yaitu politik identitas, ujaran kebencian, banyaknya informasi hoaks, kampanye hitam, dan adanya buzzer.
Tidak banyak disadari oleh orang- orang isu ini menjadikan masyarakat Indonesia terbagi dalam beberapa golongan sesuai dengan siapa dan apa yang mereka dukung. Namun diantara isu-isu yang tengah beredar di masyarakat, yang paling krusial dan mungkin dapat menjadi tantangan bagi pemerintah Indonesia adalah politik identitas.
Menurut Haller, politik identitas merupakan sebuah gerakan politik yang mana fokus utaamanya adalah pembedaan atas kepentingan politik utama. Hal ini didukung oleh tidak banyak disadari oleh orang- orang isu ini menjadikan masyarakat Indonesia terbagi dalam beberapa golongan sesuai dengan siapa dan apa yang mereka dukung.
Hal ini selaras dengan pernyataan Morowis yang menyatakan bahwa politik identitas merupakan ajang untuk memprioritaskan mana yang memiliki keuntungan dan mana yang kurang menguntungkan bagi pelaku politik.
Dari isu ini pada ahirnya akan menimbulkan konflik berkepanjangan. Baik yang bersifat internal maupun eksternal. Perbedaan prioritas dari pemangku kepentingaan ini akan membuat masyarakat terbagi dalam dua kelompok besar yaitu kelompok fanatis dan apatis terhadap politik.
Dua kelompok ini memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap kebijakan-kebijakan untuk menyongsong Indonesia ke depannya. Kelompok fanatik akan membuat perpecahan dari rumpun yang paling kecil dalam sistem masyarakat.
Contoh kecilnya dapat dilihat dari kejadian pemilu sebelumnya. Banyak kerukunan antar warga di desa mengalami kerenggangan karena perbedaan pilihan presiden ataau calon legislatif. Sedangkan kelompok apatis justru menimbulkan dampak yang lebih besar lagi.
Masyarakat yang memilih untuk tidak peduli dengan politik yang ada di Indonesia justru dapat menjadi sebuah bumerang tersendiri. Masyarakat memiliki peran yang cukup besar terhadap kebijakan dan aturan di Indonesia.
Jika seseorang memutuskan untuk tidak menggunakan hak suaranya untuk ikut dalam pemilu, bisa saja kebijakan yang dibuat di masa depan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat atau yang lebih parahnya bertolak belakang dengan kondisi sosial masyarakat
Islam Wasathiyah dalam Menjawab Tantangan
Wasathiyah dapat dimaknai sebagai moderat atau di tengah- tengah. Ini merupakan sebuah sikap di mana manusia tidak berlebihan dalam memahami dan memaknai sesuatu.
Sikap ini merupakan penangkal dari ekstremisme. Dengan adanya sikap moderat, manusia dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya tanpa adanya gesekan sehingga terciptalah keseimbangan dan kerukunan beragama.
Jika melihat dari isu-isu yang mengawal pemilu 2024, sikap moderat atau Wasathiyah sangat diperlukan. Dengan demikian maka perlu adanya penanaman nilai-nilai Wasathiyah sejak hari ini. Melihat fenomena yang ada, masyarakat perlu memiliki sudut pandang yang lebih terbuka terhadap sesuatu terutama pilihan untuk mengawal politik.
Ada beberapa solusi yang bisa ditawarkan sebagai antisipasi agar tidak mucul konflik salah satunya tidak kolot terhadap sesuatu. Konteks yang dibawa oleh islam Wasathiyah ini sangat toleran terhadap perbedaan sehingga mampu menjadi angin segar bagi pemerintah jika konsep ini diterapkan di tengah hiruk- pikuk euforia politik.
Memang tidak mudah untuk tetap menjaga kerukunan di tengah banyaknya buzzer dan berita hoaks yang beredar. Maka perlu adanya sikap yang objektif terhadap menilai sesuatu yang sifatnya dapat menimbulkan perpecahan. Jika bersinggungan dengan masyarakat pada wilayah yang masih cenderung tradisional dan primitif maka perlu adanya penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitarnya.
*) Nur Rohmah, Mahasiswi Studi Islam Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya
**) Isi tulisan di atas menjadi tanggung jawab penulis
***) Karikatur by Rihad Humala/Ketik.co.id
****) Ketentuan pengiriman naskah opini:
• Naskah dikirim ke alamat email redaksi@ketik.co.id.
• Berikan keterangan OPINI di kolom subjek
• Panjang naskah maksimal 800 kata
• Sertakan identitas diri, foto, dan nomor HP
• Hak muat redaksi