Fakta dan Asal-usul Kesenian Kuda Lumping

Jurnalis: Arief
Editor: Marno

1 Juni 2023 18:07 1 Jun 2023 18:07

Thumbnail Fakta dan Asal-usul Kesenian Kuda Lumping Watermark Ketik
Atraksi pembuka seni tarian kuda lumping yang penuh magis. (Foto: Kemendikbud)

KETIK, JAKARTA – Anda penasaran dan ingin membuktikan alam gaib dengan alam nyata? Cobalah melihat seni tari kuda lumping. Tarian ini bisa melihat orang kesurupan atau kalap di luar alam sadar manusia.

Misalnya kebal dibakar, kebal cambuk, makan beling, berjalan di atas beling atau api, dan tontonan seram lainnya. Dari sekian aksi tersebut, tidak satupun yang cedera atau sakit sesudahnya. Padahal tidak didampingi dokter atau tenaga medis di setiap atraksi.

Itu semua berkat keberadaan pawang yang berjumlah satu atau dua orang. Bila dihadiri dua orang, biasanya terdiri atas pawang utama dan pembantu. Tugasnya mengantisipasi apabila salah satu pawang kesurupan, pawang lain masih bisa menyembuhkan.

Pawang bertanggung jawab penuh terhadap atraksi. Selain bisa menyembuhkan, ia juga bisa mendatangkan roh gaib untuk merasuk ke tubuh penari.

Penari kuda lumping menunggangi kuda buatan berbahan anyaman bambu. Sementara di bagian kepala dan ekor ditambahkan rambut buatan berbahan plastik beraneka warna.

Atraksi diawali penari perempuan berjumlah 4-10 orang. Mereka menarikan prajurit berkuda dengan pakaian khas zaman Jawa Kuno. Di bagian kaki penari terpasang gongseng, yakni alat musik yang mengeluarkan suara gemerincing.

Pada acara inti, sejumlah penari laki-laki memulai atraksi menunggang kuda buatan sambil berputar-putar hingga kesurupan. Biasanya, penari akan kalap atau kesurupan mengeluarkan suara amarah, menyesuaikan roh yang masuk.

Misalnya menjadi kuda, harimau, babi hutan, ular, buaya maupun jenis roh lainnya. Itu bisa dilihat dari tingkahnya yang mirip binatang, misalnya babi hutan makan umbi-umbian mentah, kuda makan bunga atau dedaunan dan lainnya.

Tak jarang penabuh gamelan terseret kalap bila roh masuk ke dalam tubuhnya. Pawang akan menuntunnya ke tengah arena untuk memamerkan atraksi.

Cukup banyak jejak sejarah dan asal kesenian kuda lumping. Ada yang mencatat dari Ponorogo, Yogyakarta, dan Tulungagung.

Tarian ini diduga sudah ada sejak zaman Austronesia. Ada pula versi yang mengisahkan perjuangan Pangeran Diponegoro dalam mengusir penjajah. Versi lain menyebutkan Sultan Hamengkubuwono I mengusir Belanda.

Atraksi kuda lumping ditontonkan untuk kegiatan tertentu, seperti ruwat desa, suroan (menyambut bulan suro), pemilihan kepala desa dan hari-hari tertentu lainnya.

Tombol Google News

Tags:

kuda lumping kesenian jawa Ponorogo kesurupan Yogyakarta