KETIK, SURABAYA – Keinginan Herna Wijayanti saat ini adalah membuka klinik persalinan sendiri bersama suaminya dr Hardian Sinaga Sp.OG.
Peluang itu semakin terbuka lebar usai dirinya lulus S1 serta diambil sumpah Kebidanan Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa), Jumat (24/5/2024).
Herna kini juga ingin melanjutkan sekolah S2 untuk menjadi magister kebidanan. "Saya berniat ingin melanjutkan ke jenjang strata dua jika Unusa membuka S2 Kebidanan, keinginan lainnya, bersama suami, saya ingin memiliki rumah bersalin sendiri,” katanya, Jumat (24/5/2024).
Keinginan ini muncul lantaran suaminya merupakan seorang dokter spesialis obstetri dan ginekologi (Sp.OG). Sedang ia memiliki pengalaman sebelas tahun lebih bekerja menolong persalinan di RS Dr. Soetomo.
“Saya bekerja sejak 2010 setelah menamatkan pendidikan D3 Kebidanan, kemudian karena menikah saya memilih keluar dan melanjutkan pendidikan S1 Kebidanan di Unusa,” katanya.
Usai menyelesaikan S1 Kebidanan, Herna mengambil pendidikan profesi bidan. Alasannya antara lain karena tuntutan profesi dan juga memenuhi peraturan dalam Undang-undang Kesehatan terbaru.
Di aturan terbaru itu mewajibkan bidan harus berpendidikan S1 dan mengikuti pendidikan profesi jika ingin bekerja di klinik atau membuka praktik sebagai bidan mandiri.
“Tentu tuntutan dan keinginan untuk menambah bekal ilmu itulah kemudian saya mengambil pendidikan profesi bidan. Apalagi kini ilmu terus berkembang dan bidan tidak hanya dituntut untuk memahami dasar-dasar kebidanan semata," jelasnya.
"Menurut saya melalui pendidikanlah saya bisa menambah pengetahuan dan wawasan yang lebih jauh dan lengkap,” tambah ibu dari dua anak kembar tersebut.
Herna mengungkapkan, pekerjaan seorang bidan saat ini tidak hanya pada kegiatan ANC (antenatal care). Itu adalah pemeriksaan rutin yang dilakukan untuk mengoptimalkan kesehatan fisik dan mental ibu hamil, sehingga ibu hamil diharapkan bisa lebih siap menghadapi persalinan, nifas, dan pemberian ASI eksklusif.
Tapi, menurutnya bidan saat ini juga harus mengerti tentang bagaimana melakukan SHK (skrining hipotiroid kongenital), skrining atau uji saring dengan pengambilan sampel darah pada tumit bayi yang baru lahir.
“SHK dilakukan untuk mengelompokkan bayi yang menderita Hipotiroid Kongenital (HK) dan bayi yang bukan penderita, sehingga bayi mendapatkan penanganan secara cepat dan tidak akan memberikan dampak yang cukup serius terhadap tumbuh kembang bayi,” kata ibu dari Hans dan Hana, kembar yang kini berusia 9 bulan.
Herna mengakui pendidikan profesi bidan yang dijalaninya di Unusa telah memberikan bekal positif untuk keberlangsungan klinik mandiri yang dikelola bersama suami.
“Saya jadi makin matap dan percaya diri untuk menjalankan preaktik klinik mandiri. Terlebih saya sering berkolaborasi dengan kemampuan suami yang spesialis obstetri dan ginekologi," jelasnya.
"Saya fokus pada keahlian kebidanan, tapi jika ada pasien yang membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut seperti tentang patologi saya akan merujuknya ke suami,” jelas Herna. (*)