Pemerintah sebagai pemangku kebijakan negara, tentu memiliki wewenang dan kuasa lebih dalam memutuskan segala hal. Mulai dari segi pendidikan, ekonomi, politik, hukum, dan lain sebagainya. Semua itu berkelindan menjadi satu-kesatuan yang dianggap lumrah dan sudah biasa bagi kalangan mereka.
Namun, di film Jawan ini, penonton diajak untuk melihat realita sebuah negara yang amat menyedihkan di bidang pertanian, kesehatan, dan pertahanan. Ya, semua itu dikemas dalam sebuah "Proyek Mafia" yang menguntungkan golongan tertentu dan merugikan rakyat. Bangsat sekali bukan?
Bahkan, mungkin sudah menjadi rahasia umum bagi masyarakat tentang bagaimana pemerintah "Sering" dan "Selalu" mengambil proyek dari setiap anggaran yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan masyarakat. Sehingga, perlu adanya seorang hero sebagaimana hadirnya Azad dalam film Jawan yang menjadi sosok pemberani dalam membongkar kebusukan pemerintah dan menyadarkan kembali naluri seluruh warga. Ngeri nggak tuh!
Adapun beberapa kasus kementerian di film Jawan ini akan dijelaskan sebagaimana berikut:
Kasus Kementerian Pertanian:
Secara singkat dan padat, kasus pertanian yang menggambarkan kerakusan dan keserakahan pemerintah bermula dari perampasan traktor salah satu keluarga karena tidak mampu membayar hutang. Bahkan sampai saat matinya kepala keluarga akibat bunuh diri karena tidak kuat menanggung beban, bunganya pun tetap ditagih oleh petugas.
Akhirnya, masih dalam suasana duka di tempat pemakaman, anak perempuan dari kepala keluarga pun maju dan memukul kepala petugas setelah kalung ibunya dirampas dengan paksa. Anak perempuan itu yang kemudian di masa depan menjadi bagian dari kelompok Azad yang hendak menjalankan misi utama film. Yakni membongkar kebusukan pemerintah.
Di waktu yang berbeda, melalui pergerakan heroik seorang Azad beserta tim, anak dari menteri yang bersangkutan pun disekap dan dimintai tebusan sejumlah uang yang sangat besar. Kemudian uang itu dibagikan ke 700.000 rekening untuk melunasi hutang-hutang atau tagihan para petani. Waw. Keren nggak tuh!
Dari sini, terlihat bagaimana seorang pejabat negara tidak mau ber-toleransi dan berbelas kasih dengan hutang yang "Tak seberapa" dari rakyat kecil, ditambah lagi cara menagih yang buruk dan sistem yang dibangun memang sengaja menbuat rakyat terpuruk. Lantas bagaimana dengan negara kita? Semoga saja tidak demikian.
Kasus Kementerian Kesehatan:
Bermula dari pencitraan yang begitu mempesona, salah satu pejabat negara menebarkan kebohongan tentang rumah sakit pemerintah yang selama ini ia kelola. Pejabat itu mengatakan bahwa rumah sakit pemerintah memiliki fasilitas yang lengkap, pelayanan yang bagus, dan alat-alat kesehatan serba canggih bertaraf internasional. Padahal nyatanya tidak sama sekali.
Masih dalam suasana sambutan di depan warga, sang pejabat pun ditembak dan dilarikan ke rumah sakit yang ia ceritakan dengan begitu apik. Tentu, tujuannya tiada lain agar sang pejabat merasakan sendiri bagaimana rasanya dirawat di rumah sakit yang jauh di bawah standar.
Dari kasus tersebut, akhirnya terbongkar lah bagaimana keadaan dari rumah sakit pemerintah yang sesungguhnya. Di rumah sakit itu juga, dulu sekitar 70 anak mati karena kekurangan tabung oksigen. Kekurangan tabung oksigen tersebut dikarenakan penipisan bahkan penghabisan anggaran negara oleh mafia-mafia proyek yang tak bertanggung jawab. Dan yang lebih mengerikan lagi, setiap pejabat di masing-masing lini sudah ambil jatah dan saling bekerjasama. Akibatnya, rakyatlah yang harus menerima getahnya.
Kasus Menteri Pertahanan:
Kasus ini bersinggungan langsung dengan bapak dari tokoh utama (Azad) yang nantinya akan menceritakan kisah masa lalu. Hal ini juga berhubungan dengan dua kementerian yang telah dijelaskan di atas.
Intinya, dari menteri pertahanan memberikan senjata palsu atau rusak terhadap anggota militer. Akibatnya, banyak anggota militer yang harus meregang nyawa karena kalah perang. Kerusakan atau kepalsuan senjata tersebut baru terasa begitu para tentara hendak menarik pelatuk senjata di tengah kondisi perang. Begitu pelatuk ditarik, ternyata peluru tidak keluar. Dari pihak lawan pun menghujani tentara dengan peluru.
Di lain waktu, kasus tersebut dibawa ke pengadilan. Perdebatan pun terjadi. Hingga akhirnya bau busuk mafia proyek tercium dan perusahaan terkait terancam putus kontrak. Dari situ, aksi bejat pun diambil untuk menghentikan Vikram Rathore. Ia ditangkap, difitnah, dan istrinya harus mati gantung diri penjara. Dan, di penjara itu pula, Azad membunuh orang yang dulu membunuh ibunya dengan cara gantung diri.
Dari film Jawan ini, penonton diajak untuk menyadari bagaimana realita sebuah negara yang begitu menyedihkan. Bagaimana tidak, orang yang dinobatkan menjadi pejabat, sebagai wakil rakyat malah lebih bersemangat mengambil keuntungan pribadi dan golongan dibanding kesejahteraan rakyat. Mereka bekerjasama. Membentuk lingkungan. Lalu dengan begitu percaya diri menampilkan hal-hal positif di hadapan publik. Padahal tidak sama sekali.
Sementara rakyat, mereka tidak diberikan akses yang memadai untuk mengontrol secara ideal bagaimana negara ini dikelola. Belum lagi sikap "Bodoh amat" dan "Acuh tak acuh" sebagian orang yang merusak mindset rakyat tentang peran mereka berpikir kritis terhadap setiap kebijakan negara.
Seharusnya, kesadaran rakyat untuk ikut andil dimulai sejak pertama kali presiden terpilih dan kabinet terbentuk. Bahkan, sejak fase memilih calon presiden, setiap warga negara sudah berpikir kritis dan mampu menimbang mana yang layak dan akan dipilih. Sehingga tidak ada hak suara yang sia-sia. Meski belum tentu juga kandidat yang dipilih akan menjadi presiden, tapi setidaknya kesadaran dan keseriusan dalam menyikapi pilpres 2024 ini benar-benar terwujud.(*)
*) M. Kholilur Rohman, S.Pd adalah pegiat literasi yang berasal dari Kota Sumenep. Tulisannya dimuat di berbagai media. Saat ini bermukim di Kota Malang dan menjadi murabbi di Ma'had Sunan Ampel Al-Aly (MSAA) UIN Malang.
**) Isi tulisan di atas menjadi tanggung jawab penulis
*) Karikatur by Rihad Humala/Ketik.co.id
**) Ketentuan pengiriman naskah opini:
• Naskah dikirim ke alamat email redaksi@ketik.co.id.
• Berikan keterangan OPINI di kolom subjek
• Panjang naskah maksimal 800 kata
• Sertakan identitas diri, foto, dan nomor HP
• Hak muat redaksi.