KETIK, BANYUWANGI – Di tengah hiruk pikuk zaman modern, sekelompok siswi SMA Negeri 1 Muncar memilih menyelami keindahan masa lalu. Melalui program Double Track Tata Rias Pengantin Berhijab, mereka menyelenggarakan pelatihan unik dengan tema “Mewiru Kain Jarit”.
Kegiatan ini bukan sekadar belajar keterampilan baru, melainkan upaya nyata untuk melestarikan warisan budaya Jawa yang semakin langka.
Mewiru adalah teknik melipat ujung pinggiran kain jarit secara vertikal. Lipatan ini biasanya dilakukan berulang kali sehingga membentuk pola yang khas dan estetis. Ada berbagai macam gaya mewiru, seperti gaya Solo dan Yogyakarta, yang masing-masing memiliki ciri khas tersendiri dalam hal ukuran lipatan dan jumlah lipatannya.
Teknik mewiru yang diajarkan dalam pelatihan ini adalah teknik mewiru tradisional gaya Solo dan Yogyakarta. Para siswa diajarkan cara memilih bagian kain yang akan dilipat, mengatur lebar lipatan, hingga menciptakan pola yang indah di ujung kain.
Jenis kain yang digunakan adalah kain batik dan lurik. Dengan menggunakan tangan, siswa secara perlahan dan hati-hati melipat ujung kain hingga membentuk pola yang diinginkan. Proses mewiru ini tidak hanya melatih kesabaran dan ketelitian, tetapi juga memberikan kepuasan tersendiri ketika melihat hasil akhir karya mereka.
Dengan sabar, Trainer membimbing siswa dalam menguasai teknik-teknik dasar mewiru. Mulai dari memilih bagian kain yang akan dilipat, mengatur lebar lipatan, hingga menciptakan pola yang indah di ujung kain. Setiap lipatan dilakukan dengan presisi untuk menghasilkan hasil akhir yang rapi dan estetis.
Melalui kegiatan mewiru, siswa tidak hanya belajar tentang teknik, tetapi juga nilai-nilai luhur budaya Jawa. Kesabaran, ketelitian, dan keindahan adalah beberapa nilai yang tertanam dalam setiap lipatan kain. Karya-karya mereka menjadi bukti bahwa tradisi dapat terus hidup dan berkembang di tengah arus modernisasi.
“Awalnya, saya merasa agak kesulitan. Tapi, setelah mencoba beberapa kali, saya mulai menemukan kesenangannya. Rasanya seperti sedang bercerita melalui lipatan kain. Saya ingin sekali membuatkan kain jarit hasil wiruan saya untuk ibu,” ucap Wiji Amelia Putri, ketua Kelompok Usaha Siswa (KUS) Beauty Lock, berbagi pengalamannya.
Kegiatan pelatihan ini disambut antusias berbagai pihak. Terutama para orang tua siswa dan guru. Parwati, salah satu guru di SMAN 1 Muncar dengan bangga meminjamkan kain jarit warisan keluarganya untuk digunakan dalam pelatihan. "Sebagai orang Jawa, saya sangat terikat dengan tradisi mewiru. Kain jarit yang saya pinjamkan ini adalah warisan dari nenek saya," ucap Parwati.
Dengan meminjamkan kain warisan keluarga, Parwati berharap dapat menularkan kecintaannya pada budaya Jawa kepada generasi muda. Beliau juga merasa bangga melihat antusiasme siswa dalam mengikuti pelatihan ini. "Mewiru kain adalah cara yang efektif untuk memperkenalkan mereka pada kekayaan budaya kita," tambahnya.
Keterampilan mewiru yang telah dikuasai kemudian dipadukan dengan praktik tata rias pengantin berhijab. Para siswa belajar cara memadukan keindahan kain jarit yang telah diwiru dengan riasan wajah yang anggun, menciptakan tampilan pengantin yang unik dan berkarakter.
“Dengan menggabungkan tradisi mewiru dengan tren tata rias modern, kami ingin menunjukkan bahwa budaya Jawa tetap relevan di zaman sekarang. Ini adalah bentuk apresiasi kami terhadap warisan leluhur,” ucap Tri Asiyah, Trainner Tata Rias menjelaskan.
Kegiatan pelatihan ini diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi sekolah-sekolah lain untuk turut melestarikan budaya melalui kegiatan serupa. (*)
*) Penulis: Agus Suyatno, S.Kom, Fasilitator Double Track SMAN 1 Muncar