KETIK, BLITAR – Massa yang tergabung dalam Front Masyarakat Petani dan Nelayan (FMPN) menggelar aksi damai di depan Kantor DPRD dan Kantor Bupati Blitar, Selasa 19 November 2024.
Massa yang berasal dari 16 kecamatan di Kabupaten Blitar ini menyuarakan aspirasi terkait demokrasi yang adil dan bersih dari konspirasi hukum, serta perlunya pemimpin yang berpihak kepada rakyat.
Aksi yang berlangsung sejak pagi itu diwarnai orasi dan penyampaian tuntutan masyarakat atas sejumlah persoalan yang dianggap mencederai keadilan. Puluhan aparat keamanan terlihat berjaga untuk memastikan jalannya aksi tetap kondusif.
Salah satu isu utama yang diangkat dalam aksi tersebut adalah kasus pemalsuan dokumen yang mencatut nama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2018.
Kasus ini disebut-sebut telah menjadi alat kriminalisasi terhadap Mohammad Trijanto, seorang aktivis anti-korupsi yang juga pernah mencalonkan diri sebagai anggota DPD Jawa Timur.
Koordinator aksi, Joko Agus Prasetyo, dalam orasinya menegaskan bahwa aksi ini dilakukan demi menjaga keadilan dan demokrasi yang bebas dari rekayasa hukum.
Ia juga mengecam lambannya proses hukum terhadap pelaku pemalsuan dokumen KPK, sementara Mohammad Trijanto justru menjadi korban kriminalisasi dengan tuduhan pelanggaran UU ITE.
“Ini adalah bentuk nyata konspirasi hukum. Pembuat surat palsu yang mencatut nama KPK hingga kini belum tersentuh hukum, tapi aktivis yang membela kebenaran justru dikriminalisasi. Demokrasi seperti ini harus kita lawan bersama,” ujar Joko di hadapan massa.
Dalam aksi yang digelar di depan Kantor DPRD Kabupaten Blitar, FMPN menyampaikan tiga tuntutan utama:
- Penyelidikan transparan dan tuntas untuk mengungkap aktor di balik pemalsuan dokumen KPK.
- Pelaporan terbuka perkembangan kasus kepada masyarakat untuk menjaga kepercayaan publik terhadap penegak hukum.
- Perlindungan bagi warga yang menyuarakan kebenaran, agar tidak ada lagi intimidasi atau kriminalisasi terhadap aktivis.
“Kami meminta agar pihak berwenang bekerja secara profesional dan independen. Jangan biarkan keadilan hanya menjadi milik segelintir orang,” kata Joko.
Setelah berorasi, dua anggota DPRD Kabupaten Blitar, Mohammad Rifai dari PKB dan Sugianto dari Gerindra, menemui massa untuk menerima aspirasi mereka. Dalam tanggapannya, Sugianto menegaskan bahwa penyampaian pendapat adalah bagian dari demokrasi yang harus dijaga.
“Demokrasi memberi ruang bagi setiap warga untuk bersuara. Kami akan menindaklanjuti apa yang menjadi aspirasi masyarakat ini. Hukum harus menjadi alat untuk keadilan, bukan alat untuk membungkam suara rakyat,” ujar Sugianto.
Usai menyampaikan tuntutan di DPRD, massa bergerak menuju Kantor Bupati Blitar. Di sana, mereka memberikan apresiasi atas sejumlah program pro-rakyat yang telah dijalankan Pemerintah Kabupaten Blitar selama periode 2021–2023 di bawah kepemimpinan Bupati Rini Syarifah.
Program seperti Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), redistribusi tanah, dan pemanfaatan Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) dianggap memberikan manfaat nyata bagi petani dan nelayan.
“Kami mengapresiasi kebijakan Pemkab yang membantu rakyat kecil, terutama petani dan nelayan. Ini adalah contoh keberpihakan kepada masyarakat. Kami berharap program seperti ini terus dilanjutkan,” ujar salah satu peserta aksi.
Aksi damai FMPN ini menjadi simbol perlawanan masyarakat terhadap ketidakadilan dan penyalahgunaan kekuasaan. Mereka berharap demokrasi di Kabupaten Blitar bisa menjadi lebih bersih dan adil, tanpa intimidasi atau rekayasa hukum.
“Kami ingin pemimpin yang berani, jujur, dan berpihak kepada rakyat. Jangan sampai demokrasi hanya menjadi alat kekuasaan segelintir orang,” tegas Joko mengakhiri orasinya.
Aksi berakhir dengan tertib setelah massa membubarkan diri pada sore hari. Mereka berjanji akan terus mengawal tuntutan yang telah disampaikan demi terwujudnya demokrasi yang berpihak kepada masyarakat kecil.(*)