KETIK, JAKARTA – Perjalanan udara yang tenang mendadak kacau lantaran badan pesawat terguncang. Saat itu pilot dan awak kabin akan mengingatkan seluruh penumpang untuk mengencangkan sabuk pengaman.
Anda yang terbiasa melakukan perjalanan udara tentu sudah familiar dengan turbulensi. Hal berbeda akan dialami penumpang yang baru pertama kali naik pesawat. Penumpang baru ini biasanya panik dan ketakutan.
Mengutip Dailymail, peningkatan turbulensi di dunia pada 1979-2020 sudah mencapai 55 persen. Data tersebut bisa meningkat, mengingat dua tahun terakhir belum dirilis.
Turbulensi parah di Indonesia terjadi pada 2016. Maskapai Etihad dengan nomor penerbangan 474, rute Abu Dhabi-Jakarta mengalami turbulensi di atas Sumatera bagian selatan, pada 4 Mei 2016.
Tiga hari berselang, giliran Hongkong Airline rute Bali-Hongkong mengalami hal serupa. Pesawat ini mengalami turbulensi di atas pulau Kalimantan, yang menyebabkan 17 penumpang luka-luka.
Lantas apa itu turbulensi? Ada banyak analisa terkait turbulensi. Turbulensi paling sering disebabkan perbedaan tekanan udara, suhu, dan angin. Perubahan secara mendadak bisa menyebabkan badan pesawat terguncang.
Pandangan Steve Allright, selaku kapten pilot di British Airways menyatakan sebagian besar turbulensi dipicu perubahan kecepatan atau arah angin di sekitar pesawat. Ia menggambarkan mobil yang melewati gundukan di jalan.
“Ini bisa tidak nyaman, tapi sebetulnya aman,” katanya dikutip Dailymail.
Pilot mengatakan ada dua jenis utama turbulensi. Pertama dipicu angin kencang di dekat tanah dan badai di awan tingkat rendah, yang melanda 30 menit pertama dan terakhir penerbangan.
Turbulensi kedua adanya perbedaan tekanan udara di atas awan, ketika angin tingkat tinggi berubah kecepatan tanpa terdeteksi. Meskipun dapat terjadi kapan saja, hal ini paling umum terjadi di pegunungan dan lautan seperti Atlantik dan Pasifik.
Rute paling sering terjadi turbulensi di atas Samudera Atlantik. Sedangkan di Eropa kerap terjadi di atas Pegunungan Alpen.
Sementara pakar penerbangan Indonesia, Alvin Lie, menyatakan turbulensi kerap terjadi pada puncak musim kemarau antara Mei-Juli, dekat wilayah khatulistiwa.
Analisa Alvin Lie diperkuat dengan pernyataan salah satu awak kabin dari Virgin Atlantik yang menilai pendaratan di dekat khatulistiwa bisa rumit. Sebab kecepatan angin kerap berubah cepat dan badai tiba-tiba pecah.
Apakah turbulensi berbahaya? Bisa aman, juga bisa berbahaya. Pilot yang handal akan membawa pesawat menjauh dan menghindari turbulensi.
Penumpang tidak akan terlempar apabila tetap mengenakan sabuk pengaman. Sebaliknya, bila sabuk pengaman tetap terguncgang, namun tidak sampai terlempar. Sebisa mungkin menahan ke toilet beberapa saat sambil menunggu pesawat stabil. (*)